Part 46

1.3K 119 27
                                    

"Bagaimana persiapannya?" Arthur berjalan di depanku, mengecek beberapa perlengkapan perang.

"Semuanya baik Yang Mulia." Lancelot menjawab dengan sopan. Arthur mengangguk puas. Ia berjalan kembali sambil menggenggam tanganku memasuki kawasan istana.

"Arthur bagaimana dengan pedangmu?" Aku mengingatkannya. Bukannya pedang Arthur patah semalam?

"Pedangku?" Arthur mengerutkan alisnya. "Ahh... yang semalam? Guru sudah menggantinya hanya saja ia tidak yakin akan kekuatannya. Guru berkata aku harus mencari pedang yang bisa tahan dengan kekuatanku."

"Apakah pedang itu pedang Excalibur?"

"Bagaimana kau tahu?" Arthur nampak terkejut. "Aku tidak pernah memberitahumu tentang itu." Aku langsung gelagapan. "Aku tahu dari Merlin." Kataku akhirnya, meskipun aku harus meminta maaf padanya nanti karena telah menggunakan namanya.

"Ya, Guru menyuruhku untuk mencari pedang itu denganmu tiga hari yang lalu saat kau pergi ke duniamu." Aku menatapnya penuh permintaan maaf. Aku memang egois, tidak memikirkan sekitarku dan memutuskan untuk pulang padahal mereka masih membutuhkanku di dunia ini.

"Maafkan aku." Aku menundukkan kepala, tak berani menatap manik ungu yang sedang menatap tajam dirinya.

"Tidak perlu, aku mengizinkanmu pulang jadi aku harus menanggung resikonya. Lagipula masih ada waktu untuk mencari pedang itu." Arthur membalikkan tubuhnya.

"Aku egois, maafkan aku." Aku menundukkan kepalaku lebih dalam.

"Kau memang egois tapi aku tidak mempermasalahkannya." Arthur menghampiriku dan mengacak rambutku. "Aku tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkannya. Ada atau tidakpun aku pasti akan memenangkan perang ini." Arthur berucap yakin. "Dan menjadi Raja yang dapat dibanggakan."

Aku tersenyum manis. Ahh... perkataannya persis saat ia kecil. Tidak berubah sama sekali dan itu yang membuatku semakin menyukainya.

****

Aku melangkahkan kakiku melintasi padang bunga Camomile di malam hari. Tempat yang membuatku selalu mengingat bahwa aku berada di dunia lain, bukan di bumi.

Tempat manis yang mengingatkanku dengan Arthur, Lancelot dan yang lainnya. Aku bersandar di bawah batang pohon, menghelakan nafasku tanpa sadar mengusap salah satu lenganku, menahan angin malam yang mulai dingin.

"Dasar gadis bodoh, kau bisa sakit jika disini terlalu lama." Arthur menyelimuti bahuku dengan jubahnya. Ia ikut duduk disampingku. Aku cemberut mendengar perkataannya.

"Aku pulang lagi nihh!" Ancamku jengkel. Sebenarnya aku hanya becanda, sumpah. Tapi sepertinya Arthur tidak menanggapinya seperti itu. Dia menatapku dengan amarah yang terlihat nyata di kedua mata ungunya.

"Kalau kamu pulang, akan kubuat kau merasakan akibatnya." Arthur tersenyum licik, mata ungunya menyipit saat melihatku. "Kau pasti bertemu dengan pria itu juga 'kan?"

"Pria itu?" Ulangku tak mengerti maksudnya. Memangnya aku ada dekat dengan pria lain kecuali dirinya. Aneh-aneh saja.

"Iya pria itu, Kanata."

"Kanata? Aihara Kanata? Kau masih mengingat Kanata?!" Aku terpekik. Terkejut tentu saja. Itu sudah sangat lama, bahkan Arthur jarang hampir tidak pernah membahas hal itu denganku.

"Kau pikir siapa? Tentu saja aku masih ingat. Pria itu adalah sainganku dalam memperebutkanmu. Kecuali kalau kamu memilih menetap di sini bersamaku, menjadi ratuku." Arthur merebahkan tubuhnya, kepalanya ditaruhnya diatas pangkuanku.

Aku terkejut Arthur melakukan itu, ia tidak pernah meletakkan kepalanya di pangkuanku, tapi tentu saja aku tidak menolak sama sekali. Biarlah, lagipula aku tidak keberatan juga dengan perlakuannya itu.

Fantasy KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang