Wona berenang mencari-cari buku novel miliknya. Padahal Wona sudah memperkirakan, di mana novel itu berada, dan berniat langsung mengambilnya. Namun, ketika Wona mulai kehabisan napas, dan akhirnya muncul ke permukaan, suasana dan tempat dirinya berada tiba-tiba berubah.
Tepat di depan Wona, terlihat pohon-pohon besar dan tanaman rambat yang menghiasi pohon-pohonnya. Dia mengucek-ngucek matanya beberapa kali, dan tempat di depannya masih tetap sama. Oleh karena itu, mata Wona memelotot dan terburu-buru mendongak menatap langit biru.
"Apa-apaan ini?! Kenapa aku ada di sini?! Apa aku salah melihat? Di mana kacamataku?!" Wona berusaha keras mengucek-ngucek matanya. Namun, dia tidak merasakan penglihatannya berkabur tanpa kacamata. Yang Wona rasakan justru kebalikannya. Matanya bisa melihat jelas semua tampilan di depannya, tanpa harus mengenakan kacamata miliknya.
"Apa ini mimpi? Sepertinya ini memang mimpi," ucap Wona sembari tersenyum tipis.
Wona memutuskan untuk berenang ketepian dan menikmati mimpi yang bisa dia kendalikan sendiri. Namun, ketika Wona sudah sampai di tepi sungai, Wona dibuat semakin kebingungan dengan penampilannya saat ini.
Tubuh Wona dibalut kain tipis berwarna merah yang hampir mencetak jelas tubuhnya karena basah. Gadis itu langsung menyilangkan tangan di depan dada, apalagi ketika merasakan angin dingin berembus menyentuh kulit tubuhnya. Wona meneguk ludahnya sendiri, ketika mendengar suara langkah kaki beberapa wanita berpakaian putih, menghampirinya.
"Ritual penyucian Nona Jenevith sudah berakhir! Sekarang, kita harus menyerahkannya pada pemilik hutan!" teriak kepala pelayan.
Wona mengernyitkan kening, tak mengerti dengan apa yang dikatakan para pelayan. Namun, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang melihat para pelayan melirik tajam ke arahnya, kemudian menyentuh kedua tangan Wona untuk diseret ke tengah hutan, dan menyajikan Wona pada pemilik hutan.
"Tu... tunggu dulu! Apa... apa... apaan ini?! Kenapa kalian membawaku seperti ini?!" tanya Wona bingung.
Salah satu pelayan tersenyum kecut, kemudian memberikan satu cambukan pada punggung Wona. Wanita itu memberitahu, "Jangan sok lugu wanita kotor! Kau lagi-lagi berniat menggoda petinggi negara dengan tubuhmu ini! Sekarang, istri petinggi negara itu tahu, dan kau akan segera ditumbalkan pada Gyura, manusia berwujud monster yang menjadi pemilik hutan ini!"
Wona terdiam beberapa saat, mencerna ucapan para pelayan. Setelah mengingat nama Gyura disebutkan, Wona langsung membertahu, "Gyura? Bukannya dia salah satu tokoh sampingan dalam novel Sisi Pangeran Mahkota?"
"Meskipun wujudnya monster, tetapi hatinya sangat baik! Dia tidak mungkin memangsa manusia!"
"Apalagi setelah kutukannya dilepas oleh Putri Angela. Dia kemudian menjadi pria tampan yang mencintai Putri Angela sepenuh hati."
"Namun, karena Putri Angela memilih menikah dengan Pangeran Mahkota, dia akhirnya memusuhi kerajaan dan menjadi pemberontak demi mendapatkan Putri Angela," jelas Wona.
Penjelasan Wona membuat para pelayan tertawa, dan menatap rendah ke arahnya. Salah satu dari mereka meledek, "Cerita karanganmu sangat tidak masuk akal, Nona Jene. Berhenti berhayal dan terima nasib wanita penggoda sepertimu!"
"Kau akan segera dihabisi monster," ucap salah satu pelayan.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠
ParanormalGara-gara burung, Wona masuk ke dunia novel fantasi berating 18+ dengan peran antagonis wanita. Untuk kembali ke dunia aslinya, Wona harus menjalankan perannya sampai akhir bab novel. Namun, di setiap bab, sang antagonis selalu mendapatkan penyiksaa...