Part 38

1.4K 104 7
                                    

Sorry karena lama banget menghilang dari peredaran, aku lagi UAS nihh... Dan baru bisa balik sekarang.

Happy reading!!

_______________________________

"Kita berhenti sebentar disini." Arthur berseru. Dia turun dari kudanya, berjalan menuju pohon dan duduk dibawahnya, dia meluruskan kakinya sejenak sambil memejamkan mata.

Aku melompat turun dari kuda Terry, melepaskan busur dan kantong anak panah dari pundakku, meregangkan badan sejenak sebelum membasuh wajahku dengan air yang kubawa.

Terry dan Farkas menambatkan kuda mereka di batang pohon lalu Farkas mengambil Chun-Le kuda milik Arthur dan membawanya ke tempat Jez untuk ditambatkan juga.

Aku memandang langit yang tertutup dedaunan. Mengedarkan pandanganku keatas, mataku melihat seekor burung aneh, hampir menyerupai gagak tapi lebih besar dengan paruh yang panjang dan runcing, sayap seperti rajawali dengan cakar yang tajam.

Aku menyiagakan busurku dan menembak buruh aneh tersebut. Burung tersebut memekik kesakitan sebelum jatuh berdebum ditanah. Aku berlutut untuk melihat burung tersebut, senyum puas menghiasi bibirku.

"Darimana kau mendapatkan burung ini?" Terry datang dari arah belakang, aku mengernyitkan alisku. "Dia terbang diatas." Jawabku sambil menunjuk dimana burung itu tadi terbang.

"Burung ini sangat langka, tak biasanya Ia keluar jika belum malam." Terry mengerutkan alisnya. Ada yang tidak beres disini. Burung ini tidak mungkin keluar jika belum menjelang malam, apalagi ini hampir memasuki musim dingin. Burung ini tidak pernah bisa bertahan jika keluar dari sarangnya di musim dingin.

"Ada apa Terry?" Aku bertanya khawatir. Terry terdiam tidak merespon sedikitpun. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu yang serius, sambil sesekali bergumam tidak jelas.

"Yang Mulia Raja Arthur, bisakah anda kemari sebentar, ada yang tidak beres disini." Terry memanggil Arthur yang sedang bersantai di bawah pohon. Farkas yang mendengar ikut mengernyitkan alis tapi tak urung berjalan mendekat bersama Arthur yang sudah bangkit.

"Ada apa?"

"Raja bisakah anda melihat burung ini?" Terry menyingkir kesamping, memperlihatkan Arthur objek yang menjadi perbincangannya. Arthur maju selangkah lalu mengamati burung yang sudah mati tertembak itu.

"Farlakans? Mengapa burung ini berada disini?" Arthur ikut-ikutan mengernyitkan alisnya.

"Farlakans?" Tanyaku bingung. Farkas menyahut, "Burung Farlakans adalah burung musim panas, salah satu burung yang cukup langka disini dan masuk dalam perlindungan istana sebagai burung yang tidak boleh diburu, meskipun kau memburunya. Burung ini tidak tahan berada di daerah dingin maka dari itu burung ini disebut burung musim panas, burung ini tidak pernah berada disekitar Camelot karena udara di Camelot berubah-ubah dan burung ini akan mati jika mencapai suhu dingin, itulah sebabnya burung Farlakans sangat jarang terlihat meskipun di musim panas sekalipun karena burung ini selalu bersembunyi dan tidak pernah meninggalkan sarangnya. Itulah sebabnya sangat aneh burung ini berada disini, cuaca di Camelot sudah sangat dingin saat ini karena besok sudah memasuki musim dingin, pasti ada yang tidak beres disini karena orang banyak menyebut burung Farlakans ini sebagai lambang kepanasan dan kengerian." Farkas menatap langit yang tertutup pepohonan lebat.

"Kepanasan dan kengerian?"

"Itu cuma mitos dari kalangan rakyat biasa," Terry menyahut dari tempatnya. "Orang melambangkan burung itu karena namanya dan bentuk burung itu serta bencana yang selalu dihinggapi oleh burung itu jika burung itu melewati daerah mereka, kengerian yang orang bilang karena burung ini mengeluarkan suara melengking yang memekakan telinga seperti menandakan bahaya yang sudah dekat sedangkan kepanasan adalah mitos karena burung itu selalu keluar saat musim panas, banyak orang memusuhi burung ini dan membunuhnya tapi sebenarnya burung ini seperti penghantar pesan bahaya bagi semua orang hanya saja kadang-kadang orang selalu salah menanggapinya."

Aku menganggukkan kepala tanda mengerti kemudian berjongkok disebelah Arthur yang masih sibuk memandangi burung mengerikan itu.

"Ada yang tidak beres disini, kedatangan burung Farlakans pasti bukan tanpa maksud." Arthur bangkit, mengibaskan jubahnya yang terkena tanah. Dia terus menatap burung itu dengan tajam, mencoba mencari tahu alasan apa yang membawa burung itu kemari.

"Sepertinya gerakan yang memakai sihir hitam sudah muncul Yang Mulia Raja," Farkas mengagetkan kami. Arthur memandang Farkas dengan tatapan menyelidik.

"Kau tahu darimana?"

Farkas mengangkat bahunya. "Hanya insting." Jawabnya apa adanya. "Dan dengan ini sebagai bukti." Farkas mengangkat pedang hitamnya dengan hiasan batu permata yang berwarna merah terang. Tunggu, bukannya permata itu berwarna ungu kemerahan? Bukan merah darah?

"Pedang ini dibuat dengan sihir hitam," Farkas mulai menjelaskan. "Meskipun dibuat dengan sihir hitam tak urung di dalam pedang ini tersimpan sihir putih yang luar biasa banyak untuk menetralkan aura hitam yang ada di dalam pedang ini, tapi jika sihir hitam mulai bangkit kembali pedang ini bisa bereaksi untuk menghempaskan sihir putih yang ada di dalamnya karena itulah selama pengembaraanku. Guruku membuat segel untuk pedang ini, jika kebangkitan sihir hitam sudah dekat, batu permata yang tersampir di gagangnya ini akan berubah warna menjadi merah darah dan itu terjadi sekarang." Farkas menunjuk batu yang tersampir itu, benar batu itu menyala terang berwarna merah darah.

Aku melongo menatap pedang itu, sedangkan Arthur tidak bereaksi apa-apa, tidak berbicara maupun bergerak, Terry tidak dapat berkata apa-apa.

"Apakah kejadian ini ada sangkut pautnya dengan perang yang akan kita jalani ini?" Terry akhirnya bersuara.

"Mungkin saja, aku tidak dapat memastikan. Tapi semakin merah warna batu yang ada di gagang ini berarti sihir putih akan terkikis habis, aku perkirakan kita hanya punya waktu seminggu saja sebelum kebangkitan sihir itu, aku ragu ini ada sangkut pautnya dengan sang duke kegelapan, yang merupakan jelmaan dari Lucifer itu sendiri." Farkas kembali menyimpan pedangnya dipinggangnya.

"Duke kegelapan? Lucifer? Apakah anak kesayangan Pope? Duke dari Prinnelasne?" Terry menyuarakan pikirannya.

"Dugaanku begitu, hanya dia saja pemegang sihir hitam, bukan," Farkas menggelengkan kepalanya. "Hanya dia saja yang menggunakan sihir hitam di dunia ini." Farkas melanjutkan.

"Lucifer?" Aku mengerutkan kening. "Aku pernah bertemu dengannya, dia pernah berkata padaku bahwa dia akan menjumpaiku lagi daam waktu dekat," tanpa sadar aku bergidik ngeri. Terry menepuk pundakku, menenangkanku. Dia menatap Farkas, "Apakah ada kemungkinan lain kalau orang yang kita lawan ini bukan dirinya?" Terry bertanya.

Farkas menggelengkan kepalanya, "Sepertinya kemungkinan kita hanya itu, burung ini—" Farkas menunjuk mayat burung yang tergeletak menggenaskan itu. "Burung ini berasal dari daerah yang dikuasai oleh duke kegelapan karena hanya daerah Prinnelasne sajalah yang daerahnya cocok untuk burung Farlakans ini."

"Lebih baik kita kembali ke istana, keadaan tidak memungkinkan untuk kita berburu sekarang, lebih baik kita menemui guruku terlebih dahulu, meminta pendapatnya." Arthur melangkahkan kakinya menuju kudanya yang sebelumnya ditambatkan oleh Farkas. Dia mengambil Chun-Le dan membuka ikatannya lalu menaiki kuda itu, begitu pula dengan Terry dan Farkas. Aku masih mengamati burung aneh itu, tidak memusingkan bahwa ketiga pria itu sudah menaiki kuda mereka masing-masing.

Saat aku merasa tidak ada yang aneh, mataku tertumbuk pada benda yang menjadi kalung pada burung itu, kalung dengan bandul berwarna merah darah, persis seperti permata di pedang milik Farkas, dengan hati-hati aku berjongkok dan menarik kalung itu dari leher burung itu.

Dengan seksama aku memperhatikan kalung itu sebelum Arthur memanggil, "Hei, gadis bodoh! Cepatlah naik! Atau kita tinggal kau disini!" Arthur berseru kesal.

Dengan sigap aku menyimpan kalung itu di saku bajuku, "lebih baik nanti saja kuberitahu mereka," batinku sambil berjalan menuju kuda Terry yang dimana orangnya sudah mengulurkan tangannya menungguku untuk menyambutnya.

TBC

_____________________________________

Cheers,
Mayuri Kanzawa

Fantasy KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang