6. Menikah?

3.6K 68 0
                                    

Cahaya mentari masuk melalui jendela menyinari seorang gadis tanpa busana yang masih bergelung di dalam selimut. Perlahan kelopak mata itu mengerjap membuka matanya. Seketika saja kejadian semalam membuat Ayana terbangun saat itu juga dan melihat keadaan sekitar dimana di atas lantai bajunya berserakan mengenaskan.

"Aaaa ..." Ayana menjerit seketika teringat semuanya dan apa yang ia lakukan.

Mematung, itu yang Ayana lakukan sekarang usai berteriak kencang. Hatinya tiba-tiba merasa sakit mengingat semua itu. Meski tidak sampai melakukan hubungan intim, tetapi nyatanya tubuh yang selama ini ia jaga tidak lagi berharga.

Matanya berair meratapi kesalahan yang ia lakukan sendiri hingga setitik air mata akhirnya jatuh. Ayana kini merasa sangat hina, bahkan lebih hina dari seorang jalang sekalipun. Ayana menyesal meminum minuman jahannam itu karena membuat akalnya hilang semalam.

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka, Julian keluar dari dalamnya dengan tampang datar dan dingin seperti biasanya. Ayana menatap Julian dengan mata berkaca-kaca. Meski ia akui telah jatuh dalam pesona Julian, tetapi bukan berarti ia bisa diperlakukan seenaknya seperti semalam.

Padahal sebelumnya Ayana sempat bersimpati akan perhatian pria itu yang peduli menyuruhnya pergi dari club malam itu agar tidak ada pria hidung belang yang berbuat brengsek padanya. Lalu sekarang? Sepertinya Ayana lupa, Julian juga pria hidung belang.

"Kenapa kau melakukan hal kotor padaku samalam?" Lirih Ayana.

Julian terkekeh sarkas. "Bukankah dari awal kau yang pertama menggodaku?" Terka Julian.

Ayana menipiskan bibir. "Setidaknya kau bisa mencegah dan mendorong aku! Bukan malah membiarkan aku bertindak liar seperti itu!" Kelakar Ayana yang kini menjadi marah dengan nada bodo amat Julian.

"Hei! Ak-"

Dor! Dor!

Suara ketukan pintu yang terdengar tidak santai menginterupsi percakapan antara Ayana dan Julian.

"Siapa mereka?" Tanya Ayana panik saat ternyata banyak orang dari luar karena terdengar ricuh.

Julian pura-pura mengendik seolah tak tahu.

"Mungkin--"

Brak!

Pintu terbuka.

Orang-orang dari luar menatap Ayana dan Julian dengan sangat emosi. Terbukti dari ada yang sebagian warganya membawa kayu dan gagang sapu.

"Dasar! Kalian pasti berbuat mesum di sini kan?!" Teriak salah satu warga.

Ayana tentu saja panik mendapat tuduhan seperti itu. "Ng-nggak Pak! Saya sama dia gak ngapa-ngapain!" Ayana panik setengah mati.

"Kalau benar tidak berbuat apa-apa kenapa kau menggulung dirimu dengan selimut?! Dan kenapa pakaian yang kau pakai semalam berserakan di lantai ini?! Dan yang lebih anehnya kenapa kalian bisa satu kamar padahal yang saya tahu kalian bukanlah suami istri. Dan bukankah kamar Mbak itu nomor 202? Kenapa Mbak tiba-tiba di sini, di kamar 203? Kenapa, hah?!" Radang resepsionis yang memberikan Ayana kunci kamar.

Ayana kelabakan mendapat ucapan seperti itu. Salah kamar? Bagaimana mungkin, semalam Ayana ingat jelas kalau cardlock-nya menunjukan nomor 203 bukan 202. Matanya melirik Julian agar membuka suara dan mengatakan bahwa yang mereka tuduhkan itu tidak benar adanya. Akan tetapi Julian justru hanya diam ditempat.

"Mohon maaf sebelumnya, apa yang bapak ibu tuduhkan sama sekali tidak benar! Saya dan dia tidak melakukan apa-apa." Kali ini Julian bersuara meski ia tahu pengakuan yang ia buat tentu akan sia-sia.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang