"Tuan Gyura! Pasukan musuh tiba-tiba menyeludup ke perbatasan, dan melepaskan dua anak panah!"
Padahal Maxiem baru berlatih beberapa kali saja. Namun, dirinya harus dihadapkan dengan situasi mencekam ini dengan begitu dekat. Mau tak mau, karena mansion Maxiem paling dekat ke perbatasan dibanding istana, akhirnya Maxiem yang langsung turun tangan. Pria itu bersiap-siap dengan cepat, sebelum akhirnya berpamitan pada sang istri.
Bibir Wona terkunci rapat, melihat sang suami yang sudah siap menghadapi musuh. Matanya berkaca-kaca, sementara detak jantungnya berdetak cepat karena khawatir. Wanita itu mencoba menyembunyikan kekhawatirannya dengan mengunci rapat mulutnya. Namun, ketika mata Maxiem menatap langsung ke arahnya, Wona tak bisa menahan mulutnya untuk tidak bertanya, "Kau serius akan pergi sekarang?"
Maxiem membalas, "Menunggu pengawal istana datang terlalu lama. Yang ada, para penyusup itu semakin gencar melenyapkan orang yang tidak bersalah."
"Jadi, lebih baik sekarang," ucap Maxiem.
Wona memegangi jemari tangannya lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia berucap, "Tapi kau baru berlatih beberapa kali saja. Bagaimana mungkin, kau sanggup melawan orang-orang itu."
Maxiem menarik sudut bibirnya ke atas, lalu mendekati Wona. Dia menyentuh kedua bahu Wona, sebelum memberitahu, "Peranku adalah Gyura. Aku yakin, dengan kekuatan dan tekad yang Gyura miliki... aku akan berhasil."
"Kau ingin Gyura diterima oleh rakyat kerajaan ini, bukan? Jika Gyura diterima, istrinya pun akan diterima," kata Maxiem.
Wona tak bisa menahan air mata yang hampir jatuh ke pipi. Dia langsung menunduk, dan cairan bening itu menetes ke tanah. Wona tak percaya, jika demi apa yang Wona inginkan, Maxiem sampai rela melakukan hal berbahaya. Hal ini membuat Wona mengepalkan tangan, dan Maxiem tiba-tiba mendekat kemudian mendekap tubuh Wona ke dalam pelukannya.
"Kau benar-benar memiliki rasa gengsi yang tinggi, Kak Won. Bilang saja, kau takut merindukanku. Jika kau mengaku, aku akan memelukmu seperti ini setiap satu hari sekali," bisik Maxiem.
Biasanya Wona akan mengelak candaan Maxiem, tetapi sekarang wanita itu malah membalas pelukan Maxiem, sembari menyembunyikan wajahnya di depan dada Maxiem. Dia melepaskan semua rasa khawatir di dadanya, dengan cairan bening yang menetes ke mengenai pakaian Maxiem.
Walaupun begitu, Maxiem tetap tersenyum sembari mengusap lembut rambut Wona. Dia memberi kecupan di atas puncuk rambut sang istri, baru kemudian berbisik, "Jaga dirimu baik-baik sembari menungguku."
"Aku tak bisa berjanji akan segera pulang, tetapi aku akan berusaha untuk menang secepat mungkin, tanpa melewatkan malam bulan purnama."
"Kau persiapkan saja dirimu. Targetku adalah bercinta denganmu di bulan purnama, jadi aku pasti bersemangat mengalahkan musuh," lanjut Maxiem yang dibalas oleh tepukan pada dadanya. Wona mendengkus, tetapi dirinya masih memberi pelukan pada Maxiem. Hingga akhirnya, Maxiem memberitahu, "Sudah, lepaskan aku. Para penyusup itu harus segera diatasi. Jika aku masih kau peluk, tidak ada bedanya aku dengan pengawal kerajaan nanti."
Wona segera melepaskan pelukannya. Wajah wanita itu memerah, dengan mata berkaca-kaca. Dia tak ingin Maxiem melihat penampilannya saat ini, oleh karena itu Wona segera menundukkan kepala, lalu berbalik dan berlari ke arah mansion. Wona berteriak, "Pergilah dan cepat kembali dengan keadaan baik-baik saja!"
"Tentu," balas Maxiem sembari tersenyum tipis. Pria itu kemudian melirik ke depan, dan melangkahkan kakinya dengan penuh keyakinan.
•••
Maxiem disibukkan oleh perang, lalu Wona disibukkan oleh belajar mengurus mansion Gyura. Niat awal Wona adalah belajar secepat mungkin, tanpa harus merepotkan Kepala Pelayan lagi. Namun, fokus Wona malah terbagi pada Maxiem. Wanita itu masih khawatir dengan kepergian Maxiem. Apalagi Wona mengingat jika tingkah laku Maxiem berbanding terbalik dengan Gyura.
"Kekuatannya memang sebanding, tapi pemikiran... taktik? Bagaimana jika Maxiem hanya bermain-main, tanpa tahu rencana musuh?" gumam Wona.
Jari jemari Wona menarik jarum dan benang dengan asal-asalan. Otaknya terus berpikir, hatinya tak tenang, dan matanya tertuju ke arah luar. Wanita itu tak sadar, ketika jarum yang ada di pegangan tangannya, kini berhasil menusuk salah satu jari tangan miliknya.
Spontan, Wona langsung menunduk. Dia mengernyitkan kening, melihat setetes darah yang mulai muncul di jari jemarinya. Bersamaan dengan denyutan kecil di ujung jari.
"Nyonya!" panggil Kepala Pelayan. Kepala Pelayan segera mengambil tangan Wona, lalu memeriksa jemari tangannya. Wanita itu memanggil para pelayan untuk mengambilkan kotak obat, meskipun Wona mengatakan dirinya baik-baik saja.
"Tidak perlu diobati, ini hanya luka kecil," tolak Wona.
Nyonya Gloria berkata, "Nyonya, tolong jangan seperti ini. Biarkan saya mengobati Anda."
Wona akhirnya mengeluarkan napas panjang, dan membiarkan tangannya diobati Nyonya Gloria. Sementara itu, salah satu pelayan menurunkan sudut bibirnya sembari menebak, "Pasti Nyonya merindukan dan mengkhawatirkan Tuan, padahal baru beberapa jam sejak kepergian Tuan."
Wona segera mengelak, "Ti... tidak! Aku tidak merindukannya! Aku... aku... hanya sedikit khawatir."
Nyonya Gloria tersenyum, setelah membalut jari Wona. Dia kemudian menggenggam tangan Wona sembari berkata, "Anda tidak perlu khawatir. Tuan adalah Pria kuat yang tak akan mau kalah oleh kerajaan musuh. Dia pasti berjuang melindungi kerajaannya sendiri, tanpa memedulikan apa pun."
Wona tersenyum kikuk. Jika itu Gyura, pasti Wona akan percaya. Namun ini? Sekarang Maxiem yang mengendalikan tubuh Gyura. Bagaimana Wona bisa mempercayainya begitu saja? Wona masih khawatir, dan mata khawatir Wona terlihat di mata Nyonya Gloria.
Akhirnya wanita itu mengajak, "Sepertinya Anda akan sedih jika tinggal di mansion dan merenung saja. Bagaimana jika kita pergi berjalan-jalan ke tengah kota saja, Nyonya?"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠
ParanormalGara-gara burung, Wona masuk ke dunia novel fantasi berating 18+ dengan peran antagonis wanita. Untuk kembali ke dunia aslinya, Wona harus menjalankan perannya sampai akhir bab novel. Namun, di setiap bab, sang antagonis selalu mendapatkan penyiksaa...