Sang surya pagi hari bersinar menembus kaca kamar dan sela-sela jendelanya. Cahayanya menerpa wajah seorang wanita yang masih tertidur lelap di atas kasur. Ayana mengerjapkan matanya ketika cahaya matahari terasa menusuk matanya. Ia perlahan bangkit dari tidurnya.
Keningnya mengernyit pusing, bibirnya mendesis pelan merasakan sakit yang teramat di kepalanya yang terasa ditusuk, lidahnya pahit bukan main. Ayana sejenak menyandarkan kepalanya ke belakang kasur mencoba menetralisir efek hangover akibat mabuk semalam.
Wanita itu mencoba mengingat-ingat siapa yang menolongnya. Namun hasilnya nihil, Ayana tidak dapat mengingat wajahnya, semalam ia begitu mabuk. Namun Ayana dapat mengingat beberapa kalimat yang ia dan pria yang menolongnya itu ucapkan yang semuanya merujuk pada masalah kegundahan hatinya.
Dia selalu mencintaimu, Ayana. Setiap detik, setiap menit yang ada di pikirannya hanya ada kau.
Kalimat pria itu terbayang membuat Ayana reflek membuka matanya. Tatapannya tiba-tiba sendu menyorot sembarang arah. Tanpa bisa Ayana cegah, setetes air mata mengalir dari pelupuk matanya ketika berhasil merangkaikan semua ingatannya.
"Apa semalam itu Julian?" Sahut Ayana pelan.
Wanita itu menunduk menatap pakaiannya yang masih mengenakan baju terbuka seperti semalam. Bedanya, sekarang ia berbalut jas hitam. Ayana menarik kerah jas itu dan menciumnya perlahan. Wanita itu memejamkan matanya seiring air matanya yang semakin mengalir. Jelas Ayana mengenal aroma parfum itu.
"Jadi yang semalam itu benar kau, Julian?" Lirih Ayana. "Apa semua yang kau ucapkan juga sungguhan?"
Ayana menghela napas panjang, wanita itu menyampingkan dulu semua beban pikirannya. Ia bangkit berdiri dari tempat tidurnya lalu melepas jas Julian dan menyampirkannya di atas kasur. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri lebih dulu.
Selang lima belas menit, Ayana kembali keluar dengan memakai pakaian yang lebih santai. Wanita itu mengenakan gaun rumahan selutut lengan pendek berwarna krem motif kotak-kotak. Saat hendak duduk di atas ranjang, Ayana menangkap ujung kertas yang keluar menonjol sedikit dari saku jas Julian yang tersampir.
Wanita itu mengambilnya perlahan, tampak seperti sebuah surat kertas lipat namun ada bercak-bercak kecoklatan seperti darah yang sudah kering di sekitarannya. "Kertas apa ini?" Gumamnya penasaran.
Perlahan Ayana pun mulai membuka lipatan jertas tersebut.
Halo, Ana? Apa kabar, Nak? Apa kau baik-baik saja?
Ayana menghentikan aktivitasnya sejenak ketika membaca paragraf pertama dalam surat itu. "Untukku?" Gumamnya pelan. Wanita itu kembali menunduk membaca paragraf seterusnya.
Mommy tidak tahu harus mengatakan apa padamu. Entah harus bagaimana cara menjelaskan semua yang terjadi di sini selepas kau pergi.
Beribu kata maaf rasanya tidak akan mampu membayar semua pengorbanan yang kau lakukan untuk kami. Mommy benar-benar berterima kasih padamu atas semua itu.
Banyak sekali kalimat yang ingin Mommy sampaikan padamu. Tapi Mommy merasa tidak punya waktu untuk bertemu. Entah sekarang ataupun nanti. Maka dari itu, Mommy memilih menuliskannya melalui surat ini.
Ana ... andai kau tahu betapa Julian mencintaimu. Kau masih ingat malam setelah kau pergi?
Dia terpuruk. Dia sedih. Dia menangis.
Saat itu Mommy tahu kebenarannya. Mommy tahu keresahan hati Julian. Kau tahu kenapa dia menyuruhmu pergi dan mengatakan hal yang menyakitkan padamu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Roman d'amour[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...