3. Afraid

7.1K 587 5
                                    

Sepulang dari kencan pertama kami, aku masih merasakan jantungku berdebar kencang.

Meskipun aku telah membersihkan tubuhku dengan mandi dan telah bersiap untuk tidur malam ini, semua bayangan manis tentang hari ini masih menjadi kabut yang memenuhi pikiranku.

Kamarku tak begitu luas, mungkin hanya berukuran tiga kali dua setengah meter. Tapi sudah patut kusyukuri karena atasanku telah mengizinkanku untuk menempati kamar yang tersedia di dalam kantor ini.

Sebenarnya kamar ini diperuntukkan untuk pegawai kantor yang lembur namun tak sempat pulang ke rumah karena jarak yang terlalu jauh.

Dalam renunganku, aku bertanya-tanya alasan Veranda menyatakan bahwa dirinya juga mempunyai rasa yang sama denganku. Dia adalah sosok yang teramat sempurna. Sementara aku, hanya orang biasa tak punya kelebihan apa-apa.

Berpikir soal Veranda, aku teringat bahwa setelah mengantarkan Veranda ke tempat kostnya, dia memintaku untuk menghubunginya jika telah sampai.

Sial!

Aku nyaris melupakan ponselku yang ternyata masih tersimpan di dalam jok motorku. Buru-buru aku menuju tempat parkir untuk mengambil ponselku yang tertinggal. Bersyukur aku saat melihat ponselku masih berada di tempatnya sejak tadi.

Dan, benar saja Veranda telah menghubungiku berkali-kali. Ia mengirim banyak pesan dan menelponku berkali-kali.

Tak lama aku sampai kembali ke kamarku, ponselku berdering pelan. Dengan rasa sedikit ragu, aku mencoba menjawab panggilan yang masuk dari Veranda.

"Kamu kemana aja? Aku ngehubungin kamu dari tadi nggak kamu respon sama sekali. Aku telepon gak kamu angkat, pesan sama chat juga nggak kamu bales. Kamu kemana sebenernya sih? Aku-"

"Kamu khawatir?" potongku, disela-sela ocehannya yang terdengar lucu itu.

Tak ada balasan, hanya suara helaan nafas pelan darinya yang bisa kudengar.

"Ve?" panggilku, memastikan keberadaannya.

"Iya, aku khawatirin kamu..."

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang