13. A Women in The Past

2.9K 64 1
                                    

"Om my God, Julian! What's wrong with you?!" Pekik Ayana.

Pria itu mendengus kesal. Hampir saja ia jantungan gara-gara teriakan Ayana yang luar biasa memekakkan telinga. Gadis itu mendekat ke arah Julian dengan wajah yang khawatir. Tanpa aba-aba Ayana menarik tangan Julian menyeretnya keluar dari dapur.

"Hei! Apa yang kau lakuka-- argh!" Pria itu mengerang kesakitan saat Ayana dengan sengaja menekan luka tembaknya. Sorot mata pria itu berkobar marah. "Apa kau gila, hah?! Kenapa kau malah menekannya?!" Bentak Julian keras.

Ayana menunjukkan cengiran kudanya, tangan satunya terangkat membentuk dua jari. "I'm sorry. Aku hanya ingin membantumu." Jawab Ayana.

"Ck, aku tidak butuh bantuan--"

"I don't care!" Sela Ayana cepat. "Ikuti aku atau aku akan menekan lebih keras lagi lukamu."

Entah ada angin apa hingga Julian menuruti keinginan gadis yang sebenarnya sangat ia benci. Julian bahkan menurut saja saat Ayana memintanya duduk.

"Pelayan, tolong ambilkan anestesi!" Pinta Ayana pada salah satu pelayan yang ada di sana. Pelayan itu menurut, dengan segera mengambil apa yang disuruh padanya.

"Ini Nona!"

Ayana mengambil sodoran pelayan itu. Dengan pelan gadis itu membasahi luka yang ada di lengan Julian dengan cairan itu. Lalu ia juga merebut pisau yang ada di tangan pria itu untuk mengorek lengannya dan mengeluarkan peluru tersebut. Kurang lebih Ayana tahu cara mengeluarkan peluru mengingat ia sering melihat adegan film Action kesukaannya yang berhubungan dengan tembakan.

Pria itu menggertak akan giginya saat Ayana menyentuh lukanya sedikit kasar yang menimbulkan rasa perih dan sakit. "Tidak bisakah kau pelan-pelan membasahinya?!" Desis Julian.

Ayana mendengus kesal menatap mata abu itu yang baginya sangat menyebalkan. "Ini sudah pelan. Kaunya saja yang payah!" Semburnya mengumpati Julian.

"Berani kau mengataiku?" Julian emosi hingga menarik rambut panjang gadis itu.

"Adududuh ... hehe, bercanda Sayang!" Bahkan disela sakitnya gadis itu masih bisa bercanda.

Malas berdebat, Julian memilih melepaskan tangannya dari rambut panjang Ayana. Diam-diam matanya menatap wajah cantik gadis yang terlihat serius mengobati lukanya itu. Tidak menampik Julian katakan kalau Ayana memang memiliki paras yang menawan. Terlebih bibir merah muda yang begitu menggoda hasratnya membuat Julian rasanya ingin melahap habis bibir itu.

Julian bisa saja menuntaskan hasrat lelakinya pada Ayana, tetapi entah mengapa setelah ia menikahi gadis ini ada rasa enggan menyentuhnya. Padahal sebelumnya mereka hampir berhubungan di hotel waktu itu. Bukan karena Julian tidak tergoda, pria itu hanya merasa ragu untuk melakukannya. Lebih tepatnya ada rasa kasihan.

Separuh hati pria itu mengatakan kalau lebih baik dirinya berhenti melanjutkan misinya untuk membuat gadis itu menderita, tetapi separuh hatinya lagi mengatakan bahwa Julian harus tetap melanjutkan misinya.

"Kenapa kau melihatku? Terpesona, ya?" Ayana menggoda pria itu sambil mencolek dagunya.

Seketika saja rasa kagum yang sebelumnya Julian rasakan berganti dengan rasa kesal bukan main kala mendengar penuturan kepercayaan diri yang begitu tinggi gadis di hadapannya. Dengan kasar Julian menepis tangan lentik itu dari dagunya. "Tidak usah terlalu percaya diri!" Sarkasnya.

"Hm," Ayana hanya bergumam santai merespon sarkasan suaminya. Jauh di lubuk hatinya, Ayana merasa berbunga-bunga. Ia tidak buta untuk mengetahui bahwa Julian tadi memang menatapnya dalam.

"Dimana Selly?"

Ayana tidak merespon apapun. Gadis itu hanya mengulum bibirnya menyembunyikan senyum kebahagiaan yang terpancar di wajahnya.

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang