"Kau harus makan!" Tegas orang dibelakang. Aku terkejut lalu berbalik arah, melihat orang tersebut bersedekap.
"Kau—!" Aku terkesiap kaget.
****
"Farkas!" Pekikku berbarengan dengan Kai.
"Hai Lin, kita bertemu lagi." Farkas maju, ia menarik salah satu kursi di sebelahku lalu mendudukinya dengan lemas.
"Farkas, kau kemana saja, aku lama sekali tidak menemuimu."
"Aku harus mengurusi berbagai macam kendala yang terjadi di kastil De Hillburg, sungguh aku lelah sekali." Farkas menggeleng-gelengkan kepalanya, salah satu tangannya bertumpu di kepalanya. Aku berinisiatif sendiri, aku bangkit dan menuangkan susu panas ke dalam cangkir di depan Farkas.
"Ini minumlah dulu." Aku mendorong pelan cangkir tersebut agar lebih dekat dengan jangkauannya. "Susu bisa membuatmu merasa lebih baik."
"Terimakasih." Farkas menyeruput susu itu pelan-pelan.
"Sudah merasa lebih baik?" Aku bertanya prihatin. Farkas terlihat sangat lelah. Bajunya yang berwarna ungu kelam bercampur hitam terlihat kusut, rambutnya tidak terlalu tertata rapi. Pedangnya disampirkannya dengan asal-asalan dipinggangnya begitu pula dengan busur panahnya dibiarkannya saja menggantung berantakan dipundaknya. Matanya tampak memerah, sepertinya dia harus berkutat dengan dokumen-dokumen kerajaannya.
"Terjadi kendala disana?" Aku kembali menduduki bangku yang sebelumnya kududuki.
"Ya sampai-sampai aku tidak dapat menjalankan misi dengan tenang." Farkas terlihat agak frustasi. "Aku tidak tahu, kepemimpinan di bawah bangsawan De Hillburg banyak sekali pemberontak, memang aku tidak peduli dengan semua itu selama pengembaraanku. Sepertinya orang kepercayaan De Hillburg tidak dapat menangani hal itu belum lagi Swa dan Sha sering menghancurkan kastil dengan mainan mereka, membuat pengeluaran kastil bertambah." Farkas memasang tampang lelah. Aku mengulurkan tanganku untuk mengusap pundaknya, memberikan ketenangan meskipun tidak membantu banyak.
"Istirahatlah terlebih dahulu." Kataku menyarankan. "Kau terlihat sangat lelah, kita masih memiliki waktu sebelum persiapan perang. Akan kubangunkan kau kalau kita akan berangkat." Aku tersenyum manis. Farkas mengangguk, ia menyeruput susunya hingga tandas lalu bangkit berdiri dari kursi yang didudukinya.
"Aku duluan Lin, maaf merepotkan anda My Lady." Farkas membungkuk dihadapanku. Ia tidak melupakan attitudenya sebagai seorang knight. Aku mengangguk. "Istirahatlah, jangan memikirkan apapun lagi."
"Baiklah, My Lady." Ia mengecup punggung tanganku kemudian berlalu pergi dari ruang makan.
"Waoo... kau dan Farkas tidak terlihat sebagai seorang knight dan tuannya melainkan sebagai sepasang kekasih." Kai tersenyum menggoda, tangannya menopang kedua kepalanya. "Arthur saja lewat." Ia tersenyum jahil.
"Siapa yang lewat?" Lancelot muncul dari arah belakang bersamaan dengan Terry yang berjalan masuk dari arah berlawanan.
"Tidak ada, Kai hanya mengada-ngada." Aku menggelengkan kepala dengan kuat.
"Bagaimana persiapan kita Lancelot?" Kai mengalihkan pandangannya.
"Tidak buruk." Lancelot menjawab sambil menarik kursi tepat disebelah Kai, sedangkan Terry mengambil kursi yang tadinya diduduki oleh Farkas.
"Kemana perginya Farkas?" Terry mengedarkan pandangannya. "Rasanya tadi aku melihatnya masuk ke dalam sini."
"Ia berada di arenanya sendiri." Kali ini Kai yang menjawab. Ia memakan kembali roti yang tadi sempat ditaruhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasy Knight
FantasyLin hanya seorang anak SMA biasa, tidak terkenal, biasa-biasa saja bahkan sering di bully. Dihari pindahannya ke sekolah baru, Lin mendapatkan sebuah video game yang mengirim dia ke sebuah dunia dimana dia menemukan penyihir dan memberi tau dia bahw...