Beberapa bulan kemudian.
Kehidupan Ayana dan Julian di Milan benar-benar harmonis tanpa ada konflik seperti sebelum-sebelumnya. Meski diwarnai dengan perdebatan kecil karena Ayana yang terkadang manja dan egois ingin menang sendiri tapi, itu tidak menyurutkan kebahagiaan mereka. Karena Julian selalu tahu cara menaklukkan istrinya itu.
"Sayang ..."
Sepasang tangan lentik melingkar di leher Julian memeluknya dari belakang. Pria yang sebelumnya berkutat dengan laptop itu menoleh ke samping dimana seorang wanita sekarang sudah menumpukan dagunya di pundak pria itu.
"Aku sedang bekerja, Babe. Tunggulah."
Ayana mencebikkan bibirnya. "Aku bosan duduk diam di sofa."
"Kau bisa keluar untuk jalan-jalan atau berbelanja sesukamu."
Wanita itu malah mengendikkan bahu acuh. "Malas, aku tidak punya teman di sini."
"Minta temani Xeona saja, sekretarisku. Mau kutelpon?"
"I don't want!" Ketus Ayana kesal. Mengapa Julian tidak mengerti kalau yang ia inginkan adalah dirinya?
Sudah seperti ini, Julian hanya bisa menarik napas. Bibirnya tersungging senyum tipis menyadari istrinya ini mulai merajuk. Kalau semakin diajak bicara, maka Ayana akan semakin marah. Pria itu menyender ke belakang kursi. Menarik pelan tangan yang melingkar di lehernya ke depan lalu menuntunnya untuk duduk di pangkuannya.
Meski sudah diperlakukan demikian, Ayana malah masih merajuk bersedekap memalingkan wajah ke samping enggan menatap suaminya.
Julian terkekeh seraya menarik dagu Ayana menghadapnya. "Marah?" Satu alisnya terangkat.
Ayana mendelik. "Aku tidak suka diduakan."
"Tanggung, tinggal beberapa file lagi. Setelah itu kita pulang dan kita masih punya waktu banyak berdua." Lugas Julian sambil menyelipkan helaian rambut Ayana ke belakang telinga.
"Cih, omong kosong! Dari minggu-minggu sebelumnya kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Kau selalu pulang larut malam setiap hari lembur bekerja. Bahkan kalau aku tidak kemari hari ini saja pasti kau juga akan ada meeting." Cecar Ayana mengutarakan segala kekesalannya. Wanita itu kembali memalingkan wajahnya tidak mau menatap Julian.
Sekali dua kali Ayana mungkin bisa memaklumi, tapi ini sudah berkali-kali selama beberapa minggu belakangan ini. Siapa yang tidak kesal? Terlebih untuk Ayana yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi tujuh. Julian bahkan terkadang selalu pulang larut malam ketika wanita itu sudah tidur. Hari ini saja Ayana nekat ke kantor menemui suaminya itu saking rindunya.
Julian mengatupkan bibir melihat istrinya. Tidak menampik ia juga merasa bersalah pada Ayana yang belakangan ini Julian abaikan. Mau bagaimana lagi, hampir setiap hari banyak sekali meeting dengan para pemegang saham dan investor baru di perusahaan induk. Belum lagi laporan demi laporan dari anak perusahaan cabang di Rusia dan Jepang yang mulai beroperasi kembali setelah di bom oleh Matteo kala itu.
Sejak pulang dari Indonesia beberapa bulan lalu, pekerjaan Julian memang langsung menggunung hingga berbulan-bulan setelahnya sampai hari ini. Maklumi saja, Julian waktu itu memang terkadang mengabaikan pekerjaan demi Ayana. Wajar jika pekerjaannya sekarang berkali-kali lipat banyaknya sampai mengabaikan istrinya itu.
"Maafkan aku, Sayang. Bukan maksudku menduakanmu dengan pekerjaan. Tapi kau tahu sendiri perusahaan juga tanggungjawabku." Bujuk Julian.
"Kenapa kau tidak meminta orang suruhanmu mengerjakannya?" Nada ketus masih terdengar dari intonasi ucapan Ayana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Romance[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...