42. Asing (2)

127 22 2
                                    

Setelah meminta para pelayan mansion mengurus kematian Nyonya Gloria, kini Wona termenung di depan ruangan istirahatnya sendiri. Wanita itu mencoba mencerna satu persatu kejadian yang terjadi. Hingga akhirnya, Wona teringat pada buku novel, di mana bagian Gyura sudah hampir mencapai akhir. Berbeda lagi dengan bagian Wona yang melompat-lompat.

"Sepertinya Maxiem telah kembali, karena dia sudah mengerjakan semua bagiannya sampai akhir."

"Lalu aku? Kenapa masih berada di sini?"

"Padahal aku yang lebih dulu tiba di sini, tapi Maxiem yang lebih dulu pergi."

Wona kembali berpikir. Otaknya mulai merasa letih dengan apa yang terjadi. Apalagi ketika Wona harus menelan kenyataan pahit, jika Nyonya Gloria kini telah tiada. "Sekarang aku harus bagaimana? Bagaimana bisa aku memerankan istri Gyura, padahal Gyura sendiri tak kenal padaku?"

Satu persatu beban hinggap di bahu Wona. Wona hampir menangis kembali, tetapi tiba-tiba seorang tabib berbaju putih menghampirinya. Angela bertanya, "Nyonya Jene? Kau sudah siuman? Sekarang bagaimana keadaanmu?"

Suara lembut Angela menghampiri Wona, hingga akhirnya Wona mulai mendongak dan menatap ke arahnya. Di depan mata Wona, terlihat sorot mata khawatir yang Angela berikan untuknya. Angela bertanya karena cemas, tetapi bayang-bayang saat Shia mengancam dirinya membuat Wona merasa dadanya menyesak.

Keadaan Wona jauh dari kata baik, dan Wona tak bisa mengungkapkan kejadian yang sebenarnya terjadi. Termasuk saat Shia berkata akan menyakiti Wona, karena sudah merusak alur hidup Angela. Wona masih kekurangan bukti untuk membela diri, dan membuktikan jika apa yang dikatakan Shia tal benar mengenai dirinya.

"Ada apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Angela.

Wona membalas, "Ange--- ah bukan. Maksudku Putri Mahkota. Terima kasih sudah menolongku, dan jika kau tak keberatan... aku minta supaya kau mau menyembuhkan suamiku."

Angela mengangguk, dan menyentuh bahu Wona. Dia memberitahu, "Rupanya ini yang membuatmu bersedih. Tenang saja, aku pasti akan mengobati suamimu. Lagi pula dia sudah membantu penjaga melancarkan acara penobatanku. Aku tentu harus membalas jasanya."

"Para pengawal sudah bergerak mencari pelakunya. Jadi, kau cukup beristirahat saja."

"Dan... jika ada permintaan lain, jangan lupa ucapkan saja padaku," ujar Angela.

Wona lupa, jika hati Angela semurni mata air. Tepat di depannya, Angela menawarkan bantuan. Wanita itu pasti akan membantu Wona, termasuk jika Wona memberitahu rusa temannya lah yang telah menjadi dalang dari semua kekacauan yang terjadi.

"Jika aku sudah tahu pelakunya, apa kau bisa membantuku memberinya hukuman yang cocok?" tanya Wona.

Angela menganggukkan kepala. "Tentu saja. Aku menjungjung tinggi keadilan. Kau tinggal mengatakan padaku, siapa orangnya."

Wona menjawab, "Bukan orang tapi---" Ucapan Wona terhenti, ketika Gyura datang dengan tubuh berbalut perban, dan tangan yang terjulur ke depan untuk mencari jalan di antara kegelapan. Pria itu mengenali suara Wona, dan berkata, "Istriku?"

Wona melirik ke belakang, dan terkejut melihat kedatangan Gyura. Wanita itu lalu membalas, " Ya?"

Suara Wona langsung menjadi tujuan pemberhentian dari langkah Gyura. Gyura menjadikannya sebagai patokan untuk berjalan, tanpa keraguan sedikit pun. Lalu ketika Gyura yakin, sumber suara Wona... Gyura langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Wona, dia menarik Wona ke dekatnya, sampai semua orang yang ada di tempat itu mengernyitkan kening terkejut.

"Gyu... ra?" panggil Wona dengan tergagap.

Tanpa menjawab panggilan Wona, jemari Gyura merambat pada punggung Wona. Pria itu menyentuh tubuh Wona, bergerak ke atas, hingga akhirnya dia berhasil menjambak rambut Wona ke bawah. Akibat tingkahnya ini, wajah Wona mendongak ke atas, dengan rasa nyeri pada kulit kepala.

"Kau sebenarnya siapa?! Beraninya kau bermain-main dengan hidup seseorang, S*alan!" teriak Gyura di hadapan semua orang.

•••

SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang