Akira's Note:
Sesuai janji, karena udah nyampe 30 bintang, chapnya di up kembali. Lanjutannya bakalan di publish kalo chap ini nyampe 30 vote juga, ya.
Btw, yang mau baca lanjutannya komen emoji bulannya di sini 🌕 :
Gak ada voment, gak ada chapter baru😉
Xiexie~
•••
Maxiem menggendong Wona ke kamar, kemudian menempatkan sang istri dengan penuh hati-hati ke atas ranjang. Tubuh Wona tersaji tanpa pembatas, dan Maxiem langsung mengukung tubuh Wona dari atas. Dia membuat Wona mematung, dengan mata memelotot. Apalagi ketika merasakan deru napas Maxiem yang berada tepat di depannya.
Wona memberitahu, "Maxiem, bagaimana bisa kau mengabaikan panggilan Raja?!"
"Bagaimana jika ini panggilan penting?!"
Maxiem melirik ke arah kening Wona. Dia membelai rambut sang istri, sebelum menyelipkan helaian rambut yang menghalangi wajah Wona pada telinganya. Maxiem berucap, "Biarkan saja dia menungguku. Lagi pula aku tak punya kewajiban untuk selalu menuruti keinginan orang itu."
"Sekarang biarkan aku mengobati rasa rinduku," lanjut Maxiem.
"Tapi Maxiem, bagaimana jika---" Ucapan Wona terpotong saat Maxiem membalas, "Kenapa kau masih juga mengingatkanku pada panggilan itu, di saat aku berusaha mengabaikannya? Memangnya kau tak merindukanku juga? Kau ingin mengusirku, Kak Won?" tanya Maxiem.
Maxiem memalingkan wajahnya ke arah lain. Pria itu mendengkus, sembari merotasikan matanya. Dia akhirnya memperbaiki posisi, dan duduk di samping ranjang Wona dengan sudut bibir melengkung ke bawah. Kedua tangannya disilangkan di depan dada, sementara kakinya berpijak kembali ke lantai, bersiap untuk keluar dari kamar.
Pergerakan Maxiem, membuat Wona terdiam beberapa detik. Di dalam pandangannya, dia bisa melihat wajah kesal Maxiem dengan ucapannya. Padahal Wona tak berniat mengusirnya, pikirannya hanya tak mau Maxiem terlibat masalah karena tak memenuhi panggilan Raja. Meskipun itu berbanding terbalik dengan perasaan hati Wona, yang menginginkan keberadaan sang suami di sampingnya.
"Jika itu maumu, maka aku pergi," ucap Maxiem.
Maxiem hampir beranjak dari ranjang, tetapi Wona segera duduk dan menahan pergerakan Maxiem. Dia menarik Maxiem untuk kembali duduk di ranjangnya, sembari berkata, "Jangan pergi."
Maxiem mengernyitkan kening. Dia melirik ke arah Wona, tetapi Wona tiba-tiba mendekat dan masuk ke dalam pelukannya. Wanita itu membagikan kegelisahan dan rasa rindunya pada sang suami. Hingga Maxiem tahu, ucapan ataupun perasaan tersembunyi yang terlalu malu untuk Wona sampaikan secara langsung.
Sejak dulu Wona terkenal sebagai Kakak tingkat dingin yang jarang mengungkapkan isi hatinya pada sembarang orang. Maxiem tahu sifat dan karakter itu, tetapi dia baru tahu jika Wona juga ingin dimanja dan membutuhkan perhatian seseorang. Semua itu tersembunyi dalam topeng kating cuek, dengan kata sakral bernama gengsi.
Wona menyembunyikan wajahnya di balik dada Maxiem. Setelah itu dia bergumam tanpa melihat wajah Maxiem sedikit pun, "Aku tak mengerti, Maxiem. Otakku meminta kau memenuhi panggilan raja, tapi hatiku tak memperbolehkannya. Jadi aku harus bagaimana?"
Akhirnya Maxiem mengerti apa yang berusaha Wona sampaikan, setelah berperang dengan kata gengsi. Jemari pria itu menyentuh rambut Wona, sembari mengecup kening Wona dengan lembut. Maxiem berusaha untuk tidak meledek Wona, dengan candaan seperti biasanya. Pria itu kini membiarkan Wona bersembunyi di dadanya, sembari mengucapkan semua hal yang membuat dirinya cemas.
"Untuk hari ini dengarkan kata hatimu, dan jangan gunakan otakmu. Ini perintah dari suamimu," bisik Maxiem, sembari mengeratkan pelukannya.
Dalam pelukan Maxiem, Wona menemukan kenyamanan yang membuatnya merasa damai. Hanya hitungan detik menempel saja, tenaganya kembali penuh. Beban pikiran di otaknya sengaja Wona buang, hanya untuk menuruti keinginan sang suami. Dia membiarkan hatinya mengambil alih, dan Maxiem akhirnya tak memaksa Wona untuk menyajikan diri di atas ranjang sebagai hadiah berperang.
Kenyamanan ini membuat Wona terbuai, tanpa sadar jika Maxiem tengah menahan diri untuk tidak menerkam sang istri. Namun, meskipun Maxiem sudah menahan diri, Wona akhirnya menyadari sesuatu. Kini Maxiem benar-benar sudah mendalami perannya sebagai Gyura, dan hasratnya bisa ikut naik juga. Wona diam-diam mendongak, dan menatap ke arah mata Maxiem yang tertuju ke arahnya. "Apa kau terangsang hanya dengan berpelukan saja?" tanya Wona.
Pertanyaan macam apa ini? Ketika Maxiem berusaha untuk tidak meledek Wona, Wona terang-terangan mempertanyakan hal yang disembunyikan Maxiem. Maxiem berusaha untuk tetap tenang seperti sosok Gyura asli, dia membalas, "Jangan pedulikan hal ini, dan lakukan apa yang kau mau saja. Aku tak keberatan jika kau ingin memelukku semala---"
Maxiem mengerang, dengan kelopak mata terbuka. Dia merasakan jemari tangan Wona hinggap pada keperkasaannya yang mulai menonjol. Wona menundukkan kepala, kemudian membelai adik kecil Maxiem dengan lembut. "Ada yang menonjol di sini."
"Kak Won," panggil Maxiem. Maxiem mulai merasakan perasaan senang, ketika jemari Wona membelai lembut keperkasaannya yang masih tersembunyi. Pria itu berusaha untuk tidak tergoda, dan Wona tiba-tiba mendekat ke arahnya.
"Suamiku memerintahkanku untuk mendengarkan suara hatiku, bukan? Tapi bagaimana jika perasaan Jenevith yang asli mengambil alih tubuhnya kembali?" tanya Wona.
Suara deru napas Maxiem yang memburu membuat Wona melupakan rasa gengsi yang dia miliki. Saat ini, perasaan hati Wona sudah mengambil alih tubuh Wona. Tanpa menunggu waktu terbuang, Wona tiba-tiba mendorong tubuh sang suami ke ranjang. Wanita itu naik ke atas Maxiem, lalu menekan bahu sang suami.
Maxiem diam-diam menarik sudut bibirnya ke atas. Tepat di atas tubuhnya, ada Wona yang tengah lepas kendali. Mata Maxiem meneliti tubuh Wona dari bawah ke atas. Sementara Wona sendiri tak ragu melepas kancing piyama tidurnya, sembari mengikat rambut panjangnya ke belakang. Tepat di depan mata Maxiem, Wona melepas cangkang kakak tingkat cueknya. Hingga muncul wujud baru Jenevith, yang bersiap menerkam suaminya sendiri.
Mata indah Wona fokus menatap Maxiem, secantik tatapan menggoda seekor rubah. Jemari lentiknya mengikat semua rambut pengganggu yang menghalangi leher jenjangnya untuk diisap sang suami. Bahu putihnya lepas dari jeratan kain piyama pengganggu, dan belahan dada menggoda untuk diremas lebih jauh.
Maxiem bersumpah, jika Wona terlihat begitu menggoda dari biasanya. Pria itu ingin menjatuhkan Wona di bawah tubuhnya, tetapi Wona sudah lebih dulu menahan kedua tangannya ke ranjang. Wona sengaja memborgol kedua tangan sang suami, sembari memperingati, "Diam dan biarkan aku mengambil peranku sebagai Jenevith."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠
ParanormalGara-gara burung, Wona masuk ke dunia novel fantasi berating 18+ dengan peran antagonis wanita. Untuk kembali ke dunia aslinya, Wona harus menjalankan perannya sampai akhir bab novel. Namun, di setiap bab, sang antagonis selalu mendapatkan penyiksaa...