Part 9

2.4K 201 0
                                    

Setelah makan siang, latihan panah dimulai. Hanya Busur bulanku yang masih berada di sini, hanya ini barang punyaku di dalam game ini. Benda ini sangat berharga bagiku.

"Teacher very kind to you, dia bahkan memberimu senjata yang sangat indah. Aku iri sekali." Kai menepuk punggungku.

"Senjata yang bagus pun akan menjadi tidak berguna jika berada ditangan orang yang bodoh," kata Arthur sambil berdiri dibelakangku.

"Apakah sakit baginya hanya untuk menutup mulut? Akan aku tunjukkan padamu!" Pikirku geram sambil bersiap untuk menembakkan panah.

"Kenapa kalian berdua berdiri di belakangku??" Tanyaku bingung.

"Because very safe in here," kata Kai sambil tersenyum.

Shut...shut...shut...

"Hasilnya dia menembakkan semua panahnya sembarangan. Kemarin sudah sangat buruk tapi yang ini jauh lebih buruk," pikir Kai.

"Hahaha... Setidaknya kali ini panah itu tidak mengarah pada kami," Kata Kai sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia tersenyum bodoh.

"Baiklah, cukup untuk hari ini. Jika pemiliknya saja tidak bersungguh-sungguh berlatih, mana bisa dia menggunakannya. Aku hanya berharap senjata itu tidak terbuang sia-sia," kata Arthur sambil berjalan menjauh meninggalkanku.

"Aku juga tidak mau busur ini menjadi sia-sia ditanganku," batinku sedih.

****

"Hello! Bagaimana kabarmu? Lihat! Lihat! Aku mengambilkan beberapa wortel untukmu!" Kataku sambil mengibas-ngibaskan wortel ke arah si kuda yang tadi siang hampir membuatku mati.

"Try it!" kataku sambil menyodorkan wortel itu padanya.

Kuda itu hanya menatap sekilas dan membalikkan badannya.

"Kamu tidak percaya padaku? Kamu sangat keras kepala! Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu tidak suka orang menyentuh lehermu. Kamu harus berbaikan denganku. Jadilah anak baik! Dan biarkan aku menyentuhmu," kataku sambil berusaha menyentuh kuda itu.

"Baiklah, aku pergi, aku akan berbicara padamu lagi apabila perasaanmu sudah membaik," kataku sambil membalikkan badan. Tepat saat berbalik, aku terhempas sesuatu yang keras. Spontan saja aku mengusap hidungku yang sakit.

"Ar—Arthur? Apa yang kamu lakukan disini?" Tanyaku bingung.

"Jika aku tidak disini, bagaimana aku dapat melihat kamu membuat malu dirimu sendiri,"

"Aku hanya mau berteman dengannya. Apakah itu salah?" Kataku sambil merengut kepadanya.

"Aku sudah menyuruhmu untuk mengganti kuda supaya kamu tidak membuang-buang waktumu," sahut Arthur sambil bersiap pergi meninggalkanku.

"Dia membuatku sangat marah! Hmmm.. handphone? Aku punya ide," pikirku licik.

"Arthur!" Teriakku.

KLIKK...

"What? What is that?" Tanyanya bingung.

"Take a picture, of course," batinku. Aku tersenyum licik membayangkan bagaimana reaksi Arthur akan rencanaku berikutnya.

"Alat untuk mengambil jiwa seseorang dan sekarang aku punya jiwamu!" Aku tersenyum lebar.  Tanganku memegang handphoneku dengan erat.

"Like I believe you!" Arthur tersenyum meremehkan.

Aku kembali tersenyum sinis. "Lihat!" Aku menunjukkan fotonya. Gambar Arthur yang sefang terkejut terlukis disana.

"Apa ini? Apa ini benar-benar aku?" Arthur terlihat sangat kaget.

Fantasy KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang