36. Burung Hinggap (1)

251 41 1
                                    

Akira's Note:

Terima kasih untuk 5K votenya. Tanpa kalian buku ini gak mungkin sampai 5K bintang huhu.

Berhubung vote bukunya sampai 5K, khusus buat kalian yang mau baca lanjutan buku ini di karyakarsa yang belum direvisi, bisa pake kode voucher buat buka kuncinya, ya.

Kode Vouchernya: MW511

Sekian, Xiexie~😚

•••

Jari jemari Wona membuka lembaran buku dengan saksama. Arah pandang matanya tertuju ke arah barisan kata-kata yang menjadi kalimat utuh cerita hidup Gyura. Setiap lembar pada kisah Gyura tertulis lengkap, mulai dari Gyura yang masih dikutuk, hingga Gyura yang kutukannya telah lepas.

Namun, yang membuat Wona heran adalah bagian Jenevith yang terpotong-potong dan bahkan tidak lengkap. Hal ini membuat Wona bingung sendiri. Gyura hampir mencapai akhir alur cerita, tetapi bagian Wona terputus tanpa lanjutan. Padahal apa pun yang menimpa Gyura berhubungan dengan Wona.

"Kenapa bagianku terputus, tetapi bagian Maxiem hampir mencapai akhir?" tanya Wona bingung.

"Apakah..." Wona segera menggelengkan kepala, dan mengelak tebakannya sendiri. Wanita itu mencoba untuk bersikap tenang, dan meminta penjelasan pada buku di genggaman tangannya. Namun, bukannya jawaban yang Wona inginkan yang keluar, melainkan perintah untuk memerankan peran dengan baik, untuk mengakhiri cerita.

"Akhir cerita ini hanya akan Anda dapatkan jika Anda memerankan peran Anda dengan baik!"

Wona terdiam memikirkan akhir cerita dan konflik-konflik kecil yang sudah dia lalui. Otaknya terus memeroses informasi yang baru saja masuk. Namun, pikiran Wona langsung buyar ketika seorang pelayan memanggilnya.

"Nyonya Jene!" teriak pelayan itu.

Wona tersentak kaget. Wanita itu segera menutup bukunya dan menaruhnya di bawah meja. Setelahnya, dia bergegas pergi ke luar kamar untuk memeriksa apa yang telah terjadi.  Lalu setelah keluar kamar, seorang pelayan mendekatinya dengan napas terengah-engah.

"Nyonya Jene!" panggil wanita itu.

Wona mengernyitkan kening, melihat sang pelayan memegangi dadanya sendiri sembari menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia langsung menyentuh bahu pelayan itu, sembari bertanya, "Ada apa? Kenapa kau berlari dan berteriak-teriak seperti ini?"

Pelayan itu tersenyum lebar sembari mengusap keringat di keningnya. Setelah itu, dia menyentuh punggung tangan Wona sembari memberitahu, "Saya ingin menunjukan sesuatu!"

"Menunjukan apa?" tanya Wona bingung.

Pelayan itu mengajak, "Lebih baik Anda mengikuti saya untuk mengetahui apa yang akan saya tunjukan kepada Anda!"

Wona tak mengerti dengan apa yang akan disampaikan sang pelayan selanjutnya. Namun, dia memutuskan untuk mengikuti pelayan itu, hingga dirinya tiba di belakang mansion Gyura. Hanya dalam hitungan detik saja, Wona melihat suaminya sibuk memindahkan pot-pot bunga ke sebuah bangunan teduh yang memiliki satu kursi baru.

"Bukannya dia seharusnya ada di istana?" tanya Wona heran.

Pelayan di samping Wona langsung tersenyum kecil, dan membalas, "Tuan Gyura sudah selesai membagi-bagikan tugas penjagaan Putri Mahkota. Lalu setelah menyelesaikan tugas, Raja memberikan hadiah pot bunga yang terbuat dari emas!"

"Benarkah? Tapi... kenapa hadiahnya harus pot?" tanya Wona masih curiga.

Pelayan di samping Wona langsung menjawab, "Saya dengar Raja mendapatkan terlalu banyak pot dari kerajaan yang sudah ditolong kerajaan kita, Nyonya. Jadi... mungkin saja pria itu ingin membagi kelebihannya."

Wona mengangguk, dan matanya tertuju ke arah Maxiem. Dengan tubuh manusia yang sudah terbebas dari kutukan, Maxiem sekarang jauh lebih kuat dibanding dahulu. Tanpa wujud monster pun, pria itu menaruh dan menata pot bunga dengan kekuatannya sendiri. Hal ini jelas memancing bisik-bisik para pelayan.

"Padahal Tuan bisa menyuruh orang lain, tapi dia menatanya sendiri."

"Aku dengar dia melakukannya khusus untuk Nyonya Jene."

"Nyonya Jene? Apa maksudnya dengan Nyonya Jene?"

"Tuan ingin membuat sebuah tempat khusus menikmati waktu berdua, di tempat yang sepi dan terbuka."

"Tuan ingin Nyonya Jene bahagia, setelah Nyonya Jene berhasil mematahkan kutukannya."

"Enak sekali menjadi Nyonya Jene. Mendapatkan pria perhatian seperti Tuan Gyura."

Bisikan pada pelayan terdengar di telinga Wona. Lalu tak lama setelahnya, Maxiem melirik ke arah Wona, dan menarik sudut bibirnya ke atas. Tanpa keraguan, tangannya melambai-lambai ke arah Wona. Sekaligus memberi kode supaya Wona maju dan mendekat ke arahnya.

"Kemarilah!" teriak Maxiem.

Wona tak mempunyai pilihan lain selain menjalankan kakinya ke depan menuju Maxiem. Wanita itu berjalan melewati hembusan angin luar taman, ataupun daun-daun yang berguguran dan terbang di tiup angin. Tinggal beberapa langkah lagi mendekat ke arah Maxiem, dan Maxiem tiba-tiba tersentak kaget, lalu berteriak ketika sebuah burung hinggap di tangannya.

"Burung menyebalkan! Pergi sana!" gerutu Maxiem sembari mengibas-ngibaskan tangannya. Maxiem masih tak menyukai burung, dan para pelayan diam-diam menertawakan tuannya.

Para pelayan berkata, "Bagaimana  bisa Tuan merasa takut dengan kehadiran seekor burung? Padahal di medan perang dia maju paling depan."

"Tuan Gyura yang sekarang tingkah lakunya memang tak bisa ditebak."

"Padahal dulu dia tak ragu membantu burung, dan burung itu tak ragu menyajikan hadiah untuknya. Tapi tetap saja, Tuan Gyura tak mau mendekati burungnya sedikit pun sampai sekarang."

"Aneh, kan?"

"Berbeda lagi jika didekatkan dengan Nyonya Jene. Sudah pasti, Tuan tidak akan melepaskannya dalam hitungan detik," bisik salah satu pelayan, yang dibalas tawaan para pelayan lainnya.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang