Pada akhirnya Wona mengangguk dan menggapai lengan Maxiem kembali. Dia merangkul tangan pria itu untuk berjalan bersama menuju aula. Kemunculan keduanya menimbulkan senyuman di wajah kepala pelayan. Sementara pelayan-pelayan lain sibuk mengomentari Wona. Mereka takut Wona tak berhasil melepas kutukan Gyura, lalu Gyura tersenyum meyakinkan semua orang jika calon istrinya bisa melepas kutukannya.
Acara pernikahan berlangsung cepat, tanpa hambatan meskipun ada orang-orang yang bergosip. Sejujurnya Maxiem pikir, Charlos akan mengacaukan acaranya. Oleh karena itu, dia sedikit waspada dengan menyiapkan beberapa jebakan di depan mansion. Hanya penghuni rumah keluarga Gyura saja yang menyaksikan acara pernikahan, tanpa didatangi orang luar, termasuk keluarga Jenevith.
"Tuan muda? Apa yang Anda pikirkan? Apa ada masalah?" tanya Nyonya Gloria.
Maxiem langsung tersentak kaget. Setelah mengucapkan janji suci dengan Wona, dia sempat melamun ketika Wona sibuk menyapa satu persatu pelayan penggosip di mansion. Hal ini membuat Maxiem melirik ke arah wanita yang berstatus sebagai kepala pelayan itu, sembari berkata, "Ah.. itu... itu... aku hanya memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya nanti."
Nyonya Gloria menarik dan mengeluarkan napas panjang. Wanita itu tersenyum, kemudian meraih sebuah liontin. Dia diam-diam menggapai jemari tangan Gyura, dan menyerahkan liontin dengan bandul matahari kepada Gyura. Nyonya Gloria berpesan, "Sebelum meninggal, Panglima sempat ingin memberikan kalung ini pada Ibu Anda. Kalung ini dia dapatkan setelah berhasil mengalahkan pasukan musuh kerajaan seberang. Tapi, sebelum dia sempat memberikannya kematian sudah lebih dulu menjemputnya."
"Lalu sekarang, setelah Ibu Anda tiada, saya hanya bisa mewariskan benda ini kepada Anda. Anda bisa menyerahkannya pada istri Anda sebagai hadiah," jelas Nyonya Gloria.
Maxiem tak tahu siapa orang tua Gyura. Karena dia berpikir, jika Gyura hanyalah sebuah tokoh tambahan di cerita yang tak memiliki latar belakang spesial. Pria itu akhirnya mengambil kalung itu, dan melirik ke arah Wona yang tengah meyakinkan beberapa pelayan. "Kalung ini sepertinya akan cocok dikenakan oleh istriku. Terima kasih kepala pelayan."
Kepala pelayan tiba-tiba menurunkan sudut bibirnya. "Lagi-lagi Anda memanggil saya sebagai kepala pelayan. Padahal biasanya Anda memanggil saya dengan sebutan Ibu," gumam Nyonya Gloria.
Nyonya Gloria berucap dengan suara rendah, tetapi suaranya terdengar di telinga sensitif Gyura. Maxiem segera meneguk ludahnya sendiri, lalu berpura-pura menyentuh kepalanya sendiri. Dia berkata pada Nyonya Gloria, "Maafkan aku, B.. Bu? Akhir-akhir ini kosa kata di otakku memang sedikit linglung."
Nyonya Gloria menganggukkan kepala. Setelah itu dia berkata, "Sudahlah, Anda tidak perlu mempedulikan gumaman saya. Saya hanya sedikit merasa heran saja."
"Sekarang lebih baik Anda pergi datangi istri Anda. Beberapa menit lagi, kita harus mengadakan acara syukuran pernikahan," ucap Nyonya Gloria.
"Syukuran pernikahan? Apa maksudnya?" tanya Maxiem bingung.
Tak butuh waktu lama bagi para pelayan membawa Maxiem dan Wona ke tengah aula. Tiba-tiba suara musik lambat dinyalakan, bersamaan dengan gorden yang ditutup rapat hingga tak ada celah bagi matahari untuk bersinar ke arah mansion. Maxiem terkejut, meskipun gelap, matanya masih bisa melihat wajah kebingungan Wona.
Lalu dalam hitungan detik, bulu-bulu ditubuh Maxiem menghilang, bersamaan dengan menyalanya sebuah lampu yang cukup menyinari Maxiem dan Wona di tengah-tengah aula. Setelahnya, Nyonya Gloria tersenyum dan meminta, "Sekarang, Tuan bisa mencium Nyonya Jenevith untuk mengakhiri acara pernikahan ini."
Wona meneguk ludahnya sendiri. Saat kemarin bersentuhan dengan Maxiem, bibirnya tak bisa berhenti dan hanyut dalam sentuhan mendamba pria itu. Lalu sekarang? Selain berciuman, dirinya bahkan harus disaksikan oleh para pelayan di rumah Gyura.
Wona meremas gaunnya. Perlahan, dia bisa merasakan jemari Gyura menyentuh pinggangnya, sebelum akhirnya menarik tubuhnya untuk mendekat dan memiringkan wajahnya untuk mendekat ke arah bibir Wona.
Napas keduanya beradu, dan Wona bisa merasakan sentuhan lembut jemari Gyura di pinggangnya, menggoda dirinya untuk menurut dan diam membiarkan Maxiem mengambil alih permainan.
Kedekatan Maxiem pada wajahnya membuat kelopak mata Wona perlahan terpejam. Wona menunggu Maxiem untuk merenggut keresahan di bibirnya. Namun, setelah persiapan diri yang Wona lakukan cukup lama, Maxiem ternyata hanya mengecup bibirnya sekilas, kemudian menaruh kecupan terakhirnya tepat di kening Wona.
Semua pelayan bersorak dan menaburi keduanya dengan bunga-bunga yang beraneka ragam warnanya. Maxiem tersenyum puas, dan Wona hanya bisa menundukkan kepala merutuki isi pikirannya. Padahal dia sudah berpikir jauh sekaligus menahan rasa malu di hatinya. Lalu ternyata, Maxiem tak memenuhi ekspektasinya yang terlalu tinggi.
Kediaman Wona membuat Maxiem tersenyum. Maxiem diam-diam menyenggol bahu Wona, dan memperingati, "Tidak perlu murung seperti itu. Bersabarlah, nanti malam aku akan memenuhi ekspekstasimu Kak Won."
"Ekspektasi apa? Ucapanmu sangat tidak jelas. Memangnya kau tahu apa isi pikiranku?" tanya Wona ketus.
Maxiem diam-diam tertawa. Dia lalu berkata, " Tahu. Sangat tahu. Buktinya kau menutup mata dan membuka sedikit mulutmu, seolah-olah memberi izin padaku untuk menyelinap dan mengajakmu menari di dalamnya."
"Maxiem!" rutuk Wona telanjur malu.
Maxiem menyukai bagaimana cara Wona tersipu dengan wajah memerah. Dia ingin menjaili Wona, tetapi tiba-tiba seorang pengawal memanggilnya untuk pergi ke luar aula. Mau tak mau, setelah dirinya sah menikah dengan Wona akhirnya Maxiem memenuhi panggilan pengawal itu untuk pergi ke luar.
"Ada apa ini?" tanya Wona bingung.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠
ParanormalGara-gara burung, Wona masuk ke dunia novel fantasi berating 18+ dengan peran antagonis wanita. Untuk kembali ke dunia aslinya, Wona harus menjalankan perannya sampai akhir bab novel. Namun, di setiap bab, sang antagonis selalu mendapatkan penyiksaa...