32. Hampir

2.8K 55 0
                                    

Beberapa hari kemudian.

Di atas keyboard laptop, Julian tiba-tiba menghentikan gerakannya mengetik. Perhatiannya tersita akan kedatangan seorang gadis yang mengenakan kemeja panjang sepaha yang hanya dipadu celana pendeknya memperlihatkan pahanya yang mulus. Belum lagi kemeja putih kebesaran yang dipakainya tampak sedikit menerawang.

Julian membanting muka seraya berdehem menelan ludah kasar menyadari Ayana tidak memakai bra. Bibirnya tanpa sadar reflek meringis pelan.

Gadis ini benar-benar ... Damn!

"Kenapa turun? Sudah baikan?" Tanya Julian.

Ayana mengangguk mendudukkan dirinya di samping Julian yang sedang duduk di sofa depan rumah memainkan laptopnya. Keadaannya sekarang sudah lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Memar di wajahnya mulai terlihat samar kecuali di kening bagian kanannya yang masih harus diperban.

"Kau tidak memakai bra?" Terka Julian langsung tanpa segan.

Tubuh Ayana menegang saat itu juga mendapat pertanyaan frontal Julian. Pipinya sontak panas menampakkan semburat kemerahan. "A-aku ... Aku sudah memakainya berhari-hari, k-karena itulah tadi kucuci karena tidak nyaman." Jawab Ayana tergugup.

Setelah mendapat jawaban Ayana, Julian tidak menyahut lagi. Pria itu kembali fokus menggerakkan jarinya di atas laptop.

"Kenapa kita tidak pulang sekarang saja?" Tanya Ayana tiba-tiba yang sebenarnya adalah pengalihan dari pembicaraan sebelumnya.

Gerakan tangan Julian terhenti di atas keyboard laptop seperti merenung. "Kau mau pulang sekarang?" Terka Julian pelan.

"Tidak juga. Aku hanya heran kenapa kau tidak mau pulang ke rumah utama." Sahut Ayana.

Ayana sangat penasaran kenapa Julian seperti enggan pulang ke rumah utama. Ia juga penasaran akan Julian yang tiba-tiba mau memulai hubungan dengannya. Namun, Ayana memilih bungkam mengingat janjinya, ia takut menyinggung pria itu yang nantinya malah marah.

"Pekerjaanku banyak." Jawab Julian datar.

"Apa bedanya dengan mengerjakan di sini dan di rumah?"

"Ini juga rumahku." Jawab Julian malas.

"Aku tahu, hanya saja aku heran. Kau menghilang tanpa kabar hampir seminggu setelah malam itu. Lalu datang tiba-tiba menyelamatkan aku. Dan sekarang membawaku ke rumah ini dan malah mengurung diri di sini. Kau seperti menghindari orang di rum--"

"Kau terlalu banyak bicara. Tidak bisakah kau menurut saja?" Suara Julian begitu dingin seperti hawa dingin sekarang yang membekukan kolam renang depan menjadi es.

"Y-ya sudah maaf." Cicit Ayana pelan.

Ayana mengatupkan mulutnya rapat tidak berani bersuara lagi. Dalam hati ia meringis mengutuki mulutnya yang tidak bisa menahan rasa penasaran. Padahal Ayana sudah berjanji tidak akan mengatakan hal yang menyinggung Julian. Sepertinya sekarang Ayana harus lebih pandai mengucapkan kalimat agar jangan sampai mencari gara-gara.

Dari pada bertanya lagi, Ayana lebih memilih melihat halaman depan yang menampakkan tanaman rasberry yang lebat meski di musim dingin. Tanpa sadar Ayana membasahi bibirnya merasa tergiur akan buah itu. Ingin sekali rasanya ia mengambil buah itu, namun hamparan salju menghalangi jalannya.

"Kau mau rasberry?" Tanya Julian tiba-tiba.

Ayana menoleh. Gadis itu tersenyum canggung seraya menggeleng pelan. Berinteraksi kembali setelah dibuat tidak berkutik benar-benar canggung untuk Ayana. "Tidak." Jawabnya meski matanya masih berbinar menatap rasberry di depan.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang