Dua bulan kemudian.
Julian duduk bersantai di ruang keluarga bersama Selena dan Laura di pangkuannya. Dengan telaten Julian memegangi dot asi untuk putrinya itu. Ini akhir pekan, karena itulah Julian punya banyak waktu untuk keluarga kecilnya.
Sedangkan Ayana, wanita itu sedang di kamar mandi. Setelah memasak dan sarapan bersama tadi pagi, Ayana berpamitan setelah menitipkan Laura pada Julian. Katanya gerah, ingin mandi, tapi nanti juga ia menyusul ke bawah. Namun entah mengapa wanita itu belum turun juga padahal sudah setengah jam lebih.
Tangan kecil Laura bergerak-gerak memegangi mainan di tangannya. Gadis itu mulai aktif sekarang, ia mulai pandai berguling sana-sini dan bermain memegangi benda-benda di dekatnya. Bahkan kadang kalau tidak diperhatikan Laura nyaris selalu memakan apa saja yang ia pegang.
"Laura semakin kesini kenapa semakin mirip Kak Ana?" Kekeh Selena mencubit pelan pipi keponakannya itu.
Gadis kecil itu tersenyum menggeliat dalam pelukan ayahnya merespon tangan bibinya itu disertai dengan gumamam kecilnya yang terdengar menggemaskan. Tangan kecil Laura bergerak-gerak lucu dalam pangkuan ayahnya.
"Ibunya cantik, tentu putrinya juga sama cantiknya seperti dia," Julian mengecup ubun-ubun Laura yang langsung dibalas remasan pelan tangan kecil Laura di wajah ayahnya itu sambil tertawa kecil.
Julian terkekeh mencolek gemas hidung Laura.
"JULIANN!!"
Tiba-tiba Ayana berteriak marah dari atas tangga. Matanya menatap penuh dendam suaminya itu entah karena apa. Tapi tampaknya wanita itu benar-benar kesal pada suaminya itu. Kedua tangannya terkepal erat sambil menggenggam benda kecil panjang.
"Apa? Kau kenapa?"
Julian menyerahkan dulu Laura pada Selena. Setelahnya, ia menghampiri Ayana yang sudah turun dengan mata masih menyorot tajam padanya. Wajah kesal wanita itu masih terpatri jelas. "Ada apa? Aku punya salah padamu?"
Pria itu hendak memegangi bahu Ayana, namun wanita itu tanpa ragu langsung menepisnya kasar. "Sungguh aku membencimu, Juliann!" Geram Ayana.
Bukannya takut atau apa, Julian malah terkekeh pelan. Wanita itu tadi baik-baik saja, ada apa sekarang? "Kau marah karena ingin belanja? Atau ingin dinner? Jalan berdua?"
Ayana semakin menyorot tajam suaminya itu tanpa menghiraukan segala bujukannya.
Sepertinya Ayana benar-benar marah kali ini. Julian berdehem pelan. Ia mengukir senyum tipis, "Kenapa?"
"Kau lihat perbuatanmu ini?! Lihatt!" Geram Ayana setengah mati menunjukkan hasil tespeck ke udara menunjukkan garis dua.
Saat itu juga Julian mengatupkan bibirnya rapat tanpa mampu berkata-kata.
"Kak Ana hamil lagi?!!" Pekik Selena terkejut menutup mulut dengan mata terbelalak tidak percaya. Bibirnya berkedut menahan tawa.
Selena berdehem pelan menetralkan wajahnya yang ingin tertawa melihat kakak dan kakak iparnya itu. "Laura, kau bersama Aunty Selly dulu, ya? Mama Papa-mu sepertinya harus menyelesaikan masalah pribadi mereka." Gadis itu mengangkat Laura membawanya naik ke atas menuju kamarnya.
Tepat setelah kepergian Selena membawa Laura, barulah Ayana kembali menatap tajam Julian. Niat awal hanya iseng-iseng karena belum mendapat tamu bulanan pasca nifas, malah keterkejutan yang tidak Ayana kira. Ia memang sudah menduga, tapi tetap saja Ayana masih terkejut sekaligus kesal.
"B-bagaimana bisa? Aku selalu pakai pengaman kan sekarang?" Julian menggaruk kepalanya.
Duk!
Tidak tanggung-tanggung, Ayana menendang tulang kering suaminya itu sampai pria itu mengerang. "Kau lupa kejadian dua bulan lalu, Sayangg?!" Ayana tersenyum lebar yang bermakna menyarkas suaminya itu.
Julian mengatupkan bibirnya saat itu juga, sakit di kakinya akibat tendangan istrinya ia hiraukan. Julian ingat, mana mungkin lupa. "I'm sorry, Babe ..."
Pria itu menghampiri memeluk erat istrinya dalam dekapannya. Tidak peduli seberapa penolakan wanita itu untuknya. Entah harus senang atau sedih, Julian tidak tahu, yang jelas saat ini ia mati-matian menahan senyum di bibirnya.
"Ini semua gara-gara kau!! Sudah kukatakan pakai pengaman tapi mengapa kau keras kepala?!! Laura masih kecil, Julian. Kau ingin dia punya adik di usian yang bahkan baru empat bulan?! Kau benar-benar ... akhh!!! Aku membencimu!!"
Ayana tidak berhenti mengomel memukul-mukul dada Julian keras tanpa peduli tangannya sendiri yang mulai pegal. Beberapa menit setelahnya, ia kelelahan sendiri dan malah merosotkan tubuhnya ke lantai terduduk seperti anak kecil yang menangis ingin permen dari ibunya.
"Maaf, maafkan aku," Julian ikut berjongkok.
Tatapan sangar kembali Ayana layangkan untuk suaminya itu. "Menyebalkan!" Ketusnya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Tidak mungkin kita menggugurkannya,"
Mata Ayana kontan semakin melotot tajam pada Julian. Wanita itu tanpa ragu memukul keras dada Julian kemudian mencubitnya.
"Aw, Sayang ..." Tangan Julian menggenggam tangan Ayana di dadanya.
Dengusan kesal Ayana berikan, wanita itu memalingkan wajah memeluk perutnya. "Sebelum kau membunuh anakku, kubunuh kau lebih dulu!" Ancamnya yang justru malah terlihat menggemaskan.
Julian terkekeh pelan, "Siapa yang menyuruhmu mengugurkan anak kita? Aku tidak segila itu, Ana."
Ayana tidak menimpali, wajahnya benar-benar menunjukkan wajah frustasi dan nelangsa seperti keberatan namun juga senang mengetahui ia hamil lagi. Cita-citanya dari dulu adalah ingin punya anak lebih dari satu, tapi tidak dengan jarak sedekat ini juga.
"Aku tidak tahu harus sedih atau senang." Sahut Ayana kemudian. Wanita itu bersender di lengan Julian. Aneh sekali memang, padahal ia tadi yang marah-marah tidak jelas pada suaminya. Sekarang malah ingin bermanja.
Julian tersenyum mengusap rambut panjang Ayana. "Kau tenang saja, aku akan selalu ada untukmu sampai nanti ketika lahiran anak kedua kita. Kau, Laura, Selly, dan anak kedua kita. Aku akan menjaga kalian," Julian mengusap perut Ayana.
Senyum tipis juga terbit di bibir Ayana. Tapi kemudian ia juga terkekeh berbalik memeluk Julian. Tangannya memukul kembali bahu pria itu pelan, sisa kesalnya masih ia rasakan. "Aku membencimu," kekeh Ayana setengah tertawa.
Julian juga ikut terkekeh, ia juga memeluk erat Ayana. "But i love you so much," bisik Julian.
Setelah berpelukan lama, Julian sedikit menciptakan jarak diantara wajah mereka. Julian tersenyum, ia mengangkat dagu Ayana, kemudian menyatukan bibir mereka. Saling memagut menuntut penuh perasaan.
***
End.
Sebelumnya terimakasih banyak buat kalian yang udah setia menunggu dan menemani aku menulis novel ini💚🤧
Ribuan terimakasih rasanya gak cukup aku ucapin buat kalian. Tanpa kalian aku hanyalah remahan rengginang yang gak bisa apa-apa 🤧
Maaf juga buat kalian kalo sekiranya aku pernah nyinggung entah itu dari tulisanku atau perkataanku.
But ... aku cuma mau bilang, MAKASIII BANYAKKK💚💚💚💚😘😘
Jangan lupa follow akunku ya🌹🌹
Nanti aku ada novel baru lagi kok, cuma gak tau kapan publish😁 pantengin aja ya, kalo publish aku umumin kok di sini. Ceritanya Damian-Casey 💞💞
See youuu guyss😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Romance[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...