48. Santapan Malam (1)

160 31 2
                                    

Setelah pergi memeriksa acara pernikahan, akhirnya Wona bisa beristirahat di kamarnya. Niatnya awalnya adalah menutup kelopak mata dengan tenang, untuk mengisi tenaganya. Namun, ketika Wona berniat memejamkan matanya, Wona malah menemukan sosok Gyura yang masuk ke kamarnya dan mendekat ke arah ranjang.

Pria itu hanya mengenakan piyama tidur, dengan rambut basah yang masih meneteskan air ke lantai. Dia mendekat, dekat, dekat, sampai Wona bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Mata Wona bertemu dengan arah pandang Gyura. Gyura tersenyum manis, lalu duduk di samping Wona sembari memberitahu, "Malam ini aku akan tidur menemanimu."

Bukannya merasa senang, Wona malah merasa curiga. Wanita itu memelototkan mata, kemudian bertanya, "Ti... tidur di sini? Memangnya... memangnya apa yang membuatmu ingin di sini?"

Gyura mendekat, dan menggunakan jemari tangannya untuk mengambil helaian rambut Wona. Pria itu mengirup aroma wangi yang Wona keluarkan, sebelum mengecup rambutnya dan menyisipkannya pada telinga Wona. "Para pelayan memberitahuku jika aku dulu tak pernah absen tidur di kamarmu. Jadi, untuk memulihkan ingatanku sepenuhnya, aku akan tidur bersamamu."

Tidur bersama. Entah kenapa, mendengar kalimat itu, membuat Wona meneguk ludahnya sendiri. Wona masih ingat jelas, saat Gyura hilang kendali dan bersikap seperti monster padanya. Dia ingin mencari alasan untuk mempersiapkan diri, meskipun Wona memang membutuhkan suaminya untuk melepaskan diri dari novel ini.

Raut wajah Wona, menggambarkan apa yang Wona takutkan. Gyura dengan cepat menangkap artinya. Pria itu segera menyentuh tangan Wona, dan menggenggamnya erat. Dia memberitahu, "Aku hanya ingin tidur bersamamu, aku janji tidak akan menyentuhmu jika kau belum menginginkannya."

"Jika kau tidak setuju, aku akan pergi," ucap Gyura.

Wona tersenyum tipis mendengar ucapan Gyura yang kini menghormati keinginannya. Wanita itu akhirnya kembali membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia kemudian menepuk-nepuk sisi tempat tidurnya, hingga Gyura tersenyum dan ikut merebahkan dirinya di samping Wona.

Kini tempat tidur yang dulunya dipenuhi kehangatan, kembali diisi oleh pemiliknya. Wona merasa tenang, ketika berada di sisi suaminya. Meskipun yang ada di sampingnya adalah Gyura, Wona masih bisa merasakan kasih sayang Maxiem dari tubuh Gyura. Pria itu mengusap lembut rambut Wona, hingga Wona merasa tenang dan mulai memejamkan matanya erat-erat.

Kelopak mata Wona yang tertutup membuat Gyura tersenyum tipis. Entah niat dan keinginan dari mana, dirinya tiba-tiba ingin berada di samping Wona dan membelai lembut sang istri. Hanya dengan melihat Wona bernapas dengan tenang saja, semua kegelisahan Gyura berangsur-angsur menghilang. Kini, Gyura sepenuhnya percaya pada pelayan-pelayan yang mengatakan jika dirinya dulu sangat memperhatikan Wona dibanding dirinya sendiri.

Wona hampir tenggelam ke alam mimpi, jika saja seorang pelayan tidak mengetuk pintu kamarnya sembari memanggil namanya dengan nada panik. Segera saja, Wona langsung membuka kelopak matanya, kemudian berjalan ke arah pintu. Pergerakan terburu-buru Wona membuat Gyura kembali membuka kelopak matanya. Pria itu kebingungan dengan apa yang ingin disampaikan pelayan kepada Wona.

"Nyonya Jenevith! Ada yang mengirimi Anda surat dengan sebuah botol racun!" jelas pelayan itu.

Wona mengernyitkan kening, lalu mengambil surat yang diberikan pelayan. Matanya meneliti satu persatu tulisan yang ada di kertas, sampai matanya memelotot ketika menyadari isi dari tulisannya.

"Siapa yang mengirim pesan ini?" tanya Wona.

Pelayan itu mengernyitkan kening, kemudian menjawab, "Saya tidak tahu. Orang itu hanya meninggalkan surat dan botol racun ini di depan gerbang, dan pergi begitu saja."

"Apa tidak ada nama pengirimnya?" tanya pelayan.

Wona menatap tulisan yang ada di tangannya. Dia kemudian berkata pada pelayan, "Untuk saat ini, tolong katakan pada semua pelayan untuk tetap tenang, dan jangan memedulikan suratnya."

Setelah mendapatkan surat, Wona meminta pelayan itu kembali beristirahat di kamarnya. Sementara Wona sendiri mengamati kertas di dalam genggamannya dengan saksama. Dia membaca kertas itu berulang kali untuk memastikan, tetapi kertas itu tak pernah berganti kata sedikit pun.

"Aku sudah memperingatimu untuk tidak membuat Putri menangis. Tapi kau malah mendekat ke arah suaminya, dan mencuri perhatiannya tanpa tahu malu."

"Dirimu persis seperti isi yang ada di botol racun ini. Dan aku pastikan, besok... isi botol ini akan menghancurkanmu."

Tanpa mengetahui pengirimnya siapa, Wona bisa menebak siapa pelakunya. Di dalam pikiran Wona hanya nama Shia saja yang berani melakukan hal seperti ini padanya. Namun, yang tak Wona mengerti adalah bagaimana seekor rusa bisa menulis surat ancaman? Pasti ada seseorang yang membantunya. Wona yakin, orang itu juga yang membantu Shia lepas dari kurungan rumahnya.

"Isi botol... racun... " Wona teringat pada isi novel Sisi Pangeran Mahkota, di mana Jenevith dihukum m*ti karena berusaha meracuni Raja. Lalu sekarang? Wona baru sadar, jika itu adalah fitnah yang dilakukan Shia untuk melindungi Angela dari Jenevith.

"Rusa itu benar-benar gil*. Dan aku juga sama-sama gil* karena masuk ke dunia ini."

"Pantas saja ceritaku berlanjut dan tinggal beberapa halaman lagi. Rupanya aku memang ditakdirkan untuk mati difitnah seperti ini."

"Apakah tidak ada cara cepat untuk meninggalkan dunia gila ini?"

"Kecuali..." Wona melihat ke arah Gyura yang baru bangun dengan mata penasaran ke arahnya. Pria itu menanyakan apa yang disampaikan pelayan, sampai membuat ekspresi Wona berubah menjadi tegang. Namun, bukannya menjawab ucapan Gyura, Wona malah berjalan ke arahnya sembari menarik gaun tidur di bagian bahunya untuk merosot. "Aku memenuhi peran Jenevith sepenuhnya."

Gyura bertanya, "Ada apa? Apa ada masalah?"

Wona mengikat rambut panjangnya ke belakang. Wanita itu membiarkan Gyura melihat leher jenjang putih miliknya, sebelum akhirnya menarik bajunya untuk menunjukan belahan dadanya di hadapan sang suami. Dia berjalan perlahan ke arah Gyura, dengan tatapan rubah polos menggoda, yang membuat Gyura mematung.

"Suamiku. Kau bilang, kau hanya ingin tidur bersamaku, dan berjanji tidak akan menyentuhku jika aku belum menginginkannya."

"Tapi... bagaimana jika aku menginginkannya sekarang?"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang