19. Pelepasan (1)

1.1K 66 1
                                    

Satu buah kayu, digunakan untuk memukul Gyura di tengah ruang tahanan. Kedua tangan atau pun kaki Gyura dirantai, sementara tubuh besarnya menelungkup dengan pukulan yang tak henti-henti mengenai tubuhnya.

Perlahan tapi pasti, kelopak mata Maxiem terbuka sedikit demi sedikit. Pria itu kini bisa merasakan rasa sakit mengenai tubuh besar Gyura, padahal kali ini tubuhnya tengah berwujud monster. Setiap pukulan membuat Maxiem memekik kesakitan, apalagi ketika Charlos melihatnya terbangun dan memerintahkan para pengawal menghukum Maxiem lebih keras lagi.

"Pukul lebih kuat lagi! Jangan biarkan tangan kalian berhenti memukulnya, jika dia belum mengakui perbuatannya!" teriak Charlos, kemudian diam-diam menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Pria itu cukup puas, melihat monster yang sulit ditangkap, kini berbaring lemah tak berdaya di depan matanya.

Maxiem berusaha keras, mengangkat wajahnya sembari tersenyum kecut. Dia menatap Charlos dengan tatapan tajam, sembari berkata, "Mengakui perbuatanku? Aku bahkan tak tahu kenapa aku bisa dihukum, tapi kau memaksaku mengakui kesalahan yang tak aku lakukan!"

Charlos menatap rendah ke arah Maxiem. Suasana malam hari yang dingin, tiba-tiba memanas dengan permusuhan antara Charlos dan Maxiem. Tanpa banyak berkata-kata, Charlos turun dan mendekat ke arah Maxiem. Kaki pria itu terus melangkah, sampai akhirnya dia menginjak salah satu kaki Maxiem dengan kaki miliknya. Pria itu menundukkan kepala, dan berbisik, "Semakin lama kau mengelak, semakin lama hukumanmu akan berjalan."

"Jadi, dibanding terus mendapatkan siksaan kecil ini, lebih baik kau mengakui perbuatan si*alanmu itu, Monster," peringat Charlos dengan mata memelotot.

Maxiem ingin bangkit dan mencakar wajah Charlos. Namun, rantai di tubuhnya mengekang dirinya. Pada akhirnya, tubuh besarnya kembali terjatuh, dan pukulan kembali dilayangkan pada tubuhnya. Maxiem berbaring di atas tanah, dan sebuah liontin keluar dari saku miliknya.

Liontin itu bersinar diterpa cahaya lampu, tetapi tak ada satu pun orang yang menyadari keberadaannya, kecuali seorang wanita yang diam-diam menyaksikan proses hukuman Gyura dengan detak jantung berdetak kencang.

"Ratu, kenapa Anda mau menonton hukuman monster mengerikan itu? Lebih baik Anda melanjutkan perjalanan Anda ke kamar Anda," jelas salah satu pelayan.

Ratu Chelina mengernyitkan kening, melihat liontin yang terjatuh dari saku baju Gyura. Wanita itu menyentuh dadanya sendiri, apalagi ketika melihat beberapa balok kayu ikut mengenai liontin itu. Hanya dalam hitungan detik saja, wanita itu menatap sang pelayan dengan mata berkaca-kaca. "Cepat bawa liontin yang berada di dekat Monster itu padaku. Hentikan hukumannya sebentar, dan amankan liontin itu."

"Tapi Ratu, untuk apa Anda melakukan---" Belum sempat sang pelayan bertanya, Ratu Chelina sudah lebih dulu memelototkan mata dan memberitahu, "Lakukan saja perintahku! Kenapa kau akhir-akhir ini banyak bertanya, seolah sedang menginterogasiku?!"

Sang pelayan langsung menundukkan kepala. Dengan tubuh bergetar, akhirnya dia menganggukkan kepala dan berjalan menuju tempat hukuman Gyura.

•••

Setelah Maxiem ditangkap, tak ada satu pun detik bagi Wona untuk bersantai ataupun beristirahat. Dengan tubuh yang dipenuhi bekas cinta sang suami, wanita itu terpaksa bangkit dan menyelidiki semua pelayan atau pun pengawal tentang kegiatan yang dilakukan Maxiem pada siang hari. Dia terus mencari-cari kebenaran, meskipun diam-diam Wona bisa mendengar bisikan para pelayan mengenai dirinya.

"Padahal Nyonya Jene dan Tuan Gyura telah bermalam, tetapi ternyata tubuh Tuan Gyura masih dipenuhi bulu."

"Itu artinya, ritualnya tidak berhasil. Padahal, aku lihat banyak sekali tanda yang diberi Tuan pada tubuh Nyonya Jene."

"Sepertinya mereka sudah menghabiskan malam ganas bersama, tetapi kenapa kutukannya belum terlepas?"

"Apa jangan-jangan, rumor yang mengatakan jika Nyonya Jene sudah tidak perawan itu benar?"

"Wanita itu sudah tidak suci, karena dia mantan wanita penggoda! Dia seorang perayu pria di masa lalu, jadi dia tak bisa menangkal kutukan Tuan Gyura!"

"Wah, jika begini terus jadinya, sudah pasti Tuan akan menikah lagi, dan menjadikan Nyonya Jene sebagai selirnya semata. Dia sepertinya ditakdirkan hanya menjadi wanita pajangan dan perayu andal semata."

Bisikan para pelayan membuat Nyonya Gloria mengepalkan tangannya. Wanita itu mencoba menjelaskan, jika Jenevith belum sempat melanjutkan ritual intinya dengan Gyura. Namun, Wona yang telanjur fokus dengan kasus langsung melerainya. Wanita itu memberitahu, "Tenang, Kepala pelayan. Kali ini yang lebih penting adalah mencari tahu apa yang suamiku lakukan di siang dan sore hari. Tidak perlu mempedulikan rumor-rumor tak penting itu."

"Tapi Nyonya, mereka sudah menjelek-jelekan Anda. Saya harus memberitahu mereka---" Belum sempat Nyonya Gloria menyelesaikan ucapannya, Wona sudah lebih menatapnya dengan tatapan penuh ambisi. Wanita itu mengepalkan tangannya dan berkata, "Kita tak bisa membuang waktu lebih lama lagi, Nyonya. Suamiku pasti tertekan dengan semua ini."

Nyonya Gloria langsung tertegun dengan ucapan Wona. Dia pikir Wona akan terganggu dengan semua ucapan pelayan tentang dirinya. Namum, dibanding mengurus hal-hal tak benar tentang dirinya, Wona malah memanfaatkan waktunya untuk menyelamatkan sang suami. Wanita itu baru sehari kurang menjadi istri Gyura, tetapi Nyonya Gloria bisa melihat ketulusan yang dimiliki Wona.

"Sepertinya Tuan Gyura tidak salah memilih istri. Mau lepas atau tidaknya kutukan, tetapi istri yang mendukungnya, lebih dibutuhkan Tuan," gumam Nyonya Gloria.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang