112. Sweet Christmas

1.8K 330 18
                                    

Malam natal, Desember 2018.

Di depan sebuah gereja dekat kota Sukhumvit Soi, bernama gereja Calvary Baptist aku berdiri. Memandangi orang-orang yang berlalu menikmati perayaan natal bersama orang terkasih mereka.

Yang membuatku berdiri di sini adalah Veranda yang masih berada di dalam dengan ibadahnya.

Senyumku terukir saat dua buat tangan lembut menutup kedua mataku dari belakang. Aromanya mencerminkan wewangian Veranda yang selalu kusukai. Ia selalu semanis ini di indera penciumanku.

"Hey!" sapanya.

Aku bergumam menyahutinya. Kemudian tangan Veranda turun menuju perutku, ia memeluk begitu erat. Sambil mencium bahu dan aroma tubuhku dari belakang, ia berbisik.

"Selamat natal. God bless you, sayang."

Suaranya lembut, membuatku ingin berbalik dan memeluknya erat-erat. Tidak ada rasa takut sedikit pun di sini. Aku memeluk Veranda, tanpa rasa ragu berada di keramaian orang.

"Merry Christmas, Veranda." ucapku.

Kubelai lembut wajahnya, menyatukan kening dan menggesekkan dengan sayang hidung kami. Ia terpejam pelan kala ciuman lembutku mendarat pada bibirnya.

Ya Tuhan, mencium pacar di depan banyak orang tanpa rasa takut sedikit pun seperti ini adalah pertama kali bagi kami.

Setelah bertahun-tahun aku menunggunya, mengejar cintanya, menemuinya, memutuskan untuk dekat dengannya, mendapatkan cintanya, dan hidup bersamanya. Semuanya tidak mudah, jalan kami panjang.

Dan saat ini, aku melihatnya menatapku lembut dengan mata yang berkaca-kaca. Veranda nyaris menangis. Membuatku terheran-heran lalu menyentuh wajahnya sekali lagi.

"Hey, kenapa? Kok sedih?"

Ia menggelang, aku masih ingin tau apa penyebabnya. Air matanya kini jatuh dengan pasti.

"Eh, kok nangis?" kutanya sekali lagi.

Veranda masih kekeuh menggeleng tak mau jawab. Hatiku ikut sedih, ingin menangis juga. Bisa kurasakan energinya. Perasaan apa ini, tapi benar-benar menyesakkan.

"Belum pernah, aku merasa dicintai sedalam ini. Kamu baik banget. Kenapa nggak dari dulu banget aku ketemu kamu sih?" ungkapnya dengan suara bergetar.

Tidak selesai dengan itu, Veranda masih berbicara padaku.

"Kamu melangkah pelan-pelan meski dulu sering aku hempas perasaanmu, tapi kamu tetap ada dengan rasa tulus, kamu masuk ke kehidupan aku. Belum pernah kamu nyakitin perasaan aku. Tuhan baik banget, ngasih seseorang seperti kamu ke hidup aku."

Suaranya mulai tersendat-sendat oleh isakannya. Bahu Veranda bergetar, dan tugasku hanya memeluknya.

Aku tak peduli, sebanyak apa itu, selama apa itu, waktu dan hal-hal yang kulakukan hingga detik ini aku bisa memeluk Veranda erat-erat. Menjadi salah satu orang terkasihnya, entah sampai kapan.

"Kamu kenapa?" bisikku.

Kemudian setelah lama ia menangis dalam pelukanku, Veranda menggeleng pelan. Wajahnya sedikit sembab, aku bersihkan dengan tanganku secara perlahan. Ia tersenyum melihatku yang begitu perhatian padanya.

"Ngaku deh sama aku." tuturnya.

Aku menaikkan kedua alisku, memastikan apa yang ingin ia ketahui.

"Apa?" tanyaku.

"Emangnya, di ITB itu ada mata kuliah 'Mencintai Dengan Baik' ya? Kenapa orang kayak kamu, BJ Habibie, bisa mencintai pasangannya dengan benar dan baik? Ngaku?!"

Aku tertawa geli mendengarnya. Pertanyaan konyol macam apa ini. Veranda seperti anak kecil.

"An old wise man ever said, 'sebagaimana kamu mencintai seseorang, sebagaimana orang lain mencintaimu'. Dan aku percaya, orang lain itu kamu. Makanya aku secinta ini sama kamu."

Dia tersenyum, lalu mengecup pipiku bergantian. Berakhir lama di bibirku.

WOOOOAAAAAAAAAAAAHHHH!!!!

Teriakan kencang dan tepuk tangan riuh dari sekitar membuat aku dan Veranda terkejut. Orang-orang sedari tadi memperhatikan kami, dan tidak sedikit di antaranya merekam.

"Astaga, lupa!" panikku.

Lekas kutarik pelan tangan Veranda untuk pergi dari keramaian yang kami ciptakan tadi.

Demi Tuhan, aku memang merasa malu. Tapi sangat senang di waktu yang bersamaan. Tidak pernah kusangka, orang lain tak menghujat kami melainkan bertepuk tangan atas cinta.

Veranda di belakangku tertawa-tawa kecil sebab melihat kepanikanku yang ingin lekas-lekas menjauh dari keramaian.

"Kamu kenapa sih?" tanyanya sambil tersenyum lebar padaku.

"Malu. Rame banget tau." cicitku.

Dia malah tertawa, "Malu ciuman sama aku di depan banyak orang?"

Aku menggeleng cepat. Veranda mengangkat alisnya, "Terus?"

"Kan, baru pertama kali. Gitu..." aku tertunduk, sialnya juga tersipu.

Jelas dihadiahi tawa renyah oleh Veranda.

"Ini malam natal. Malam penuh kasih. You deserve it from here me, your dearest person."

Aku rasa, itu malam natal paling manis sepanjang hubungan kami berjalan.

Tiada yang melarang, semua orang teriak girang.

Mencintai Veranda penuh rasa sayang. Tak ingin kehilangan. Keluh kesahku beberapa hari sebelumnya, lenyap. Tidak dapat digantikan oleh semua yang telah kami lalui bersama.

Tidak mudah, tapi karenanya, semua indah.

"Ve?"

"Ya?"

"Jangan bosan ya, kalau misal aku ngomong ini sama kamu sampai kapan pun."

"Ngomong apa?"

"Aku cinta kamu."

"I love you too, and merry Christmas!"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang