86. Kebahagiaan (END)

4.9K 70 8
                                    

Di depan ruang rawat, banyak orang-orang yang menunggu. Diantaranya ada Eva dan Jericho, Elsa, Thomas dan Amara, serta Selena.

Di dalam sana ada seorang wanita yang sedang berjuang melahirkan anak pertamanya ditemani sang suami. Siapa lagi kalau bukan Ayana. Tidak disangka dan tidak diduga, padahal menurut perkiraan Dokter Ayana akan melahirkan minggu depan, tetapi ternyata dugaan itu melenceng.

"Sakitt ..." Rintih Ayana menangis mengusap perutnya setiap kali mengalami kontraksi.

"Sudah kukatakan sebelumnya, kalau tidak kuat, operasi caecar saja." Ucap Julian dengan bibir bergetar sambil mengusap keringat di dahi istrinya itu.

Julian masih dengan pakaian formalnya lengkap dengan dasi dan jas hitamnya. Saat tadi ia benar-benar terkejut ketika dikabari istrinya itu mau melahirkan. Beruntung ada keluarga dari Ayana yang sudah datang kemarin sore. Tanpa menunggu lagi ia langsung menuju rumah sakit tidak peduli jika saat itu masih ada meeting dengan para client.

Meski awalnya Julian disuruh menunggu di luar oleh dokter, namun pria itu tetap memaksa ingin menemani istrinya itu. Untuk apa menunggu kalau ia tidak bisa berbagi rasa sakit dengan istrinya?

Air mata mengalir deras dari kedua bola mata Ayana. "A-aku kuat, Julian. Aku kuat," Wanita itu menguatkan diri sekaligus menenangkan suaminya yang khawatir. Baginya, melahirkan seorang anak dengan cara normal adalah sesuatu yang harus dibanggakan. Karena dengan cara itu ia bisa menjadi seorang wanita dan ibu yang sesungguhnya.

Julian mengangguk menggenggam tangan Ayana erat dengan tangan lainnya yang masih mengusap lembut kepala istrinya. Pria itu juga menyeka air mata wanita itu sebelum kemudian menunduk mengecup kening istrinya. "Kau memang kuat, kau wanita kuat. Tenanglah, aku akan selalu ada untukmu." Bisik Julian.

Disela sakitnya, Ayana mengukir senyum lemah mendengar kalimat menenangkan suaminya itu. Beberapa detik setelahnya tiba-tiba Ayana reflek mencengkram lengan Julian merasakan sakit di perutnya ribuan kali lipat dari tadi.

"Nyonya, kepala bayi mulai terlihat. Inilah waktunya," Seru dokter wanita yang menangani Ayana.

Ayana menelan ludah kasar.

"Kau siap?" Tanya Julian pelan tanpa peduli sakit di lengannya akibat cengkeraman Ayana.

Ayana mengangguk pelan menyiapkan diri.

"Lampiaskan padaku," kata Julian menyodorkan tangannya yang tadi dicengkeram ke mulut wanita itu menyerahkannya untuk digigit.

Pertama-tama, Ayana menarik napas kuat. Lalu ketika merasakan ada sedikit dorongan dari bayinya, barulah ia mengejan sekuat tenaga meski diiringi erangan kesakitan dan air mata. Tangan Julian yang pria itu sodorkan benar-benar menjadi pelampiasan Ayana untuk digigit.

Sama sekali Julian tidak memperdulikan sakit di tangannya yang tampak setitik darah yang keluar. Baginya sakit itu tidak sebanding dengan yang Ayana rasakan. Pria itu terus mengagumkan kalimat penguat berbisik pelan di telinga istrinya menyemangati wanita itu.

Tidak berselang lama, suara tangisan bayi menggema.

Saat itu juga Ayana terkulai lemas dengan senyum lirih campur haru di bibirnya. Wanita itu menggenggam lemah tangan Julian. "Anak kita benar-benar sudah lahir?"

Julian mengangguk sekilas, ia juga tersenyum lirih mengusap keringat di dahi istrinya lagi yang tidak berhenti mengalir sedari tadi. "Ya, anak kita sudah lahir, kau berhasil, Sayang."

"Selamat Nyonya, Tuan, bayinya perempuan."

Ayana dan Julian saling lirik.

Julian terkekeh pelan. "Kan? Apa kataku kalau anak kita perempuan."

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang