61. Mabuk

2.5K 55 5
                                    

Beberapa hari berlalu.

Keadaan Julian sudah pulih. Semua luka yang sebelumnya diberikan oleh Jericho sudah membaik seperti sedia kala meski masih nampak beberapa luka memar di wajah, namun tidak separah sebelumnya. Sejenak ia mengesampingkan dulu masalah rumah tangganya dengan Ayana.

Kini Julian sedari pagi berkutat dengan laptopnya menyelesaikan pekerjaan yang dikirimkan Varo melalui e-mail. Bukan maksud pekerjaan yang lebih penting dibandingkan Ayana, hanya saja sekarang perusahaannya sedang terguncang bahkan terancam bangkrut.

Seharusnya Julian berada di Italia saat ini karena pekerjaan masalah perusahaan akan cepat terselesaikan. Akan tetapi keadaan di sini juga tidak memungkinkan ia untuk kembali ke sana. Karena itulah, untuk sementara semua masalah di Italia hanya bisa ia pantau dari laptop dan membiarkan Varo yang menyelesaikan sisanya.

Julian mendesah lelah. Pria itu menyandarkan punggungnya ke belakang kursi sambil memijat kepalanya yang pusing.

Rasanya kepala Julian mau meledak saat itu juga. Masalah demi masalah yang menimpanya terasa begitu menyiksa. Terlebih masalah hubungannya dengan Ayana yang berada di ujung tanduk. Saat ini yang Julian butuhkan adalah ketenangan. Ia butuh tempat untuk melampiaskan emosi dari segala beban di benaknya.

Pada akhirnya Julian bangkit berdiri. Jas hitamnya ia pakai, kemudian ia melangkah keluar dari apartemen. Saat ini yang menjadi tujuannya adalah club malam. Beberapa botol minuman keras mungkin cukup mampu menghilangkan segala kepenatannya saat ini.

Pria itu masuk ke dalam club dengan langkah gontai. Duduk di bangku sofa yang ada di sana. Tangannya melambai menyuruh seorang pelayan membawakan minuman untuknya. Banyak wanita yang mulai berdatangan menggodanya, tetapi Julian benar-benar acuh dan tidak menghiraukan wanita seksi kurang bahan itu bahkan dengan kasar ia menepisnya kuat.

Tegukan demi tegukan Julian minum ketika sebotol vodka yang ia pesan sudah terhidang di depannya. Meski hampir menghabiskan satu botol vodka, Julian belum menunjukkan tanda-tanda akan kehilangan kesadaran. Tenanglah, sebanyak apapun ia minum alkohol, Julian tidak pernah membiarkan dirinya mabuk.

Pikirannya melayang kembali memikirkan Ayana. Rasa sakit hati itu kembali datang mengingat penolakan wanita itu untuknya. Padahal yang Julian butuhkan saat ini adalah pelukan istrinya. Seperti saat di Milan, pelukan Ayana bisa neredam amarah dan emosinya kepada Matteo ketika masih berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Sebegitu kecewanyakah kau padaku, Ana? Bahkan jika nanti kau tahu yang sebenarnya apa kau juga tetap ingin berpisah denganku?" Lirih Julian pelan. Tangannya membolak-balikkan surat cerai di tangannya yang sama sekali tidak Julian tandatangani. Ia mendesah lirih, Julian melipat lagi surat itu dan memasukkannya kembali ke dalam saku kemeja.

"Sungguh aku tidak berniat menyakitimu, Ana. Aku hanya ingin melindungimu." Tambah Julian lagi, kali ini nadanya lebih menyayat hati. Gelas vodka di tangannya ia goyangkan tanpa meminumnya lagi.

Tepat ketika Julian hendak ingin meminum vodkanya kembali, netranya menangkap sesuatu yang membuat ia dirasuki rasa amarah. Gelas vodkanya ia genggam erat bahkan sampai pecah.

Prang!

Julian tidak mengindahkan gelas yang ia buat pecah itu. Ia menyimpan beberapa lembar uang merah di atas meja lalu berdiri dengan emosi menuju ke arah depan dimana terlihat seorang pria sedang menggoda wanita cantik yang sangat dikenalnya.

Dengan tanpa segan Julian menarik wanita itu dan menyembunyikannya di belakang punggungnya. Sedetik kemudian ia memukul pria yang sudah menggoda wanita di belakangnya itu.

Bugh!

"She's mine!"

***

Ketenangan dan kebebasan.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang