25. Bujukan Manis (2)

511 56 6
                                    

Belum sempat Nyonya Gloria mengakhiri ucapannya, terdengar suara benda jatuh. Dia melirik ke depan, dan menemukan sosok Wona dengan mata memelotot. "Gyura... anak Ratu?"

Satu fakta yang baru Wona ketahui, meskipun dirinya sudah selesai membaca novel Sisi Pangeran Mahkota. Wona memelototkan mata, dengan bibir terkunci rapat. Lagi-lagi Wona menyadari, jika selama ini dia hanya fokus membaca dari sudut pandang Angela saja. Wona mengikuti kebahagiaan Angela sampai akhir, tetapi tidak dengan penderitaan Gyura sampai akhir hidupnya tiba.

Semua hal ini membuat Wona berpikir dua kali sebelum menentukan langkahnya. Wanita itu merenung, sementara sang wanita istana dan Nyonya Gloria langsung berlutut di hadapan Wona. Mereka menyatukan kedua tangannya di depan dada, lalu meminta, "Nyonya, tolong abaikan apa yang saya katakan!"

"Meskipun Tuan lahir dengan kutukan, karena kesalahan Ratu... tapi... Tuan Gyura lahir karena cinta."

"Tuan Gyura tidak salah apa pun, orang tuanya yang salah, jadi tolong... jangan membenci apalagi meninggalkan Tuan Gyura," pinta Nyonya Gloria.

Wona langsung menyentuh bahu Nyonya Gloria, atau pun pelayan yang mengantarkan liontin. Wanita itu berusaha menenangkan dirinya sendiri, sebelum tersenyum dan menganggukkan kepala. "Untuk apa aku meninggalkan suamiku, hanya karena masalah ini?"

"Sejak aku menikah, aku sudah memutuskan menyerahkan diriku pada suamiku. Jadi, aku tidak berhak pergi meninggalkannya, hanya karena tahu hal ini," ucap Wona.

Nyonya Gloria menghapus air mata dengan senyuman tipis. Wanita itu menggenggam tangan Wona sembari memberitahu, "Terima kasih, Nyonya. Hanya Anda yang bisa saya andalkan untuk menemani Tuan Gyura. Sejak dulu Tuan Gyura dibenci karena dia adalah seorang monster. Lalu jika orang-orang tahu dia adalah anak hasil hubungan gelap Ratu, sudah pasti... mereka akan semakin membenci Tuan."

"Tolong tetap berada di sisi Tuan Gyura. Dia membutuhkan Anda," pinta Nyonya Gloria, sebelum memberikan liontin pada telapak tangan Wona.

Permintaan Kepala Pelayan dibalas anggukkan kepala Wona. Wona berpamitan untuk pergi menemui Maxiem, dan meminta para pelayan merapikan hasil belanjaan. Langkah kaki wanita itu berjalan menuju belakang mansion. Dia ingin memberikan liontin, sekaligus memberitahu informasi baru pada Maxiem.

Ketika kaki Wona menginjak belakang mansion, awan kelabu tiba-tiba berkumpul dan bergerak menghalangi matahari. Angin dingin berembus, dan suara para pengawal yang berlatih terdengar di telinga Wona. Tepat di depan mata Wona, Wona melihat monster Gyura tengah bertelanjang dada sembari melatih pengawal-pengawalnya dengan senyuman lebar.

Wona sempat tertegun. Dia tak percaya, jika selain kekuatan, Maxiem juga berhasil mengingat pengetahuan Gyura tentang melatih dan bertarung untuk perang. Pria itu menggunakan tubuh monsternya untuk menghadapi satu persatu pengawal, sekaligus mengajari mereka cara menggunakan senjata dengan benar.

Satu anak panah mengenai lengan Maxiem, tetapi Maxiem malah tertawa merasa geli. Begitu pula ketika senjata menyentuh perut telanjangnya, pria itu hanya tertawa dan berkata, "Ternyata berlatih seperti ini menyenangkan juga. Seandainya aku mengetahui kekuatan monster ini lebih awal, sudah pasti aku tidak takut apa---"

Belum sempat Maxiem mengakhiri ucapannya, Maxiem teringat pada senjata istana yang dimiliki Charlos. Pria itu menyipit matanya, lalu mengambil senjata yang mendarat di lengannya. Dia mematahkan anak panah itu, ketika mengingat rasa sakit tak biasa. "Tetap saja, monster ini memiliki kelemahan. Ada baiknya aku menghindari senjata istana."

Ketika Maxiem tengah berpikir, sembari mencabuti anak panah di tubuhnya, dia tak sengaja melirik ke kanan. Hanya dalam hitungan detik saja, matanya menemukan sosok Wona yang tengah berdiri dengan tangan mengepal. Sudut bibir Maxiem terangkat lebar. Dia melambaikan tangannya, sementara tangan lainnya masih sibuk mencabuti anak panah dari tubuhnya.

"Kak Won! Kemarilah! Lihat ini! Aku bisa melatih para pengawal, sekaligus mencabuti anak panah tanpa rasa sakit! Ini menyenangkan!" teriak Maxiem.

Bola mata Wona berkaca-kaca, tetapi sudut bibirnya terangkat sedikit demi sedikit. Wanita itu menganggukkan kepala, lalu berjalan menghampiri Maxiem. Wona tahu, jika dia mendekat ke arah Maxiem, awan kelabu akan mengikutinya. Wona tahu, jika alam tidak mendukung keduanya bersama, lewat angin dingin yang terus menyelimuti keduanya. Mereka sama-sama memiliki peran sebagai penjahat, yang harusnya bersatu untuk memisahkan pasangan utama. Bukan bersatu sebagai pasangan yang tak peduli dengan hubungan pasangan utama.

Langit semakin menggelap, dan lagi-lagi sinar matahari meredup oleh awan kelabu. Hanya dalam hitungan detik saja, setetes air hujan membasahi bumi, bersamaan dengan tubuh Maxiem yang perlahan kembali ke wujud manusia. Satu persatu bulu di tubuhnya menghilang, menyisakan pria berkulit tan dengan tubuh kekar yang tengah bertelanjang dada.

Setetes air hujan membasahi rambut Gyura, lalu turun ke kening yang berkeringat, leher dan bergerak hingga perut berototnya. Pria itu diam-diam menutup kelopak matanya, sembari mengacak-acak rambutnya yang mulai basah. Dia tersenyum ke arah Wona yang berlari ke arahnya, sementara itu telinganya bisa mendengar beberapa pelayan mansion berjerit mengagumi ketampanannya.

"Wujud asli Tuan Gyura memang tampan, tapi kenapa aku jarang-jarang melihat ketampanannya ini?"

"Lihatlah, kulit tan dengan perut berotot itu! Sepertinya akan sangat menyenangkan jika bisa melihatnya terus menerus, apalagi memainkannya!"

"Apa ada pelayan yang bertugas membantu Tuan Gyura berganti baju? Jika ada, tukar posisinya denganku!"

"Jika tahu Tuan Gyura memiliki wajah seperti ini, ada baiknya aku dulu mendaftar menjadi calon istrinya saja!"

Semua bisikan dan teriakan para pelayan sampai di telinga Wona. Wona mendengkus, dan mengangkat gaunnya untuk mempercepat berjalan. Setelah itu, dia langsung melirik tajam ke arah Maxiem yang tengah menikmati air hujan.

"Kak Won, hari ini sangat menyenangkan... aku---" Belum sempat Maxiem mengakhiri ucapannya, Wona tiba-tiba memeluk tubuhnya di depan semua pelayan. Tetesan air hujan mengenai tubuh keduanya, sementara itu beberapa pelayan Wona segera mengambil payung, dan berlari ke arah Wona.

Maxiem tersenyum lalu membalas pelukan Wona. Dia berbisik, "Kenapa tiba-tiba memelukku? Aku tahu, aku memang biasa dirindukan orang, tapi kita baru berpisah beberapa jam saja."

Wona diam-diam menginjak kaki Maxiem, lalu berkata, "Hujan! Aku memelukmu karena hujan! Sebaiknya kau tak main hujan, jika tak ingin sakit dan tak ingin tepar sebelum perang!"

Maxiem memberitahu, "Harusnya kau datang membawa payung, bukan hanya memelukku seperti ini. Lihatlah para pelayan yang bersedih, karena kau menutup perut indahk---"

Wona semakin mempererat pelukannya, lalu memerintah, "Cepat berjalan mundur ke mansion, atau kupukul kau sekarang, Genit!"

•••

SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang