Maxiem menghilang, dan Gyura kembali ke tubuhnya. Sejak Gyura berada di tubuhnya lagi, Wona tak berniat sedikit pun untuk mendekat ke arah pria itu. Apalagi setelah Gyura mengenali suara dan aroma tubuhnya. Pria itu tak sudi berdekatan dengan Wona, lalu Wona sendiri hanya bisa mengintip Gyura di balik pintu ruangannya.
Setelah pengobatan yang dilakukan Angela, kini Gyura berbaring lemah di tempat tidur. Pria itu sudah diberi obat tidur, supaya dirinya tidak mengamuk dan melarikan diri lagi. Meskipun pada kenyataannya, obat itu tak cukup menenangkan Gyura yang gelisah. Saat tidur pun, dia mengigau dengan keringat membasahi kain penutup matanya.
"Bu Gloria."
"Bu."
"Jangan tinggalkan aku."
"Semua orang bermuka dua. Jika kau tidak ada, siapa yang akan menyayangiku seperti anaknya sendiri?"
"Pegangi tanganku lagi. Tuntun aku. Aku takut."
Ucapan Gyura membuat hati Wona terenyut sakit. Wona bisa merasakan kehilangan yang dirasakan Gyura. Oleh karena itu, dirinya memutuskan untuk masuk ke kamar perawatannya. Meskipun akhirnya, kakinya berhenti di pintu masuk.
"Jika aku mendekat, dia mungkin akan mencium bauku, dan langsung mengusirku," gumam Wona. Wona memutar otaknya untuk berpikir. Dia akhirnya melirik ke arah jas dokter yang tergantung di belakang pintu. Mau tak mau, akhirnya Wona memakai jas itu, hingga aroma tubuhnya tersamarkan oleh bau obat-obatan herbal.
Tanpa sepatah kata pun, Wona duduk di samping Gyura kemudian menggenggam erat tangan pria itu. Perlahan, gerakan pada tubuh Gyura terhenti. Pria itu membalas genggaman tangan Wona dengan genggaman erat tangannya, hingga dia bisa tertidur pulas tanpa takut ditinggal sendirian lagi.
Malam-malam berikutnya, Wona mendampingi Gyura yang tak bisa tidur tenang. Meskipun kelopak mata Gyura masih ditutup kain, dan pandangannya menggelap, tetapi sentuhan Wona membuat dirinya tenang. Wona setia menemani, sekaligus membantu Gyura mengambil air atau sekadar pergi ke kamar mandi. Semuanya Wona lakukan tanpa suara, hingga akhirnya Gyura penasaran, dengan orang yang selalu membantunya di setiap malam.
Gyura bertanya, "Kau siapa? Dari bau dan sentuhanmu, kau sepertinya salah satu pelayan wanita yang bekerja di bagian kesehatan."
"Apa aku salah?" tanya Gyura.
Wona tak bisa mengakui dirinya, jika dia tak mau langsung diusir suaminya sendiri. Begitu pula dengan para pelayan yang menutup rapat bibirnya. Mereka dimintai Wona untuk menutup mulut, supaya Gyura tak teringat pada kejadian buruk beberapa hari lalu.
Karena Gyura tak mendapatkan jawaban, tetapi dia masih bisa mencium aroma obat-obatan herbal, Gyura berkata, "Kenapa kau tidak menjawab? Apa kau bisu?"
Tidak ada jawaban, dan Gyura segera menyadari kesalahannya dalam bertanya. Pria itu berkata, "Maafkan aku. Sepertinya kau memang tak bisa menjawab. Tapi terima kasih, berkat bantuanmu... aku tak merasa kesepian lagi."
Sudut bibir Wona terangkat ke atas, mendengar ucapan Gyura dan emosinya yang mulai stabil. Dia akhirnya meninggalkan Gyura yang akan melakukan pengobatan lagi, sekaligus mencari tahu perkembangan kasusnya sampai mana.
Wona bertanya pada salah satu pelayan, "Apa kalian masih menjaga Rusa yang aku tahan di kamar?"
Pelayan itu tampak ragu menjawab pertanyaan Wona. Namun, pada akhirnya dia berkata, "Nyonya... sebenarnya... saat kami semua sibuk menyiapkan acara pemakaman Nyonya Gloria di kampung halamannya... kami... kami kehilangan Rusa itu."
"Sepertinya ada orang yang sengaja melepaskannya," ucap pelayan itu.
Wona mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia ingin memeriksa sendiri, tetapi salah satu pelayan kembali menghampirinya dengan napas terengah-engah. "Nyonya Jene!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠
ParanormalGara-gara burung, Wona masuk ke dunia novel fantasi berating 18+ dengan peran antagonis wanita. Untuk kembali ke dunia aslinya, Wona harus menjalankan perannya sampai akhir bab novel. Namun, di setiap bab, sang antagonis selalu mendapatkan penyiksaa...