89. Gymnastic

2.6K 436 52
                                    

Pagi-pagi, di Gym Center apartemen. Semua orang di dalam yang awalnya sibuk sama kegiatan masing-masing, langsung menoleh dan melirik pada seseorang yang baru saja masuk. Ternyata si Ningrum, alias Ningsih, alias Nink. Si cewek cantik, tapi cantiknya jadi berkurang 80% pas lagi ngomong.

Sudah sewajarnya kalau ada anak baru, biasanya jadi pusat perhatian. Apalagi penampilan Nink memang menarik. Dia cantik, terlihat masih muda juga.

Nilai tambahnya lagi, Nink terlihat seperti anak gadis yang belum punya pasangan. Selama hampir dua minggu dia menempati apartemen ini, tidak pernah sekali pun ia terlihat didatangi atau bersama dengan seorang pria.

Jadi, mungkin beberapa orang yang sudah mengincar Nink sejak awal, berpikiran bahwa Nink termasuk sasaran yang tepat. Masih jomblo, mungkin...

"Fokus." cibir Veranda yang mendapatiku sedang memperhatikan Nink sejak ia masuk.

Aku hanya terkekeh melihat Veranda yang cemberut. Sepertinya sedang cemburu.

Kami berdua berlari di atas treadmill yang bersebelahan. Veranda mempercepat tempo larinya dan kembali fokus.

"Cuman lagi ngawasin anak baru doang. Takut jadi sasaran om-om buas nanti."

Veranda mendecih, lalu melirik ke arah sekitar.

"Om-om di sini buasnya kalau lihat cowok manis yang bening. Kalau kayak Nink, mereka mana mau?" ujar Veranda, dengan tampang jutek.

Aku tertawa, "Kamu ada-ada aja. Masih ada juga kali, yang kesemsemnya sama cewek-cewek gemas."

"Iya, kamu kan?"

Omongan Veranda membuatku bungkam. Aku mau tertawa, tapi justru malah tawa ketir yang muncul karena perkataan Veranda yang agak menyindir. Tumben sekali dia cukup sering mempermasalahkan hal-hal seperti ini. Biasanya jarang, bahkan bisa dibilang hampir tak pernah.

"Tuh." ucapku, seakan menunjuk seseorang yang bela-belain menghentikan kegiatan olahraganya cuma untuk menyapa Nink yang lewat.

"Dulu kamu kan, bintangnya." bisikku pada Veranda.

"Mario?" gumam Veranda, melirikku dengan tatapan tanya.

"Iya. Pas kita awal-awal di sini, dia kan ngincer kamu terus. Sampe dia nyerah sendiri karena kamunya selalu nolak buat diajak jalan atau ngobrol lama-lama sama dia." ungkapku.

Veranda hanya mencebikkan bibirnya. Ia mulai menurunkan intensitas kecepatan treadmill-nya. Tubuhnya penuh keringat, membuatku ingin mengelap sebagian tubuhnya yang basah.

"Kok sekarang-sekarang dia udah berhenti usaha ya?" tanyaku.

Bukannya dijawab, Veranda malah tertawa. Aku malah jadi penasaran. Memang dulu Mario suka sekali pedekate ke Veranda. Kubiarkan, karena aku tau Veranda tak akan pindah hati. Lagi pula, dia itu setia level dewa. Jadi, mau digenitin oleh siapa pun juga, Veranda selalu menghargai dan menjaga perasaanku dengan amat baik.

"Dia malah ketawa. Ditanyain loh ini." aku mendesis.

"Mau tau banget?" tanya Veranda dengan ekspresi wajah menggodanya.

Aku mengangguk, tapi Veranda malah cuma senyum sebelum berhenti lari di atas treadmill. Dia turun, dan mengambil botol air minumnya. Lalu berjalan menuju kursi tunggu, dan duduk di situ.

Dia membuka botol, lalu meneguk airnya perlahan. Dengan aku yang masih berdiri di depannya, penuh rasa penasaran.

"Penasaran?" lagi dia tanya.

Aku sudah tak tahan diperlakukan seperti ini. Ingin protes rasanya.

"Ya iyalah. Kok bisa dia nyerah gitu aja? Kayanya orangnya batu banget. Songong gitu kelihatannya. Kok bisa tau-tau berhenti modusin kamu ya?" tanyaku makin penasaran.

Alis Veranda bertautan, "Dih, kok kamu kayanya seneng aja biar pun akunya sering digenitin orang lain?"

Aku tertawa, "Hahahah. Bukannya gitu. Tapi kadang lucu aja kalau tau ada yang ngejar-ngejar kamu setengah mati gitu. Terus kenapa tiba-tiba nyerah gitu aja. Kan penasaran," kemudian jelasku.

Veranda menghela napasnya, "Aku bilang aku udah punya pacar." tuturnya kemudian, sambil senyum-senyum lucu.

"Terus?" belum puas, aku tanya lagi lanjutannya.

"Ya awalnya sih dia gak peduli. Bilangnya, gak akan nyerah meski pun aku udah punya pacar. Juga bilang gak masalah meskipun dia cuma jadi yang kedua. Lagian dia gak pernah lihat aku jalan, keluar, atau diantar sama pacarku katanya."

Dahiku mengernyit. Mencoba mencerna omongan Veranda. Sembari minum air botol yang Veranda bawa.

"Terus, aku bilang aja ke dia. Kalau aku sebenernya pacarannya sama kamu."

BRUSSHH!!!

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" aku batuk sehabis menyemburkan air dari mulutku secara tak sengaja.

"APA?!" lalu teriak, karena kaget.

"Ih, biasa aja coba dong. Kamu tuh, kan basah ini jadinya." dengan telaten, Veranda mengelap sekitar bibirku menggunakan handuk kecilnya.

"Terus, Mario tau dong?!" tanyaku tidak biasa.

Veranda mengangguk santai. Dia masih mengelap wajahku yang basah karena air dan bercampur keringat.

"Di satu komunitas gym center ini aja palingan udah pada tau semua kalau kamu pacar aku."

"HAH?! APA?!! KOK BISA?!!!" aku kaget setengah mati.

Tapi Veranda cuma santai saja, "Bisa lah. Hampir semuanya dulu yang naksir aku, udah kukasih tau kalau aku punya pacar. Ya kamu orangnya. Sisanya, tau kabar karena gosip palingan."

"HAAAAAAAHHHHHHH????!!!!!"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang