"Julian, kenapa tanganmu?"
Gadis itu menarik kedua tangan Julian. Matanya terbelalak saat itu juga melihat ternyata kedua tangan Julian benar-benar terluka parah bahkan sampai membengkak. Sepanjang malam pria itu memeluk Ayana erat bahkan barusan juga menyuapinya makan, namun mengapa Ayana baru menyadarinya sekarang?
"Luka karena pertarungan kemarin." Dusta Julian mencoba menarik kedua tangannya namun Ayana malah mencengkramnya erat.
"Kau berbohong, luka karena bertarung tidak mungkin separah ini. Ini seperti luka akibat memukul benda keras." Mata Ayana menatap intimidasi Julian.
Julian mengalihkan pandangannya enggan balas menatap Ayana yang menyorotnya tuntut. Ia merasa seperti kepergok melakukan kesalahan di hadapan ibunya. Karena semua yang Ayana katakan memang benar seperti apa yang Julian lakukan.
"Dimana obat merahnya?" Tanya Ayana kemudian tidak mau bertanya lebib lanjut. Baginya itu urusan Julian, ia tidak mau memancing amarah pria itu karena beranggapan dirinya terlalu ikut campur.
"Laci." Jawab Julian singkat yang langsung membuat Ayana mengambil obat merah tersebut dalam laci nakas lalu kemudian segera mengobati luka Julian.
Sepanjang Ayana mengobati, Julian tidak berhenti menelisik wajah serius gadis itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Menatap sendu seperti sarat akan rasa bersalah dan penyesalan.
"Apa kau menyesal menikah denganku?" Tanya Julian tiba-tiba.
Ayana terkekeh seraya menghindari kontak mata. "Kenapa kau bertanya begitu?"
"Jawab!" Datar Julian.
Gadis itu menelan ludah susah payah menyadari kali ini Julian serius, Ayana tahu pria itu tidak suka diabaikan pertanyaannya. "Untuk apa aku harus menyesal?"
"Orang-orang menganggapku bahaya. Bahkan Kakakmu juga sangat mewaspadai setiap gerak-gerik tindakanku. Tapi kenapa kau malah semakin mendekati bahaya itu?"
"Karena bahaya adalah tantangan. Aku suka tantangan." Jawab Ayana.
"Aku butuh jawaban lebih spesifik dari itu." Julian kurang puas akan jawaban Ayana.
"Kenpa kau memilih bahaya, Ayana? Padahal kau tahu keluargamu sebenarnya juga bisa saja membebaskanmu sekalipun kau sudah menjadi istriku. Mereka bisa mengibarkan bendera perang padaku kalau mau. Tapi kenapa kau malah memilih jatuh ke dalam jurang? Kenapa kau mengorbankan masa depanmu sendiri?"
Entah apa yang harus Ayana jawab setelah dicecar berbagai pertanyaan yang sensitif bahkan oleh orang penyebab Ayana jatuh sendiri. Haruskah Ayana menjawab jujur? Masa iya harus mengungkapkan dengan situasi yang menegangkan seperti ini. Terlebih itu semua, mengapa Julian bertanya seperti itu?
"Karena aku mencintaimu bukan karena siapa kau sebenarnya. Kita bertemu sebelum tahu sudut pandang keluarga masing-masing. Aku mengganggumu, mengejarmu, tapi kau tidak marah. Kau bahkan menyuruhkuku pergi saat di club malam itu supaya aku tidak dirusak pria lain. Dibalik wajah dinginmu, kau masih menyimpan rasa peduli padaku." Lugas Ayana.
Julian juga terkekeh mengingat saat-saat awal pertemuan mereka.
"Lalu mengapa kau masih tidak menyerah mengejarku sekalipun aku menbencimu setelah tahu siapa kau sebenarnya?" Mata Julian semakin lekat menatap Ayana.
"Karena aku tahu, kau membenciku sebagai Ayana putri Thomas Alderick, bukan sebagai Ayana yang selalu mengganggumu." Jawab Ayana balas menatap Julian.
Julian tersenyum tipis nyaris tidak terlihat. "Но теперь мне нравятся оба (No teper' mne nravyatsya oba)." Gumam Julian kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Romance[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...