32. Jatuh Cinta (1)

670 55 10
                                    

Syarat up chap selanjutnya 30 bintang.

Absen emoji bulannya di sini 🌕:

•••

Suara langkah kaki pelayan terdengar dari ruang makan. Beberapa di antara mereka sibuk menata meja makan, sementara yang lainnya mulai menaruh satu persatu makanan di atas meja. Mereka melakukan pekerjaan dengan serius, sampai Wona dan Maxiem keluar dari kamar keduanya.

Sejak keluar dari kamar, Wona bisa melihat beberapa pelayan tersenyum dan menundukkan kepala. Mereka menyapa Maxiem dan Wona, sembari menawarkan sarapan yang sudah dibuat.

Maxiem menganggukkan kepala, memberi tanda jika dirinya akan menerima makanan itu. Sementara Wona sendiri terdiam, hingga Maxiem melirik ke arahnya dan berucap, "Lihatlah para pelayan itu. Setelah tahu Gyura memenangkan perang, dan mendapatkan pujian Raja... mereka baru memberiku senyuman dan penawaran seperti ini."

Wona membalas, "Sudahlah, lupakan sikap mereka yang terdahulu. Sekarang, segera sarapan dan pergi ke istana."

Ucapan Wona membuat Maxiem menarik sudut bibirnya ke atas. Dia menganggukkan kepala, sekaligus berucap, "Baiklah. Karena kemarin malam kau sudah memuaskanku, aku sekarang bisa pergi ke istana dengan bangga."

Wona merotasikan mata, dan Maxiem melangkahkan kakinya dengan percaya diri. Maxiem tak sabar untuk mencicipi sarapan pagi yang tak dia rasakan di medan perang. Namun, ketika Maxiem sudah melangkahkan kakinya jauh dari Wona, tiba-tiba Maxiem menghentikkan kakinya. Pria bertubuh monster itu berbalik, dan menatap Wona yang berjalan lambat.

"Kak Won, kenapa kau berjalan seperti siput? Apakah tubuhmu sakit setelah kita bermalam bersama?" tanya Maxiem. Wona langsung melirik ke arah Maxiem dengan mata memelotot. Hal ini tak membuat Maxiem takut, melainkan tersenyum kecil, sembari menatap Wona dari bawah hingga ke atas.

Tepat di depan Maxiem, Wona mengenakan gaun panjang dengan pernak-pernik hiasan berlian yang memenuhi setiap sudutnya. Sementara bagian tubuh atasnya dililit oleh kain panjang, yang sengaja digunakan untuk menutup bekas cinta Maxiem. Wona tak membiarkan kulit putihnya terekspos, tetapi mata Maxiem malah menyelidiki setiap jengkal tubuhnya dengan tatapan dan senyuman nakal.

Di bawah cahaya matahari yang memantul dari jendela, Maxiem bisa melihat keraguan di depan mata Wona. Entah apa yang Wona pikirkan, tetapi Maxiem tak bisa meninggalkan sang istri begitu saja. Pada akhirnya dia berbalik, dan berjalan ke depan Wona.

Setelah sampai, Maxiem langsung menggendong sang istri. Spontan, Wona berpegangan pada bahunya. "Maxiem! Turunkan aku! Aku baik-baik saja!"

Maxiem tak menyetujui keinginan Wona. Dia malah meneruskan perjalanannya, sembari berkata, "Kau berjalan terlalu lambat, seolah-olah tadi malam aku terlalu kasar di atas ranjang."

Wona menepuk bibir Maxiem, sembari memperingati, "Jaga mulutmu."

Maxiem bertanya, "Kalau begitu kenapa kau berjalan dengan lambat? Apa tadi malam aku menyakitimu? Aku menggempurmu terlalu kasar?"

Maxiem tertawa melihat wajah Wona yang memerah seperti kepiting rebus. Apalagi ketika para pelayan salah paham, dan mulai menggosipkan hal-hal tentang Tuan mereka. Maxiem menikmati gosipan mereka, berbeda lagi dengan Wona yang menutup bibir Maxiem dengan telapak tangannya.

Wona mengeluarkan napas panjang, setelah itu dia berbisik, "Sejujurnya aku tak nyaman dengan gaun yang diberikan para pelayan padaku."

Maxiem berkata, "Kenapa tidak nyaman? Aku lihat kau terlihat cantik mengenakannya, apa bahannya terlalu panas dan berat?"

"Jika, iya, akan kuperintahkan mereka mencari gaun baru atau... kau bisa membeli gaun yang baru," saran Maxiem.

Wona berkata, "Entah kenapa, sekarang para pelayan memintaku mengenakan gaun mewah yang beratnya minta ampun. Mereka membuang gaun lamaku, dan mendandaniku seperti ini."

"Kau tinggal tak perlu mengenakannya saja. Akan kuperintahkan Kepala Pelayan untuk meminta penjait membuat ulang gaunmu," bisik Maxiem.

Wona mengernyitkan kening, lalu berkata, "Masalahnya, gaun ini mahal dan sayang jika tidak dikenakan. Aku tak bisa menolak kebaikan mereka dalam memberiku gaun ini."

"Lalu... lalu... gaunnya juga sengaja didesain untuk menutupi bekas cumbuanmu," cicit Wona, yang dibalas oleh tawa ejekan Maxiem. Pria itu tersenyum dan membalas, "Jadi kau sebenarnya tak nyaman karena gaun ini menutupi tanda cintaku? Kau ingin aku buatkan gaun yang lebih terbuka? Agar siapa pun tahu tanda cintaku membekas di tubuhmu?"

"Bukan seperti itu! Kau benar-benar tidak bisa diajak serius!" gerutu Wona.

"Aku bisa serius. Kemarin saat kita bermalam, aku juga serius melakukannya bukan?" tanya Maxiem.

Wona menatap tajam ke arah Maxiem, dan Maxiem langsung mengeluarkan napas panjang. "Begini saja, kau ingin aku melakukan apa?" tanya Maxiem, lalu mencoba menahan tawanya.

Wona melirik ke arah para pelayan yang tengah membersihkan mansion. Dia lalu berkata pada Maxiem, "Pokoknya kau harus membantuku menyingkirkan gaun-gaun itu, tanpa menyakiti perasaan para pelayan."

"Baiklah. Setelah selesai dari istana, akan kuturuti semua keinginanmu. Kalau perlu, akan kudesain gaun malam baru untukmu," ucap Maxiem yang dibalas tepukan pada bibirnya. Entah berapa kali, Wona harus bersabar menghadapi bibir Maxiem yang senang asal berucap.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang