70. Rapuh

2.7K 62 3
                                    

Sudah dua hari berlalu Ayana dirawat, namun keadaan wanita itu masih sama saja seperti awal-awal dibawa ke rumah sakit. Ayana masih lemah tidak bertenaga, bahkan kata dokter harus dirawat lebih lama sampai keadaannya benar-benar pulih total.

Selama itu pula, Ayana benar-benar tidak mau bertemu keluarganya kecuali Amara dan Elsa. Bahkan pada ibu dan adiknya itu pun ia hanya merespon anggukan dan gelengan kepala ketika ditanya. Wanita itu mungkin akan sedikit luluh ketika bersama Julian.

Seperti sekarang, Ayana sama sekali tidak menolak ketika Julian yang menawarkan diri menjaganya di ruang rawat padahal wanita itu sebelumnya sama sekali tidak mau ada yang masuk ke ruangannya. Bahkan pria itu juga ikut membantu mengganti perban di setiap pergelangan tangan dan kakinya yang masih memar terluka akibat borgol beberapa hari lalu.

"Kemarikan tangan kirimu!" Titah Julian usai membalutkan perban di tangan kanan Ayana.

Tanpa membantah, Ayana memberikan tangan kirinya pada Julian. Dengan segera pria itu juga membuka perban yang melingkar di pergelangan tangan wanita itu. Luka memar parah dan darah yang menggumpal tampak masih basah ketika Julian membuka lilitan perban itu. Diantara semua luka Ayana, yang paling parah memang tangan kiri dan keningnya.

"Iss ..." Ayana meringis pelan ketika Julian membersihkan tangannya dengan air hangat. Tangan kirinya bisa separah itu karena diborgol satu tangan selama tiga hari dan Ayana terus memberontak tidak henti membuat tangannya itu luka parah.

"Tahan sebentar," ucap Julian menenangkan seraya meniup luka wanita itu. Setelahnya, ia segera mengucurkan obat merah kemudian melilitkan lagi perban baru di pergelangan tangan Ayana.

Tidak hanya itu, Julian melakukan hal yang sama di kening wanita itu juga yang lebih terluka parah. Pria itu benar-benar telaten dan penuh kelembutan ketika mengobati luka Ayana. Sorot matanya memancar teduh namun sarat akan sedih ketika melihat luka itu.

"Ini terakhir kalinya kau melukai dirimu sendiri," ujar Julian pelan mengusap kening Ayana yang terluka setelah ia mengganti perbannya.

Pandangan mata Ayana tertunduk. "Kau juga waktu itu melukai diri sendiri." Sahut Ayana mengingatkan Julian pada kejadian dimana pria itu melukai tangannya.

"Itu berbeda," sanggah Julian.

"Apanya yang beda?" Dagu wanita itu terangkat menantang.

Julian bungkam.

"Katakan apa yang beda?" Tanya Ayana sekali lagi dengan nada lebih ditekan.

"Pasti ada hubungannya dengan masalah di Milan, bukan? Masalah Matteo?"

Pria itu masih diam.

"Kau belum menjelaskan semuanya padaku."

Saat itulah Julian balik menatap Ayana mendengar kalimat terakhir yang Ayana lontarkan. "Aku sudah mengatakan padamu aku akan menjelaskan ketika kau sembuh."

"Aku maunya sekarang." Wanita itu menundukkan pandangannya enggan menatap mata Julian, karena Ayana yakin ia tidak akan bisa membantah jika pria itu menatap tajam padanya. Ayana tidak ingin menurut kali ini, ia ingin tahu semuanya.

"Ana untuk kali ini jangan keras kepala, kumohon--"

"Tapi aku mau tahu semuanya, Julian!" Seru wanita itu memotong ucapan Julian. "Aku mau tahu keadaan Mommy, aku mau tau keadaan Selly!" Ayana menangis memalingkan wajah ke lain arah enggan menatap Julian.

Julian memejamkan matanya singkat melihat itu, kemudian ia bergerak memeluk Ayana dan mendekapnya erat seraya membubuhkan kecupan di kening dan kepalanya. Sungguh ia bingung harus seperti apa sekarang, apa ini waktunya menjelaskan semuanya juga pada Ayana?

Jebakan Sang Mafia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang