39. Cerita Julian

2.4K 58 0
                                    

Satu bulan berlalu.

Hubungan Ayana dan Julian semakin dekat. Bahkan sekarang pria itu lebih sering tidur di kamar Ayana dibandingkan kamarnya sendiri hanya karena ingin tidur bersama wanita itu. Kalau tidak di kamar Ayana, Ayana yang akan diculik Julian ke kamarnya. Bisa dipastikan Ayana tidur sendiri hanya jika Julian lembur bekerja di kantor.

Julian nyaris sempurna bertindak sebagai suami. Dia selalu melindungi Ayana dari kecelakaan sekecil apapun, selalu membujuk sabar ketika marah, dan yang paling berkesan adalah Julian selalu mengajarinya banyak hal dengan cara santai yang diselingi candaan tanpa membuat Ayana merasa tertekan.

Puk!

"Akh!!" Ayana berpekik kaget ketika seseorang menepuk pundaknya disaat Ayana sedang terdiam menatap lemari es berisi makanan.

Dalam gerakan spontan, wanita itu balik menarik tangan yang menepuk pundaknya ke depan hendak akan memelintirnya. Namun gerakannya kalah telak, orang itu lebih dulu memutar tubuh Ayana dan malah balik mengunci pergerakan kedua tangannya membuat ia tidak berkutik dalam dekapannya.

"Wow, reflek yang cukup bagus. Aku cukup tersanjung."

Ayana mendongak menatap orang itu. Ia menghela napas lega. "Julian? Kukira siapa."

"Darimana kau belajar beladiri?" Tanya Julian dengan posisi masih enggan melepas pelukannya. Pria itu malah menumpukan dagunya di atas pundak Ayana.

"Aku pernah belajar karate. Tapi ... tidak diteruskan,"

"Kenapa?"

"Malas, aku benci orang-orangnya yang suka memandang rendah junior."

Julian mengangguk mengerti. "Tapi kau masih ingin belajar?"

"Em ... sedikit." Kekeh Ayana antara mau tidak mau.

"Aku bisa mengajarimu beladiri lebih dalam kalau kau mau."

Reflek Ayana menoleh ke samping. "Really?"

Julian mengangguk. "Dengan begitu aku tidak akan terlalu khawatir terlalu membebaskanmu." Ayana suka kebebasan, Julian tahu itu. Ia juga tidak ada niatan mengekangnya sama sekali. Namun khawatir tetap saja ada, walau bagaimanapun Ayana seorang wanita. Dengan pandai beladiri, ia bisa melindungi dirinya sendiri.

Bibir Ayana berkedut menahan senyum. "Baiklah, aku setuju. Tapi ... lepaskan dulu." Wanita itu menggoyangkan tubuhnya.

Pria itu menurut. Ia melepas kuncian tangan Ayana dan melepas juga pelukannya.

"Sedang apa kau di dapur?" Tanya Julian kemudian.

"Aku lapar, mau masak." Jawab Ayana santai. Padahal saat ini ia bingung ingin masak apa, masalahnya adalah Ayana tidak bisa memasak. Entahlah, jarang sekali Ayana merasa lapar malam-malam seperti ini.

Julian terkekeh pelan bersedekap menatap remeh. "Masak? Aku tidak yakin kau bisa. Terakhir kali kau masak hampir membuat dapur ini seperti kapal pecah."

Ayana mendengus kesal. Pria itu selalu saja mengejeknya di waktu-waktu tertentu. "Tak usah mengejekku, aku pasti bisa!"

"Baiklah, coba perlihatkan skill memasakmu," tantang Julian.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang