Di koridor Rumah Sakit, terlihat seorang gadis yang sedang melangkah dengan tertatih-tatih demi menyamakan langkah kaki pria berperawakan tinggi di depannya.
Saat tadi Ayana baru saja selesai mandi seusai menyelesaikan pekerjaannya membersihkan rumah, Julian tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dan menariknya menuju mobil membawa ia ke rumah sakit. Awalnya Ayana protes, namun saat mendengar kalau ibunya ingin bertemu, Ayana menurut.
"Julian, tidak bisakah kau berjalan dengan pelan? Kakiku benar-benar pegal karena berusaha menyamakan langkah kakimu!" Gerutu Ayana kesal.
"Kakimu saja yang pendek." Sahut Julian santai.
"Hei! Kakiku bukannya terlalu pendek, tapi-- aduhh, kenapa kau berhenti?!"
Ayana dibuat kesal setengah mati karena hidungnya yang menubruk punggung tegap pria itu. Saat hendak ingin melayangkan protes pada Julian, pria itu terlebih dahulu mengkodenya untuk diam sambil mengarahkan matanya pada ruangan di sampingnya. Ayana mengerti, mungkin itu adalah ruangan ibunya.
"Tunggu di sini. Aku akan masuk lebih dulu."
Ayana berdecak. "Kenapa tidak masuk bersama saja?"
"Tidak usah membantah!"
Ayana mendengus kesal lalu mendudukkan dirinya di atas kursi tunggu Rumah Sakit di depan ruang rawat ibu Julian. Entah apa yang dibicarakan oleh Julian dan ibunya di dalam, Ayana tidak tahu. Meski rasa penasaran memberontak, namun ia lebih menghargai perintah Julian yang menyuruhnya diam.
Tidak lama kemudian, Julian kembali keluar dari ruang rawat itu. "Masuk ke dalam! Jangan berbuat macam-macam atau kau akan tahu akibatnya!" Ancam Julian. Detik berikutnya pria itu berniat pergi namun Ayana menghentikannya.
Spontan Ayana berdiri. "Kau akan kemana?"
"Kantor."
"Lantas aku pulang bagaimana?" Protes Ayana.
"Naik taksi bisa, bukan? Begitu saja susah." Cibir pria itu.
Ayana menipiskan bibir kesal. "Masalahnya aku tidak punya uang, Julian. Kau sama sekali belum memberiku uang sejak aku pindah ke sini." Ujarnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.
Julian mendengus jengah. Lalu kemudian merogoh sakunya mengambil dompet dan juga mengambil beberapa lembar uang lembar bertuliskan 100 €.
Ayana menerimanya. Lalu kemudian melayangkan senyum manisnya. "Apa kau tidak ingin menambahkannya? Aku juga ingin belanja seperti kebanyakan orang. Atau alangkah baiknya kau memberiku sebuah kartu. Boleh kan?"
Julian mendengus kasar. "Jangan bermimpi!" Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, Julian berlalu meninggalkan istrinya yang menghentak-hentakkan kakinya kesal.
Dari pada terus-terusan mengutuki suaminya yang begitu menyebalkan, lebih baik Ayana segera masuk ke dalam seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Julian kalau ibu mertuanya ingin bertemu. Jujur, Ayana gugup sekaligus ragu untuk masuk ke dalam sana. Apakah reaksi ibunya Julian akan baik padanya atau malah sebaliknya?
Dengan segenap hati Ayana membuka pintu perlahan. Aroma khas obat-obatan adalah hal pertama yang ia cium. Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya menengok ke dalam tanpa berani masuk layaknya maling yang sedang memantau rumah target curiannya.
"Kemarilah, Ayana."
Ayana tersentak mendengar nada lemah namun berkesan lembut itu. Dengan segala rasa nervous yang ia rasa, gadis itu masuk ke dalam. Senyum kaku adalah senyum yang saat ini tersemat di bibirnya. "H-halo Aunty,"
Gadis itu menunduk menggigit bibir bawahnya kuat-kuat mempersiapkan diri dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kali saja ibunya Julian akan menghinanya. Bisa saja dia juga membenci Ayana seperti kebencian yang memupuk di hati Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Sang Mafia [Completed]
Roman d'amour[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA, JANGAN JADI SILENT READERS, PLEASE] PELAGIAT MENJAUH SANAA!!! *** Apa jadinya jika kau dijebak menikah oleh seorang mafia kejam hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam? "Aku tidak peduli masalah dendammu, kar...