"Kenapa kau memilih memendam semuanya sendiri?"
Pertanyaan itu terlontar tepat setelah Julian membaringkan tubuh Ayana di atas ranjang ruangannya setelah dari ruang rawat Selena. Pria itu tidak langsung menjawab, ia hendak mengambil kursi, namun tangan Ayana menahan pergerakan Julian.
Wanita itu menatap melas. Wajah sedihnya masih terpatri jelas. "Duduk di sini saja, peluk aku," pintanya pelan menepuk sisi brankarnya.
Julian tersenyum kecil, tanpa membantah, ia segera menuruti kemauan wanitanya itu menarik Ayana ke dalam dekapannya seraya membubuhkan kecupan singkat di keningnya. "Aku sengaja tidak memberitahumu karena aku takut kau menjadi incaran musuh." Julian menjawab pertanyaan Ayana sebelumnya.
"Setidaknya kau bisa memberitahuku diam-diam,"
"Memangnya kau bisa bersandiwara?" Terka Julian pula.
"T-tidak juga, tapi setidaknya kalau kau memberitahuku aku akan mengerti." Sahut Ayana pelan.
Julian mengangguk singkat. "Kau memang akan mengerti tapi nantinya kau juga akan keras kepala terus memaksa berdiri di sampingku."
"Itu memang keinginanku!" Seru Ayana lagi. Nada marah sekaligus kesal terdengar dingin. Jelas ia marah, mengapa Julian malah menyimpan semuanya sendiri?
"Aku tahu, tapi itu jugalah yang aku takutkan. Semakin kau mendesak, semakin aku merasa risau karena masalah sebenarnya belum terbongkar jelas. Itu bisa membuatmu celaka, aku tidak mau hal itu terjadi." Tangan Julian terulur mengusap pipi Ayana lembut mencoba memberi pengertian.
Ayana menunduk, "Hm, aku mengerti." Sahutnya pelan.
Meski Ayana masih ingin mencecar Julian dengan berbagai pertanyaan, tapi Ayana memilih bungkam mencoba mengerti maksud Julian. Tidak menampik Ayana katakan ia cukup merasa terharu akan penuturan Julian yang lebih memilih merencanakan semuanya sendiri daripada mengambil risiko yang dapat membahayakan Ayana.
"Sejak kapan kau mencintaiku?" Tanya Ayana lagi tiba-tiba mengubah topik dengan wajah mendongak ke belakang.
Sejenak kedua mata itu saling tatap dalam seakan menjelaskan perasaan masing-masing. Julian tersenyum tipis menatap Ayana. "Aku tidak tahu kapan pastinya aku mulai jatuh cinta padamu. Tapi yang jelas, aku menyadari aku sudah mencintaimu tepat di malam pertama kita melakukan hubungan."
"S-sungguh? Selama itu?" Ayana tergugu mendengar penuturan Julian. Kedua matanya pun reflek berkaca-kaca.
"Lalu apa arti ucapanmu di malam terakhir kau mengusirku?" Julian tidak pernah mengungkapkan ia mencintai Ayana. Karena itulah Ayana selalu overthinking, ia jadi tersiksa akan asumisinya sendiri. Terlebih mengingat malam dimana Julian mengusirnya dan mengatakan tidak pernah mencintainya.
"Aku berbohong padamu,"
Mata Ayana berkaca-kaca. "Kenapa? Apa kau tahu betapa hancurnya aku--"
"Aku tahu," sela Julian memejamkan mata. "Kau sudah tahu kenapa aku mengambil keputusan itu. Aku ingin melindungimu."
Helaan napas berat Ayana keluarkan, wanita itu mencoba mengerti keadaan Julian yang juga sama beratnya waktu itu seperti dirinya meski Ayana masih tidak terima akan keputusan Julian begitu saja. "Kalau begitu mengapa kau tidak pernah mengungkapkannya saat sebelum masalah itu? Saat kita masih menikmati kebersamaan kita?"
Sejenak Julian merenggangkan pelukannya pada Ayana. Pria itu menatap lekat wajah cantik istrinya itu. "Mengapa kau tidak menyadari sikapku padamu?" Tanya Julian balik.
"Wanita juga butuh kepastian." Jawab Ayana pelan.
"Bukankah aku sudah memberimu kepastian di malam pertama kita," bisik Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Romantik[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...