42. Asing (1)

95 19 0
                                    

Rasa sakit, dan ketidaktahuan membuat jiwa Gyura merasa takut. Pria itu tak bisa membuka kelopak matanya, dan menatap ke sekelilingnya. Namun yang pasti, Gyura bisa merasakan perban yang melilit tubuhnya, bersamaan dengan aroma obat-obatan herbal. Semua panca indera tubuhnya jadi jauh lebih sensitif dari biasanya. Oleh karena itu, ketakutan ini membuat Gyura mencari-cari pelindungnya selama ini.

"Bu Gloria."

"Tolong panggilkan Kepala pelayan Mansion Gyura ke sini."

"Aku ingin bicara dengan Bu Gloria."

Padahal biasanya Nyonya Gloria akan sibuk mendampingi Gyura ketika tubuhnya sedang sakit. Namun sekarang? Tak ada Nyonya Gloria di sampingnya. Yang ada hanya suara wanita asing, yang sempat memanggilnya sebagai suami. Hal ini membuat Gyura bingung, dan berpikir jika ini hanya kesalahan pendengarannya setelah kecelakaan saja.

Perlahan, jemari tangan Gyura bergerak ke samping. Dia mencari-cari tangan seseorang, hingga akhirnya jemari Gyura menyentuh punggung tangan Wona yang tengah mematung di tempat. Sentuhan lembut Gyura dengan jemari bergetar membuat Wona tersentak kaget. Dia melirik ke arah Gyura yang masih diam di tempat, hingga akhirnya Gyura kembali meminta, "Apa suaraku tak terdengar? Aku minta, tolong panggilkan Bu Gloria."

Gyura meminta dengan bahasa lembut yang malah menggangu isi pikiran Wona. Perlahan, kaki Wona mundur satu langkah ke belakang. Dia terus melakukan langkah yang sama, hingga jemari Gyura pada punggung tangannya terlepas.

Semua keadaan di depan matanya terlalu membuat Wona terguncang. Wona segera berbalik pergi meninggalkan ruangan Gyura. Dia sempat berpesan pada pelayan, "Aku... aku... aku akan meminta para pelayan mengurus pemakaman. Jadi, tolong jaga Tuan Gyura sebentar."

Pelayan itu berkata, "Anda tak perlu melakukannya Nyonya... biar para pengawal istana yang---"

Wona langsung membalas, "Aku bertanggung jawab atas kepergian Kepala pelayan. Dia datang ke istana karena mengikutiku. Jadi, tolong biarkan aku memberi penghormatan terakhirku padanya."

"Baik, Nyonya," ucap pelayan.

Wona pergi, dan Gyura kembali meminta kedatangan Nyonya Gloria. Permintaan Gyura yang merupakan panglima kerajaan tak bisa tolak pelayan biasa. Oleh karena itu, dengan berat hati akhirnya pelayan itu mendekat ke arah tempat tidur Gyura, lalu berkata, "Maafkan saya Tuan, tapi saya tak bisa membawa Nyonya Gloria ke hadapan Anda."

"Kenapa? Apa Bu Gloria sedang libur bekerja?" tanya Gyura.

"Dia tidak hanya libur, tapi berhenti bekerja untuk selamanya," ucap sang pelayan.

Gyura menggelengkan kepala, lalu berkata, "Nyonya Gloria tak akan pernah mau berhenti bekerja, kecuali jika dia..."

Akhirnya Gyura sadar jika ada Ibu penggantinya kini telah tiada. Pria itu langsung memaksakan diri untuk bangun dari tidurnya, meskipun tubuhnya terasa sakit. "Di mana Ibu sekarang?" tanya Gyura.

"Dia akan diantarkan ke kampung halamannya. Jadi Tuan tak perlu khawatir, dan cukup diam beristirahat di sini."

Gyura memaksakan diri untuk menginjakkan kaki ke lantai. Pria itu menahan rasa sakit di tubuhnya, bersamaan dengan kegelapan yang menyelimuti tubuhnya. Semuanya pandangan di matanya hanya berisi warna hitam, tapi dia memaksakan diri untuk mencari di mana Nyonya Gloria berada saat ini.

"Jika dia tak bisa datang ke sini, maka aku yang harus menghampirinya," guman Gyura dengan air mata merembes pada kain yang menutupi matanya.

Akhirnya pelayan meminta pengawal kerajaan untuk membawa Gyura pada Nyonya Gloria yang tak bernyawa. Awalnya Gyura sempat bingung kenapa para pengawal istana yang dulunya sangat membencinya, sekarang bahkan membantunya dengan kata-kata penyemangat. Mereka mendukung panglima kerajaan, dan Gyura yang masing linglung sulit mencerna kejadian yang sebenarnya terjadi.

Semuanya gelap. Termasuk ketika Gyura sudah berada di depan tubuh tak bernyawa Ibu penggantinya. Pria itu hanya bisa menyentuh kaki wanita itu, sembari merasakan kehangatan dari kebaikan hatinya yang kini telah membeku. "Ibu..."

Pengawal yang berjaga langsung mendekati Gyura, sembari memberitahu, "Wanita ini yang membawa kotak peledak dan menjauhkannya dari Anda."

"Sudah seharusnya, jika dia mendapatkan kehormatan sebagai penyelamat Panglima kerajaan ini," jelas Pengawal.

Gyura tak bisa menahan air mata yang muncul di matanya. Matanya terus berair, dan merembes ke kain penutup mata. Setelah itu, dia bertanya, "Kotak peledak? Sebenarnya apa yang telah terjadi?"

Pelayan di depan pintu mendekati pengawal, kemudian berkata, "Sepertinya Tuan mengalami hilang ingatan sebagian setelah kecelakannya, jadi... tolong beritahu Tuan secara perlahan."

Pengawal itu menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia kembali mendekat ke arah Gyura, lalu membalas, "Setelah selesai rapat, Anda mendapatkan kotak hadiah yang bertuliskan dari istri Anda. Lalu Anda membukanya, dan ledakan terjadi."

"Istri Anda menarik Anda untuk menjauh, dan Nyonya Gloria yang menemani istri Anda, langsung menghampiri Anda sembari berniat menjauhkan kotaknya dari Anda dan juga para bangsawan yang ada."

"Naasnya sebelum dijauhkan, kotak itu terlalu cepat meledak," ucap Pengawal.

Gyura langsung menyentuh kepalanya sendiri. Dia mencoba mengingat-ngingat kejadian yang menimpanya. Namun, seberapa keras Gyura mencoba, otaknya tak bisa diajak bekerja sama. Gyura sama sekali tak mengingat apa pun, termasuk dia memiliki istri.

"Panglima kerajaan yang memiliki wewenang untuk berdiskusi dengan para pengawal?"

"Lalu seorang istri?"

"Dan kepergian Nyonya Gloria?"

"Ini pasti mimpi."

Mimpi yang terlalu sakit untuk menjadi bunga tidur semata. Perlahan, lutut Gyura jatuh ke lantai. Pria itu berlutut, dengan dada yang terasa sesak. Air mata semakin membanjiri wajahnya, dan Gyura tak bisa berpikir jernih sedikit pun. Pria itu berteriak, melampiaskan rasa sakit dan penyesalan yang tak terpendung. Dia meminta maaf pada tubuh tak bernyawa Gloria, tanpa sadar ada seorang wanita yang tengah mengintip dirinya.

"Ratu... Tuan Gyura saat ini sedang mengalami gangguan penglihatan. Jika Anda ingin menemuinya... Anda bisa..." Ucapan salah satu pelayan langsung dipotong Ratu Chelina, "Tidak perlu. Aku hanya ingin tahu, bukan menghampirinya."

"Tapi sorot mata Anda..." Pelayan lagi-lagi menjeda ucapannya. Sementara itu, Ratu Chelina hanya bisa terdiam dengan mata berkaca-kaca. Gyura tampak sangat tertekan, setelah kehilangan Ibu penggantinya. Dia menangis dan berteriak seperti orang gila. Sampai akhirnya Ratu Chelina sadar, jika Nyonya Gloria memiliki status yang lebih tinggi dibanding status Ratu Chelina sendiri. Ratu Chelina mungkin ratu, tetapi dia gagal menjadi seorang ibu.

Tangan Gyura mengepal kuat. Dia kemudian bertanya pada pengawal, "Siapa dalang dari ledakan ini, dan apa alasan di baliknya?"

"Kami semua sedang mencari tahu, Tuan. Ada yang mengatakan, jika pelayan yang mengirim kotak hadiah tengah melarikan diri dari istana. Dia pasti ditangkap, " ucap salah satu pengawal.

Gyura akhirnya mematung, dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Selama ini, dia sudah puas mendapatkan hinaan dan rasa sakit seorang diri. Namun sekarang? Orang terdekatnya menjadi korban, dan Gyura tak bisa memaafkan siapa pun untuk hal ini.

"Aku akan pastikan, orang itu mendapatkan balasan atas perbuatannya," jelas Gyura.

Ketika Gyura tengah berpikir, seorang pelayan dari mansionnya datang untuk mengantarkan tubuh Nyonya Gloria ke kampung halamannya. Namun sebelum pergi, dia meminta izin dulu terhadap Gyura, sekaligus memberitahu apa yang terjadi di mansion saat Gyura tengah menghadiri rapat.

"Istriku?"

•••

SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang