Part 33

1.6K 128 4
                                    

Budayakan Vote sebelum membaca ^.^
____________________________________

"Bagaimana? sudah kalian sembunyikan?" Tanyaku memastikan.

Mereka semua mengangguk dengan antusias. Bersemangat karena game ini akan dimulai. Aku dan Terry juga sudah menyembunyikan papan panah kami di atas pohon. Itu semua ideku karena kupikir mereka pasti fokus untuk mencari di bawah bukannya diatas. Tapi kalau masalah Kai sih aku bisa yakin dia menyembunyikannya di tempat yang sangat aneh semoga saja dia tidak menyembunyikan papannya di atas menara jaga atau di atas atap istana.

"Kita mulai saja sekarang. BERPENCAR! Semoga beruntung kalian!" Teriakku lalu pergi melesat bersama Terry.

"Apa rencana kita Lin? Sulit bagi kita untuk mencari papan panah milik mereka," tanya Terry khawatir sambil melihat sekelilingnya dengan waspada.

Aku hanya tersenyum licik, karena ini di dalam game sifat lamaku yang tidak pernah beruntung plus selalu ketakutan akan sesuatu keadaan sudah tidak pernah muncul ke daratan lagi berganti dengan sifatku yang sekarang, berani. Oh... Mungkin sekarang aku licik dan manipulatif. Tapi jangan sampai terlalu kentara dehh liciknya.

Aku hanya tersenyum, "Jangan khawatir rencana kita untuk mengerjai Rose dan Farkas masih dalam rencana yang mulus kok," jawabku sambil menyerigai senang. Bukan rencana mengerjai mereka yang seperti kalian semua pikirkan, aku hanya ingin mempersatukan Rose dengan Farkas saja, aku merasa kasihan melihat Rose yang kadang-kadang melihat Farkas latihan dari jauh meskipun dia bisa saja ikut latihan dan berdiri di samping Farkas.

"Jadi apa rencanamu Lin?"

"Sebentar," seruku lalu merapalkan mantra. Aku sangat beruntung karena Merlin mengajarkan sihir angin kepadaku, meskipun hanya berguna pada saat-saat tertentu saja dan tidak bisa diandalkan terus menerus, apalagi dalam jangka waktu yang cukup lama.

Wushh... Wushh...

"Terry kamu ikuti arah angin ini. Angin ini berasal dari sihirku dan berbeda dengan angin biasanya, indramu pasti bisa merasakannya," kataku sambil memandangnya, sedangkan Terry hanya mengeryitkan dahinya sesaat sebelum akhirnya kembali menatapku dengan tajam.

"Dari mana kamu tahu Lin? Aku tidak pernah menunjukkan kepada orang lain bahwa indraku yang lain bisa merasakan gerakan sehalus mungkin seperti darimana arah angin?" Tanya Terry tajam setajam tatapan matanya yang sekarang sedang menyipit kearahku.

Sebenarnya kemampuan yang dimiliki Terry ini sangat luar biasa, apalagi pada zaman kerajaan ini, tapi tetap saja kekuatan Terry itu dianggap abnormal dari manusia lainnya. Maka dari itu Terry sengaja menyembunyikan kemampuannya ini agar tidak dianggap aneh oleh yang lainnya.

Tapi sejujurnya aku selalu kagum padanya. Sihir bisa dipelajari, pedang dan panah bisa dilatih tapi kekuatan Terru tidak bisa dilatih maupun dipelajari, kekuatannya murni dari dalam dirinya sendiri. Itulah yang membuatku kagum padanya dan tidak pernah menganggapnya aneh.

Aku kembali memandangnya dengan tenang, tidak merasa takut oleh tatapan mengintimidasi, serasa ingin membunuhku hidup-hidup oleh pedang yang tergantung di pinggangnya. Aku tersenyum manis sambil menggerak-gerakkan tanganku kedepan dan kebelakang seolah tak peduli dengan pertanyaan yang dia ajukan kepadaku, "Aku pernah melihatmu," kataku misterius.

"Kapan Lin? Aku sudah sangat berhati-hati agar orang tidak pernah menyadarinya bahkan saat aku latihan sekalipun, kau tidak membuntutiku bukan?" desisnya tajam.

Fantasy KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang