Semakin Panas

335 1 0
                                    

Setengah sebelas malam. Ali melihat jam dindingnya. Namun belum kunjung ada ketukan pintu dari Mika. Sedang apa dia? Apakah dia masih menangis.

Ali sudah selesai mandi dan sudah sudah selesai sholat isya.

Ia masih menggunakan kain sarung berikut dengan koko serta pecinya, membuat keturunan arabnya semakin nyata sekali.

Ganteng, tampan, keren dan sholeh sekali.

Ali berjalan kearah kamar Mika. Pintu kamar Mika tertutup rapat.

Ia membuka knop pintu kamar Mika, masih terlihat Mika menangis sesenggukan di kasurnya.

" Ya ampun Mik, masih nangis aja sih? Udah ahh ga usah dipikirin banget. Mungkin Zaki ada urusan penting terus belum sempat kabarin kamu. Atau memang ponselnya habis baterai kan kita ga tau. Ga perlu ditangisin begitu ahhh. Mana Mika yang selalu ceria dan selalu cerewet?" Ucap Ali tiba-tiba mendekati arah Mika dan duduk disebelah Mika.

Mika mendongakan wajahnya, tampak air mata masih saja banjir di wajahnya.

" Tuh kan, jadi acak-acakan begini wajahnya. Dirapihin dulu gih, jadi jelek tau." Ucap Ali kembali sambil mengusap air mata yang berceceran dipipi Mika.

Mika menggeser tubuhnya, lalu kepalanya ia letakkan dipangkuan paha Ali.

Ali mengusap kepala Mika dengan lembut.

" Sudah ga perlu dipikirkan ahh, kan tadi aku ajak kamu. Mau keluar ga malam ini buat mengobati gagalnya malam mingguan kamu sama Zaki."

Ujar Ali kembali.

" Ga mau." Jawab Mika dengan suara hidung sedikit bindeng efek menangis yang terlalu lama.

" Ya udah jangan nangis lagi ya." Ali mencoba mendinginkan suasana hati Mika.

Mika mengangguk pelan.

" Bang." Ucap Mika singkat dengan lirih.

" Aku lapar." Lanjutnya.

" Iyaa sama, aku juga lapar. Aku belum sempat makan lagi." Sahut Ali, ternyata ia juga lapar. Pulang dinas belum sempat makan.

" Bang Al ga malming sama kak Janice?" Tanya Mika sedikit enggang menyebutkan nama Janice. Ia kurang suka dengan Janice karena ia tau sepupu kesayangannya ini selalu dikhianati nya.

" Ga Mik, dia lagi ada acara keluarga katanya." Jawab Ali dengan menghembuskan napas panjangnya.

" Aku mau makan, tante masak apa bang?" Rengek Mika seperti anak kecil saja.

" Aku cek dulu ya Mik." Ali segera beranjak keluar dari kamar mika dan kemudian turun ke bawah ke arah dapur.

Sesampainya ia di dapur, ia hanya mendapati sisa sayur saja. Itu pun tinggal kuahnya saja.

Ali bergegas berjalan ke arah kamar Dian untuk memastikannya, karena biasanya Dian masih menyimpan beberapa makanan di lemari penyimpanan.

Tok,, tok,, tok,,

" Mama, mama udah tidur belum ma?" Ucap Ali dengan lirih.

" Belum Al, masuk aja." Terdengar suara sahutan Dian dari balik pintu kamarnya.

Ali membuka pintu, melihat Dian masih menggunakan mukena. Sepertinya baru selesai sholat. Dan melihat Omar sudah terlelap menggunakan selimut tebalnya.

" Kenapa Al?" Tanya Dian yang kemudian membuka mukenanya karena telah menyelesaikan kewajibannya.

" Ga ada makanan ya Ma? Stok makanan ga ada sama sekali?" Tanya Ali dengan pelan karena takut membangunkan Papanya yang sedang terlelap.

" Aduhh iya Al, Mama tadi ga sempat masak lagi. Soalnya tadi mama ikut kajian, ini aja tadi pulang malam. Ada bahan mentah, apa mau mama masakin dulu?" Dian tampak kasihan melihat anak sulungnya karena belum makan sepulang kerja.

Perawat Incaran Om-OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang