05. Penawar Nafsu (2)

2.1K 137 3
                                    

Wona menatap cambukan yang dipegang salah satu pelayan. Dia menutup kelopak matanya ketika cambuk itu tertuju pada tubuhnya. Lalu, sesuai tebakan Wona, ketika cambukannya mengenai tubuh, Wona tak merasakan rasa sakit seperti saat pertama kali dirinya dicambuk. Kain pelindung di balik bajunya melindungi tubuh Wona dari alat cambuk.

Namun, meskipun tak ada rasa sakit yang Wona rasakan, Wona tetap harus menyembunyikan suara kain tebal yang dicambuk. Oleh karena itu, Wona berpura-pura merintih dengan nyaring. Hingga para pelayan melebarkan senyumannya.

"Nona Jene, lain kali Anda sebaiknya berhati-hati dalam memilih orang untuk digoda."

"Jika tidak, Anda pasti akan mendapatkan hadiah dari kami lagi."

Para pelayan tertawa sembari menyindir Wona. Sementara itu, Wona yang masih berpura-pura merintih, diam-diam mendengarkan ucapan satu persatu pelayan. Dia mulai menganalisis mereka, sembari mengingat-ngingat apakah ada pelayan yang dikenalnya.

"Aku memerlukan nama, sifat dan juga asal usul mereka," gumam Wona.

Hukuman selesai, dengan suara jeritan Wona yang dibuat sekeras mungkin. Lalu setelah itu, Wona akhirnya bisa menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia berpura-pura kesakitan di hadapan para pelayan. Hingga akhirnya, Wona merasakan salah seorang pelayan dengan luka di pipi membantunya berjalan.

"Biar saya bantu Anda, Nona," jelas pelayan itu.

Wona melirik ke kiri, dan dia menemukan senyuman aneh, di balik poni panjang wanita itu. Matanya berbeda dengan mata para pelayan yang sedari tadi menertawai dan mencambuknya. Apalagi ditambah dengan senyuman misterius yang membuat Wona mengingat karakter wanita itu.

"Titisan iblis."

•••

Cahaya bulan setengah bersinar terang menyinari dunia. Bintang berkelap-kelip memancarkan keindahannya. Sayangnya, terangnya cahaya bintang dan bulan tak mampu menerangi jalan seekor burung gagak yang tengah terbang. Burung itu hilang arah, lalu jatuh mengenaskan ke depan seorang manusia berbulu beruang.

Hanya dalam hitungan detik saja, Gyura berjongkok dan mengambil burung itu. Dia mengernyitkan kening, melihat sebuah ranting yang menghalangi gerak terbang si burung. Tanpa membuang waktu, Gyura segera membuang ranting itu ke sembarang arah. Lalu setelahnya, si burung bisa kembali terbang, melintasi gelapnya malam yang disinari dengan cahaya bulan.

Bulan terus bersinar terang, akan tetapi lambat laun sinarnya tertutupi oleh awan kelabu. Meskipun begitu, si burung masih bisa terbang tinggi, bersamaan dengan terangkatnya sudut bibir Gyura dengan mata berbinar. "Syukurlah," gumamnya.

Hanya dalam hitungan detik, bulu-bulu di tubuh Gyura menghilang. Semua bulu beruang yang awalnya melingkupi tubuh Gyura, lenyap menjadi sebuah cahaya terang. Mereka menyinari tubuh Gyura untuk beberapa saat, sebelum akhirnya berubah menjadi tubuh manusia kekar berwarna tan, dengan gigi taring kecil, yang muncul ketika Gyura tengah tersenyum manis.

Meskipun langit malam menggelap, tetapi aura hangat yang dikeluarkan Gyura masih menyebar di sekelilingnya. Apalagi ketika tahu, tubuhnya sudah menjadi manusia kembali. Gyura merasakan satu penderitaan hidupnya terlepas. Dia ingin terus merasakan tubuh normal seperti manusia. Meskipun pada kenyataannya, ketika pagi datang Gyura akan kembali berubah menjadi seorang monster.

"Tuan Muda Gyura!" panggil seorang kepala pelayan di rumah Gyura.

Gyura yang tengah berada di halaman rumah langsung melirik ke belakang. Dia menatap seorang wanita paruh baya yang tengah nerlari ke arahnya. Wanita itu terus berlari dengan senyuman lebar. Dia hampir tersandung, tetapi Gyura dengan sigap segera membantunya.

"Ada apa Bu? Apa yang membuatmu berlari senang seperti ini? Apa ada berita baik?" tanya Gyura.

Sang wanita menganggukkan kepala, dan berkata, "Ada! Saya menemukan sebuah penawar kutukan yang Anda derita, Tuan Muda!"

"Anda masih bisa menjadi manusia normal!" ucap wanita itu.

Mata Gyura berbinar mendengar apa yang dikatakan kepala pelayan. Dia bertanya, " Apa yang harus aku lakukan Bu?"

Wanita paruh baya itu tersenyum, dan menangkup wajah Gyura. Dia memberitahu.

"Kutukannya akan terlepas, ketika Anda mendapatkan darah suci seorang gadis."

Gyura terkejut mendengar apa yang dikatakan sang kepala pelayan. "Mendapatkan darah suci seorang gadis? Apakah aku harus---"

Kepala pelayan menggelengkan kepala dan berucap, "Bukan memakannya, tapi Anda harus bercinta dengan seorang gadis perawan, Tuan Muda! Anda harus menidurinya tepat ketika bulan purnama tiba!"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang