Pagi menjelang.
Ayana mengerjapkan mata terbangun dari tidurnya. Wanita itu menggeliat pelan merenggangkan tubuhnya yang begitu sangat pegal namun juga terasa nyaman merasakan kehangatan sebuah pelukan. Tangan Julian memeluknya erat seakan tidak mau melepaskan.
"Sayang bangun," Ayana menepuk pelan lengan Julian.
Pria itu melenguh mengerjapkan matanya. "Jam berapa sekarang?" Tanya Julian dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Ayana sedikit melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan pagi. "Jam sembilan." Jawab Ayana. "Lepaskanlah dulu, aku mau mandi."
"Mandi bersama?" Ajak pria itu, tangannya masih memeluk Ayana enggan melepasnya.
"Tidak!" Ayana menjawab cepat. "Aku tahu apa yang ada di otakmu itu!" Cetusnya tiba-tiba.
Julian terkekeh, ia semakin mengeratkan pelukannya. "Ayolah, aku tidak akan macam-macam."
"Tidak akan macam-macam?" Wanita itu tersenyum meremehkan seakan tidak percaya dengan apa yang Julian katakan. "Semalam saja kau benar-benar membuat aku tidak berdaya. Tubuhku terasa begitu remuk kau tahu?"
"I'm sorry, tapi itu salahmu juga memulai lebih dulu yang membuatku lebih bersemangat dari biasanya." Kecup Julian di telinga Ayana. Memang benar, setiap kali Ayana yang memancingnya lebih dulu pasti Julian lebih bersemangat. Berbeda dengan ia yang mengawali.
Wanita itu kembali menggeliat. "Ku-kupastikan itu terakhir kali aku memulai,"
Julian terkekeh tidak terlalu memperdulikan. Mau Ayana atau ia yang mulai ujungnya sama saja, sama-sama meraih kepuasan. "Jadi?"
"Jadi apa?" Ayana mengernyit heran.
"Mau bukan mandi bersama?"
"Ck, tid--"
"C'mon, Baby. Aku tidak akan macam-macam. Aku janji,"
Mendengar kata janji, Ayana sedikit percaya. "Baiklah, tapi ..." Ayana tersenyum lebar. "Gendong aku," manjanya.
Julian tertawa pelan mendengar itu. Pria itu bangkit seraya menggeliatkan dulu tubuhnya membuat setiap sendi-sendinya terdengar kretekan antar tulang. Pria itu berbalik badan merendahkan tubuh dan mulai mengangkat istrinya ke kamar mandi bersama.
Sabun beraroma lavender menguar memasuki hidung ketika kedua sepasang suami istri itu berendam di dalam bath tub air hangat. Ayana menyandarkan punggungnya dalam pelukan suaminya yang memeluknya dari belakang.
"Jul,"
Julian bergumam menjawab seruan Ayana. Pria itu menikmati posisi mereka saat ini. Julian menumpukan keningnya di pundak Ayana dari belakang dengan mata terpejam.
"Aku masih tidak menyangka Daddy Leo sudah mengharapkan kita bersama sejak aku masih kecil." Ayana tiba-tiba teringat percakapan semalam dengan ayahnya tentang ayah mertuanya.
"Itu artinya ayahku tahu kebahagiaan putranya ada di siapa." Jawab Julian mengecup singkat pipi Ayana.
Ayana tersenyum, tapi sesaat kemudian senyumnya surut. "Tapi sebelum aku, kau mencintai Cleo, bertahun-tahun lamanya."
"Dia hanya masa lalu. Untuk apa diungkit lagi?" Malas sekali untuk Julian membahas Cleo apalagi kalau ingat apa yang dilakukan wanita itu padanya dan keluarganya.
"Meskipun masa lalu tetap saja dia pernah bertahta di hatimu dan membuatmu merasa bahagia. Kau pasti selalu mengistimewakannya dulu seperti padaku sekarang. Bahkan mungkin ..." Ayana menjeda sejenak. "Kalian juga sering melewati malam indah kalian," lanjutnya, intonasi suaranya melirih sarat akan sakit hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Storie d'amore[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...