73. Spam Chat

2.7K 409 36
                                    

Jelang penutup tahun, aku hampir tidak pernah menyempatkan diriku untuk makan siang bersama Veranda. Kami berdua sama-sama sibuk dengan tugas masing-masing. Tapi terkadang rindu datang tiba-tiba. Sebab itu siang ini aku mengajaknya untuk makan bersama di tempat makan yang tidak begitu jauh dari kantor kami.

Begitu jam makan siang datang tepat pada waktunya, aku langsung mematikan komputerku.

"Mbak, gue cabut dulu." pamitku pada mbak Dinda yang fokus dengan handphone-nya, lagi war mungkin. Dia benar-benar keranjingan game online itu.

"Pantes aje lu jomblo mbak, game mulu." cibirku.

Tanpa bicara, mbak Dinda hanya mengacungkan jari tengah tangan kanannya. Aku terkekeh melihatnya.

"Gue bukan Surti kali mbak, masa diacungin jari tengah." omelku padanya, menyindirnya dengan lagu dari band legenda, Jamrud yang judulnya Surti Tejo.

"Gue juga bukan Tejo sih bencong. Ah, kena kill kan! Bawel sih lu, Nal!"

Senang melihatnya kesal karena kalah di game-nya. Tak mau buang waktu lama, lekas kutata barang-barang di meja kerjaku serta tas bawaanku sebelum meninggalkan cubicle.

"EH, MONYEEEETTTT!!!"

Baru saja berdiri dari kursi, mbak Dinda sudah teriak. Semua karyawan di ruangan kami menoleh padanya secara otomatis.

Tiba-tiba mbak Dinda mendongakkan wajahnya padaku. Mukanya galak, seperti orang marah. Tapi justru terlihat lucu karena saat dia cemberut tampangnya seperti anak SMA.

"Kenapa lu?" tanyaku keheranan, mulai beranjak dari kursi.

"LU NGASIH KONTAK GUE KE KYLA YAH??!!"

Perutku langsung menimbulkan rasa geli luar biasa. Tawa keras tak dapat kuhindari. Mbak Dinda mendumel tak jelas, diselingi aku yang tiada henti tertawa.

"Ah, tai!!"

Sering sekali aku dan mbak Dinda jadi sorotan orang kantor karena kerap berisik setiap waktu. Entah itu tertawa bersama, atau justru berantem seperti ini. Beruntung mereka tidak pernah melapor pada atasan karena kami berdua adalah karyawan yang kerjanya selalu rajin dan selesai tepat waktu.

"Mampus." bisikku padanya sambil tersenyum licik.

Langsung aku dihadiahi lemparan kertas buram yang sudah ia remat-remat menjadi bola sebelumnya.

"Bangke lu yah!"

Senang rasanya berbagi keberisikan seorang Kyla pada mbak Dinda. Gadis kecil itu sejak tadi pagi memenuhi notifikasi Line-ku dengan chat-chat tak jelasnya. Beberapa kali juga ada undangan main Line Game.

Terakhir, dia meminta kontak mbak Dinda. Tanpa pikir panjang, langsung saja kuberikan. Aku kira Kyla tidak akan berani untuk menyentil mbak Dinda, ternyata anak itu tak gampang menyerah juga untuk mencoba sksd-in mbak Dinda.

"Hahahaha! Terus dia nge-chat mbak Dinda?"

Aku mengangguk sambil tertawa saat menikmati Ramen Shoyu di HokBen sebagai makan siangku dengan Veranda.

"Kayanya sih. Soalnya tadi mbak Dinda marah-marah sama aku pas aku mau berangkat ke sini."

"Hahaha! Lagian kenapa sampe marah-marah sih? Kyla kan cuma anak kecil. Cuman agak bawel juga sih. Dari tadi nginvite aku main Disney Tsum Tsum terus masa."

"Hah, serius?"

Veranda mengangguk. Kemudian ia mengelapkan sepucuk tisu kering di ujung bibirku dengan tampang gemas-gemas kesal.

"Kamu tuh hampir 23 tahun. Bukan 23 bulan lagi. Gimana sih kalo makan masih aja belepotan."

Senyumku langsung terkembang. Tangannya yang masih mengusapi bibirku dengan tisu, langsung kugenggam.

Sambil menatapnya lembut, aku berujar lirih.

"How can i live without you?"

Dua sudut bibir Veranda saling tertarik. Memaksaku untuk ikut tersenyum. Siangku sempurna meski lelah karena kerja terus mendera.

KLING!!

Notifikasi WhatsApp terdengar. Pasti ada chat dari salah satu kontak, karena chat grup selalu aku bisukan.

"Siapa tuh?" tanya Veranda.

Aku menggeleng, "Nggak tau. Coba buka aja."

Veranda mengangguk menurut. Ia mengecek ponselku, dan kedua alisnya terangkat ketika membuka kunci layarnya.

"Mbak Dinda nge-voice note nih."

"Oh ya? Apa emang? Coba di-play."

Klik!

Aku dan Veranda mengernyit, berusaha mendengar baik-baik rekaman suara yang mbak Dinda kirimkan padaku.

"Si monyeeeettt! Ini dia berisik banget dari tadi nge-spam mulu di Line gue. Oi, jangan enak-enakan makan ramen lu. Tai lu, Nal!"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang