29. Panggilan Malam (3)

423 58 6
                                    

Akira's Note:

Halo siapa pun kamu yang meluangkan waktunya untuk membuka chapter ini. Sebelumnya aku ingin memberitahu, jika bukunya mungkin gak akan bisa di update tiap hari kayak biasanya. Karena apa? Karena buku sebelah perlu aku revisi dan jadwalin babnya, ya.

Jadi jangan ditunggu, dan cukup di voment saja😆

Kurang dari 30 vote, gak ada lanjutannya. Jangan lupa pencet bintangnya 😉

Sekian, terima bintang.

•••

Langit menggelap, dan tubuh Maxiem perlahan mulai kembali ke wujud aslinya. Pria itu menggunakan lengan kekarnya untuk membungkus tubuh sang istri dari dinginnya malam. Meskipun tanpa bulu, tetapi Wona bisa merasakan kehangatan yang coba Maxiem berikan. Wanita itu melirik ke samping, dan membalas, "Aku juga merindukanmu."

Kedua bola mata mereka bertemu. Di dalam bayangan mata teduh Maxiem, Wona hanya menemukan bayangannya seorang. Begitu pula dengan bayangan yang ada di bola mata Wona, dia hanya melihat bayangan Maxiem yang menatapnya dengan senyuman tipis.

Tanpa banyak bertanya ataupun menjawab, bibir keduanya seolah tahu apa yang diinginkan satu sama lain. Mereka memiringkan wajahnya, mendekat, memperkikis jarak dan hanya dalam hitungan detik saja bibir keduanya sudah menjelajah mengobati rasa rindunya masing-masing.

Bibir merah muda Wona yang sudah tak tersentuh selama dua minggu, kini kembali merona dengan pangutan Maxiem. Setiap Maxiem menarik bibirnya, Wona tak bisa menahan diri untuk tidak membalas sentuhannya. Wanita itu menyerahkan dirinya dengan mudah, dan terbuai pada pangutan Maxiem yang memburu.

Napas hangat terbagi, dan jemari Wona perlahan mulai melingkar di leher Maxiem. Dia membiarkan tubuhnya duduk di paha sang suami, sementara bibirnya sendiri mulai melakukan penjelajahan ke bibir Maxiem. Keduanya seolah tahu, waktu untuk membelai bibir, membuka bibir atau bahkan menyelam semakin dalam ke bagian tersembunyi di dalam mulut keduanya.

Wona menikmati setiap detik yang dia habiskan bersama sang suami. Begitu pula dengan Maxiem yang tak henti-henti merampas kegelisahan yang dimiliki Wona. Pria itu membuat Wona mabuk dalam kegilaan pangutannya, sampai Wona membiarkan Maxiem menjelajah bagian tubuhnya satu persatu.

Jari jemari Maxiem membelai rambut Wona, turun ke pipi, turun ke leher, turun ke bahu, dan berhenti di depan dada. Tanpa aba-aba, Maxiem menyentuh dan menangkup dada kanan Wona. Pria itu awalnya hanya ingin memeriksa kesanggupan Wona saja, tetapi ketika dirasa Wona tak keberatan, dirinya mulai berani meremas-remas bagian yang sudah lama dia dambakan.

Remasan pertama, dan Wona semakin merasakan perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Bibirnya terlepas dengan bibir Maxiem, tetapi detak jantungnya masih berdetak kencang. Apalagi ketika Maxiem berani mencari-cari puncuk dadanya untuk dia permainkan, dibalik gaun Wona.

"Maxiem.. uhm... jangan sekarang," pinta Wona kemudian menyentuh lengan kekar Maxiem.

Maxiem menghentikan penjelajahannya. Pria itu menunduk, dan menatap Wona yang berkaca-kaca dengan bibir mengkilap setelah diciumnya tanpa henti. Bukannya merasa harus berhenti, wajah mendamba Wona malah membuat Maxiem terpancing. Tanpa permisi, Maxiem menarik kain pada bahu Wona untuk turun, meskipun akhirnya Wona menahannya kembali. "Tahanlah sampai bulan purnama tiba."

"Tidak ada yang melarang kita untuk melepas rindu sebelum bulan purnama, bukan? Apa salahnya? Lagi pula kita sudah menikah?" tanya Maxiem.

Maxiem kembali bergerak, dan membelai buah dada yang belum dia remas. Pria itu sengaja memancing Wona untuk terangsang, tetapi fokus Wona sendiri malah tertuju ke ara pengawal yang berjalan ke arahnya bersama Maxiem. Wona berusaha menahan desahannya, sembari memberitahu Maxiem, "Maxiem, ada pengawal istana! Mereka sepertinya akan menjemputmu!"

Perset*anan dengan panggilan Raja. Maxiem tak bisa mengabaikan sang istri, hanya untuk menjawab panggilan dari orang yang pernah memusuhi Gyura. Dibanding menjawab panggilan itu, Maxiem tiba-tiba menggendong tubuh Wona seperti koala. Pria itu mempercepat jalannya menuju ke kamar keduanya. Itu pun tanpa memedulikan panggilan, atau pukulan Wona pada punggungnya. "Maxiem! Kau mau membawaku ke mana?!"

Maxiem menarik sebelah sudut bibirnya lalu menjawab, "Ke kamar kita."

"Apa kau sudah gil*?! Para pengawal sedang mencarimu, turunkan aku dan segera pergi! Jangan buat Raja menunggu," peringat Wona.

Maxiem masih meneruskan perjalanannya. Pria itu bertemu dengan pelayan yang ada di depan kamar Wona, lalu berpesan, "Katakan pada pengawal istana, jika aku menolak dipanggil ke istana sekarang."

"Dan satu lagi, jangan ganggu aku dan istriku malam ini."

••• 

••• 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang