"Julian,"
Julian berdehem singkat.
"Kau marah?" Tanya Ayana hati-hati.
Pasalnya dalam sepanjang perjalanan pulang, Julian sama sekali tidak membuka suara. Ditambah dengan wajahnya yang mendingin seolah enggan menatap Ayana berbeda seperti tadi siang. Pria itu memasang wajah datar tidak tertebak.
"Kenapa aku harus marah?" Pria itu balik bertanya dengan mata melirik dingin.
Reflek gadis itu menundukkan kepala dan mengalihkan pandangannya. Ayana mengira Julian marah dan mendiamkannya adalah karena Ayana yang tidak menuruti perintah Julian tadi yang bahkan sampai mengobrol mencari tahu tentang Julian pada bawahan pria itu di markas.
Namun respon Julian sekarang membuat Ayana bingung apakah iya marah atau tidak. Karena Julian memang selalu memasang wajah datar dan dingin meski beberapa hari belakangan ini pria itu mulai menghangat.
"Y-ya sudah kalau tidak marah. Aku tidak akan bertanya lagi." Lerai Ayana.
Gadis itu enggan mengeluarkan suara dan memilih menatap jalan yang melewati banyak lampu kerlap-kerlip di setiap bangunan bertingkat. Perlahan Ayana memejamkan matanya sampai akhirnya ia tidak mengingat apa-apa lagi ketika kesadarannya terenggut oleh mimpi.
Beberapa menit berlalu.
"Sudah sampai." Kata Julian singkat memberitahu Ayana, namun ia tidak mendapat sahutan. Julian pun menoleh ke samping.
Helaan napas panjang keluar dari mulut Julian. Pria itu hanya bisa menggelengkan kepala dengan bibir mengukir senyum tipis menatap Ayana yang tertidur di mobil ketika perjalanan pulang. Tanpa berucap apa-apa Julian segera keluar dan memutari bagian depan mobil lalu membuka pintu penumpang.
Tangan Julian ia selipkan di antara lipatan lutut Ayana sambil merendahkan tubuh memposisikan diri mengangkat gadis itu secara hati-hati. Julian masuk ke dalam rumah dan naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Setelah sampai kamar, Julian pun membaringkan tubuh gadis itu di atas kasur.
Matanya tidak berhenti menatap lamat-lamat wajah damai istrinya itu. Julian mendekatkan wajahnya mengecup singkat kening Ayana seraya mengusap pipinya pelan. Pria itu tersenyum lirih.
"Kejadian tadi di markas ternyata dapat menegaskan hatiku, Ana." Kata Julian pelan namun begitu dalam.
"Aku tidak suka kau disentuh pria lain. Aku tidak suka kau digoda mereka. Aku cemburu." Lirih Julian lagi. Pria itu merendahkan tubuhnya lagi lalu mencium bibir Ayana.
Gadis itu melenguh tiba-tiba dan mengerjapkan matanya sampai akhirnya terbuka sempurna merasakan ada pergerakan di bibirnya. Gadis itu terbelalak kaget ketika menemui wajah Julian yang begitu dekat dengannya.
"J-julian, kita sudah sampai?" Gugup Ayana.
Pria itu mengangguk pelan sedikit menjauhkan wajahnya beberapa inci dari sebelumnya. "Maaf mengganggu tidurmu." Katanya lagi mengusap kembali pipi Ayana penuh perasaan.
Ayana meremas tangannya salah tingkah. Jarak yang sedekat ini mengingatkan Ayana pada kejadian tadi siang. "Tidak apa." Sahutnya.
Sebuah kecupan kembali Julian daratkan di kening Ayana. "Tidurlah, aku akan tidur di kamar sebelah."
Pria itu hendak berlalu pergi, namun kedua tangan Ayana menarik baju kerahnya membuat Julian tertahan dan menumpukan tangannya di samping kepala Ayana guna menahan bobot tubuhnya agar jangan sampai terjatuh menindih gadis itu.
"Kenapa tidak di sini saja?" Tanya Ayana pelan sarat akan sedih.
"Kau sudah baikan sekarang. Tidak perlu kutemani lagi, bukan?" Jawab Julian lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Romantizm[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...