45. Luka

3.4K 73 4
                                    

Semilir angin malam kembali berhembus pelan membuat sensasi dingin yang begitu terasa sangat menusuk kulit bagi siapa saja yang menerpanya. Musim semi yang seharusnya bersuhu sedikit hangat karena menjelang musim panas sekarang tidak jauh berbeda dengan musim dingin.

Sejak hari dimana Ayana mengetahui kebenaran bahwa dirinya telah keguguran kala itu, ia lebih banyak murung dan mengurung dirinya di kamar. Wanita itu masih sedih dan terluka akan kenyataan pahit ini. Semua ajakan dan hiburan dari Selena dan ibu mertuanya hanya Ayana tanggapi senyum tipis tanpa bisa ikut ceria lagi.

Terlebih itu semua, Ayana lebih sakit hati akan perubahan sikap Julian padanya. Ia yang seharusnya butuh dukungan dari pria itu setelah keguguran justru malah semakin diabaikan. Sungguh, Julian benar-benar menyiksa batinnya dengan cara seperti ini.

Grap! Sreet!

Terlalu melamun sedari tadi membuat Ayana tidak menyadari keadaan sekitar ketika sebuah peluru melesat ke arah kepalanya. Namun tiba-tiba saja seseorang langsung menariknya dan memeluknya erat menjadikan orang itu tameng dari peluru yang hampir saja menewaskan nyawanya.

"Julian lenganmu terluka!" Pekik Ayana ketika menyadari bahwa yang menarik dan menyelamatkan dirinya adalah Julian. Ia melihat ada darah yang mengalir dari lengan pria itu karena memeluknya sehingga peluru tanpa suara itu menggores lengan pria itu, sedangkan peluru itu memantul ke arah belakang.

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Siapa yang berniat membunuhku? Dan mengapa tembakan itu sama sekali tidak mengeluarkan suara?" Cerca Ayana sambil membantu menekankan kain di lengan Julian untuk mencegah pendarahan agar tidak semakin banyak.

"Orang itu memakai suppressor di senjata apinya." Jawab Julian datar sambil memperhatikan wajah Ayana yang kacau.

"Suppressor?"

"Hm, peredam suara."

Sejenak ada hening di antara mereka. Ayana melupakan terlebih dahulu rasa kecewa yang dirasanya untuk Julian. Begitupun sebaliknya, Julian ikut terdiam memperhatikan wajah cantik Ayana yang sedang mengikatkan kain di lengannya. Sejenak Julian seolah tenggelam dalam wajah cantik nan sendu yang ia tatap.

"Pergilah!" Titah Julian sambil memalingkan wajahnya.

"Sebentar, ini belum selesai." Sahut Ayana.

"Bukan dari sini, tapi dari hidupku."

Deg!

Ayana dibuat membeku saat itu juga ketika mendengar penuturan yang benar-benar membuat dirinya merasa sakit sekali. Bahkan tanpa bisa dicegah matanya berkaca-kaca menatap Julian yang memalingkan wajahnya ke sembarang arah seolah menghindari tatapannya.

"A-apa maksudmu?" Tanyanya sedikit bergetar.

"Apa kau tuli? Aku menyuruhmu pergi dari sini, dari hidupku."

Terkekeh kecil adalah respon yang diberikan Ayana, namun bagi siapa saja yang cermat mendengarnya maka akan terdengar kekehan miris. "Jangan becanda."

"Apa yang aku katakan terdengar lelucon belaka?" Dingin Julian.

Mendengar itu, Ayana mendongak menatap Julian yang baginya seakan menampakkan wajah serius dan sama sekali tidak ada keraguan dalam netra milik pria itu. Saat itu juga Ayana meluruhkan air matanya tanpa bisa dicegah lagi.

"Setelah apa yang kau lakukan selama ini kau ingin semuanya berakhir begitu saja?" Parau Ayana dengan suaranya yang tersendat menahan tangis.

"Kau sudah mengecewakanku. Kau mengabaikan janjimu." Sahut dingin pria itu.

Ayana terkekeh diiringi air mata yang bercucuran deras. "Julian aku melanggar karena aku ingin--"

"Apapun alasannya aku tidak peduli." Sela Julian menginterupsi. "Kau tahu aku benci orang yang mengingkari janjinya. Maka dari itu ..." Julian menjeda kalimatnya, pria itu memejamkan mata singkat menghirup napas berat.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang