12. Tembakan

2.9K 68 0
                                    

Ruangan khas obat-obatan begitu menyengat indera penciuman. Para suster dan dokter berlari sana sini mengerjakan tugasnya masing-masing. Suara erangan orang-orang yang sakit terdengar nyaring dari setiap ruang rawat.

Julian membuka pintu salah satu ruangan yang ada di sana secara perlahan. Lalu kemudian matanya menangkap seorang wanita paruh baya yang begitu pucat sedang duduk di atas brankar menyandarkan kepalanya pada bantal. Tatapan mata wanita itu kosong seolah tidak ada gairah hidup. Tubuhnya begitu kurus menampakkan pipi tirusnya.

Rasa sesak tiba-tiba saja menyergap masuk ke dalam dada Julian melihat wanita penyemangatnya selama ini dalam keadaan seperti itu. Wanita itu tidak lain adalah Arallyn Tuselova Alvarez, ibu kandung dari Julian dan Selena. Tampaknya wanita itu tidak menyadari keberadaannya dan masih sibuk dengan pikirannya.

Perlahan langkah kaki pria itu masuk ke dalam menghampiri ibunya. Mata yang biasanya menyorot tajam pada setiap orang yang ditemuinya kini terlihat begitu sendu menatap wanita paruh baya itu.

"Mommy!" Panggil Julian pelan.

Wanita itu menoleh kala menyadari ada orang lain selain dirinya di sana. Senyum lembut keibuan tercetak jelas di bibir pucatnya menyambut kedatangan anaknya.

"Julian, kau datang, Nak?" Ujarnya lemah.

Julian tersenyum, pria itu menyimpan bingkisan buah yang ia bawa dan menyimpannya di atas nakas. Lalu kemudian dia mendudukkan dirinya di atas pinggiran ranjang yang sama dengan ibunya.

"Iya, maaf karena selama beberapa hari belakangan ini aku jarang kesini." Ucap Julian menyesal.

Arallyn menggeleng pelan dengan senyum tulus keibuan yang tidak pernah surut. "Tidak apa-apa. Mommy mengerti kau pasti banyak pekerjaan menangani perusahaan." Kata wanita itu.

Julian hanya diam. Bukan itu yang menjadi alasannya tidak menjenguk ibunya. Melainkan karena ia yang ke Indonesia dan menikahi seorang gadis yang merupakan putri musuhnya tanpa sepengetahuan ibunya.

"Ada yang ingin aku katakan pada Mommy. Aku berharap Mommy tidak marah."

Kening wanita paruh baya itu berkerut samar. "Apa?"

"Aku sudah menikah."

Kedua bola mata milik Arallyn membulat sempurna mendengar penuturan putranya. "Julian--"

"Maafkan aku karena tidak memberitahu Mommy terlebih dahulu."

Arallyn manarik napas mencoba berpikir jernih dengan semua ini. Jujur, ia begitu terkejut mendengar putranya yang tiba-tiba saja sudah menikah. Terlebih dari semua itu, siapa gadis yang menjadi istri putranya? Karena selama ini Arallyn sangat tahu kalau Julian tidak pernah ingin memulai hubungan dalam ikatan pernikahan.

"Siapa gadis itu?"

Julian terdiam sebentar mencoba mencari kata yang tepat agar tidak membuat ibunya semakin terkejut. "Dia, dia ... Ayana. Putri Thomas Alderick!"

Deg!

Jantung Arallyn tiba-tiba saja merasakan sakit yang teramat kala mendengar nama itu. Tangannya memegang dada sebelah kirinya. Julian panik melihat keadaan ibunya. Inilah yang ia takutkan kalau jujur pada sang ibu. "Mom, you okay?"

Setelah beberapa saat, Arallyn kembali seperti semula. Jantungnya mulai berdetak dengan normal lagi meski wajahnya terlihat sangat lelah diiringi keringat dingin yang mengucur. Wanita itu menatap Julian sendu dengan air mata yang mulai bercucuran.

"Kau menikahi gadis itu karena ingin balas dendam?" Tanya Arallyn pelan.

Julian diam.

Arallyn memalingkan wajahnya. Sorot mata kecewa terlihat jelas di kedua bola matanya. "Berapa kali Mommy harus bilang, Jul? Lupakan semuanya. Ini sudah takdir--"

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang