56. Keadaan Selena

2.3K 48 4
                                    

Di bawah pohon rindang di depan rumah. Suasana yang begitu sejuk begitu kian terasa. Sepoi-sepoi angin yang menerpa kulit terasa sejuk.

Julian membuka matanya dan terbangun dari tidurnya menatap sekeliling rumahnya yang ia tinggali dulu. Suasana di taman depan rumah itu terasa sangat nyaman kali ini. Sama seperti terakhir kali yang ia rasakan sebelum pembantaian yang menewaskan ayahnya.

Kening pria itu mengernyit heran bercampur bingung. Apakah ini halusinasi? Padahal ia ingat betul kemarin malam rumah ini sudah hancur berkeping-keping. Bahkan sama sekali tidak ada bangunan yang tersisa kecuali runtuhan tembok.

"Julian!"

Deg!

Degup jantung pria itu berdegup kencang kala menangkap suara yang sangat tidak asing ditelinganya. Suara yang sering ia dengar untuk menuntunnya menjadi tegar dan berani menghadapi semua masalah. Suara itu ... yang selalu ia dengar tegas dan berwibawa dalam menasehati.

Ia menoleh ke arah samping kanan dimana suara itu berasal. Air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa dicegah. Julian tidak peduli jika nantinya ia akan dicap cengeng sebagai pria, karena sekuat apapun ia, nyatanya hatinya tetap lemah.

Kemudian netra Julian melirik wanita cantik di samping pria itu. Rasa rindu dan sakit itu kembali ia rasakan. Sesak kembali melanda dadanya.

"Dad ... Mom ..."

Tanpa menunggu lagi Julian memeluk ayah dan ibunya erat menyeruakkan rasa rindunya terutama untuk ayahnya.

"Aku tidak kuat Dad ..."

Leo melepas pelukan putranya pelan dan mencengkram pundak Julian erat. Sorot matanya menajam memancarkan ketegasan. "Dengar Julian! Jangan pernah tumbang hanya karena satu masalah. Apa Daddy pernah mendidikmu menjadi pengecut?! Tidak, Julian! Kau anak Daddy. Kau kuat, kau tegar, kau pria! Jangan karena ini kau memilih menyerah!" Kelakar Leo.

"Ingatlah! Masih ada Selly, Nak. Kau harus kuat demi dia!" Kali ini Arallyn yang bersuara sembari mengelus lembut pipi Julian.

"Ingat juga istrimu, Ana."

Julian menunduk tanpa mampu membalas ucapan ayahnya. Ia terbelenggu akan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang kakak dan suami.

Tiba-tiba ...

"Tuan! Maaf, menggangu tidur Anda. Tetapi ada yang harus dibicarakan di ruangan dokter."

Mendengar itu, Julian tersentak dari tidurnya. Ia menoleh ke arah seorang suster yang berdiri sambil menunduk di sampingnya. Tanpa bicara apa-apa, Julian mengangkat tangan menyuruh wanita itu pergi. Julian baru sadar kalau ia sedang di rumah sakit tempat adiknya dirawat. Usai dari pemakaman ibunya, Julian segera kesini melihat keadaan Selena yang masih tertekan.

Setelah suster itu pergi, Julian menyandarkan kepalanya ke belakang kursi tunggu rumah sakit. Tangannya memijat keningnya yang pusing. Pikirannya kembali melayang saat sebelumnya ia bermimpi bertemu dengan ayah ibunya yang mungkin itu adalah memang tanda bahwa ia harus tegar.

Ia menghela napas panjang, Julian kemudian bangkit berdiri menuju ruang dokter sesuai dengan apa yang dikatakan suster itu sebelumnya.

***

"Tuan, dengan berat hati harus saya katakan. Kalau Nona Selena mengalami Prolonged grief disorder yaitu kondisi yang membuat seseorang merasa sedih dan berduka untuk waktu yang lama karena ada orang terdekat yang meninggal dunia. Kondisi berduka jangka panjang ini dapat menyebabkan seseorang merasa sedih dalam jangka panjang.

"Penderita prolonged grief disorder biasanya tidak akan mampu menjalani aktivitas sehari-hari. Contohnya, belajar di sekolah, bersosialisasi, maupun bekerja. Atau gejala yang lebih parahnya adalah dapat menyebabkan halusinasi karena tidak dapat menerima kenyataan."

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang