62. Perjuangan

2.7K 58 7
                                    

"Tequila, memabukan."

"Wine, juga sama."

"Vodka, apalagi itu."

Tangan Ayana terangkat menunjuk setiap jari-jemarinya ketika mengatakan satu persatu minuman alkohol yang ia bilang. Wajahnya benar-benar berantakan akan makeup-nya yang luntur. Efek alkohol begitu mempengaruhinya membuat wanita itu bicara melantur sana-sini.

Tiba-tiba Ayana memiringkan badan dengan mata sayunya yang buram memicing menatap seorang pria yang memaksanya masuk ke dalam mobil merah milik Ayana setelah pria itu menggeledah kunci mobil di dalam tas wanita itu. Kedua tangan Ayana bersedekap dengan bibir yang melipat lucu.

"Kau tahu apa lagi memabukkan?" Tanya Ayana aneh. Wanita itu membuka seat belt dan mencondongkan tubuhnya ke pria di sampingnya, ia bahkan sampai memeluk erat lengan pria itu.

Sungguh, entah harus bereaksi seperti apa Julian sekarang. Rasanya ingin sekali tertawa keras melihat betapa lucunya Ayana yang berada dalam pengaruh alkohol. Semua masalah yang menimpa mereka seakan hilang begitu saja. Julian tidak ingin waktu ini cepat berlalu, karena itulah sejak dari tadi ia menghentikan laju mobil Ayana di pinggir jalanan sepi menikmati racauan Ayana.

Pria itu memang sengaja membawa Ayana pergi menggunakan mobil wanita itu dan meninggalkan mobilnya di area parkiran club. Lebih mudah mengantarkan Ayana ke rumahnya langsung dengan mobilnya. Biarlah nanti Julian yang akan memesan taksi atau menelpon orang suruhannya.

Julian terkekeh pelan. "Whisky?" Ia menimpali.

"Ah, iya kau benar! Itu juga memabukkan. Tapi ada yang lebih memabukkan dari semua minuman alkohol." Seru Ayana lagi dengan nada semangat.

Alis Julian terangkat. "Owh, ya? Apa?"

Ayana balik menatap Julian, matanya masih memicing. "Sungguh aku ingin melihat wajahmu, tapi mengapa mataku buram? Apa aku minus?" Ayana mengubah topik pembicaraan lagi. Ia malah mengucek-ngucek matanya yang katanya buram.

"Kau mabuk, pandangan matamu buram karena efek alkohol." Sahut Julian seraya melepas seat belt-nya juga sambil memiringkan tubuh balik menatap Ayana. Tangan pria itu melepas jedai yang menjepit rambut Ayana hingga surai panjangnya itu jatuh tergerai. Ia pun merapikan rambut itu dengan jari jemarinya.

Julian juga menghapus make-up Ayana dengan tissue yang sudah Julian campurkan dengan pembersih wajah yang ia ambil dari atas dashboard. Julian cukup tahu beberapa kegunaan skincare wanita karena dulu sewaktu di Milan Ayana juga sering memakainya. Mulai dari pagi, siang dan malam tidak pernah terlewat. Julian tidak heran melihat itu di atas dashboard mobil Ayana.

Ayana mengangguk lucu. "Siapa kau? Suaramu tidak asing, tapi aku benci suara itu." Lirih Ayana kemudian.

Saat itu juga aktivitas Julian terhenti. Pria itu menatap lekat manik coklat istrinya dengan sorot mata sendu. Tanpa bertanya pun ia tahu orang yang Ayana tuju adalah dirinya. Julian tidak mengindahkan ucapan Ayana, ia memilih melanjutkan kembali membersihkan wajah Ayana dari makeup sampai bersih dan lebih segar dari sebelumnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa lagi yang memabukkan selain minuman alkohol?" Julian mengulang pertanyaannya tadi.

Tiba-tiba senyum tipis terukir di bibir Ayana. Wanita itu menatap ke depan dengan sorot mata sayunya yang terpancar dalam. "Matanya, kau tahu? Mata abunya selalu memabukanku, membuatku tenggelam, membuat aku terbuai. Dia selalu menyorot tajam, dingin, dan datar pada siapapun. Tapi itulah yang kusuka. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama lewat matanya itu."

Julian membeku, napasnya tercekat menyorot dalam sarat akan rasa bersalah menatap Ayana sedih.

"Tapi dia selalu mempermainkanku." Sahut Ayana tiba-tiba. Wanita itu memeluk lututnya yang ia lipat di atas jok mobil. Air matanya mulai bercucuran deras membasahi pipinya. "Dia hanya setia pada satu wanita. Dia tidak pernah mencintaiku."

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang