24. Mimpi Buruk (2)

574 65 5
                                    

Hangatnya sinar matahari terasa di kulit berbulu Maxiem. Hanya dalam hitungan detik saja, Maxiem membuka kelopak matanya. Sudut bibirnya terangkat ke atas, ketika dirinya menemukan sosok Wona yang masih tertidur dengan tangan masuk ke pelukan Maxiem. Keduanya menggunakan selimut satu untuk bersama, di atas ranjang Gyura yang besar dan empuk.

Hal yang pertama kali Maxiem lakukan ketika dirinya bangun adalah mengusap helaian rambut yang menghalangi wajah cantik Wona. Cahaya mentari pagi langsung jatuh ke wajah Wona, sampai Maxiem bisa menatap kagum ke arah wajah tenang Wona yang tengah tertidur.

"Cantik," gumam Maxiem.

Gumaman Maxiem membuat Wona membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit. Wanita itu sedikit tersentak kaget, ketika melihat Maxiem telah kembali ke wujud monsternya dan tertidur di sampingnya dengan senyuman lebar. "Kau sudah kembali lagi?"

Maxiem menjawab, "Cahaya matahari bersinar terang, sampai menjangkau kulit tubuhku. Sudah pasti tubuhku masih terkutuk menjadi monster bola bulu ini. Lagi pula kau belum melepaskannya."

Ucapan Maxiem membuat Wona menurunkan sudut bibirnya. "Maaf."

Padahal Maxiem hanya bercanda, tetapi melihat Wona yang merasa bersalah, Maxiem segera menyentuh dagunya dan mengangkat wajah Wona. Pria itu menatap kedua mata Wona, sembari berkata, "Sudahlah jangan murung seperti ini. Lagi pula aku sudah terbiasa dengan tubuh bola bulu ini."

Wona akhirnya melihat ke arah jendela kamar. Padahal kain penghalang jendela masih terpasang rapi, tetapi sinarnya masih masuk dan mengenai Maxiem. Perlahan, jemari tangan Wona terarah ke depan, dia berusaha menyembunyikan sinar yang memancar ke wajah Maxiem. Tingkah Wona membuat Maxiem tersenyum, dan bertanya, "Apa yang sedang kau lakukan, Kak Won?"

Wona melirik ke arah bayangan tangannya yang kini menutupi wajah Maxiem dari matahari. Dengan wajah datar, dia mengungkap, "Kau pasti kepanasan karena cahaya ini."

Maxiem tertawa mendengar ucapan Wona. Pria itu langsung membalas, "Kak Won, cahaya matahari pagi itu mengandung vitamin C."

"Vitamin D," ralat Wona.

Maxiem melanjut, "Nah, itu maksudku. Jadi, tidak masalah jika aku terkena cahayanya."

Wona menjawab, "Tapi pengaturan itu berbeda dengan dunia novel ini Maxiem! Jika tubuhmu terkena cahaya matahari, kau... kau akan kembali dikutuk."

Wona menurunkan sudut bibirnya, dan Maxiem segera menggapai jemari tangan Wona untuk tidak menghalangi sinar matahari bersinar terang. Pria itu menahan jemari tangan Wona di sisi jemari tangannya, baru kemudian menyentuh pipi Wona dengan senyuman tipis. "Aku tahu, kutukan ini akan kembali jika cahaya matahari ada."

"Tapi... karena cahaya matahari juga, aku bisa melihat wajah cantik istriku ini. Jadi, kenapa harus dihalangi, jika aku menyukai hasilnya?" tanya Maxiem.

Hanya dalam hitungan detik saja, ucapan Maxiem berhasil membuat wajah Wona memerah. Wona segera beranjak dari tempat tidur. Dia tak mau menunjukkan dirinya yang salah tingkah, apalagi detak jantungnya berdetak semakin kencang dengan perasaan aneh merambat ke jantungnya.

"Berhenti membual, dan cepatlah bangun! Gyura yang asli adalah orang rajin yang memanfaatkan waktu sebaik mungkin!" gertak Wona, lalu turun dari ranjang.

Maxiem tertawa dan membalas, "Aku juga selalu bangun pagi. Hari ini aku telat bangun, karena milikku terpuaskan setelah kau bela---"

Wona langsung melemparkan bantal yang ada di atas ranjang pada Maxiem. Dia berhasil membuat ucapan Maxiem terpotong, sebelum akhirnya bergerak keluar kamar dengan langkah terburu-buru.

Maxiem tertawa setelah bantal yang dilempar Wona merosot dan jatuh ke ranjang. Pria itu tersenyum, dan berteriak, "Aku menanti malam pelepasan kutukan lagi, Kak Won!"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SISI ANTAGONIS #Meanie [Ongoing]⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang