15. Sugar

4.7K 474 22
                                    

Minggu pagi, saatnya Car Free Day, atau lebih sering disebut CFD. Ini adalah minggu ke-3 aku dan Veranda tinggal bersama.

Minggu pertama, kegiatan kami adalah menata ruangan apartemen dan beres-beres barang. Kemudian minggu kedua, kami memilih menghabiskan waktu di apartemen hanya dengan menonton film, main game, dan menyelesaikan laporan kerja.

Kali ini, kami berniat untuk mencari kegiatan lain di hari libur ini selain bersantai saja di dalam apartemen. Veranda mengusulkan untuk jalan-jalan sekalian olahraga pagi.

Sebenarnya ini adalah salah satu aktivitas yang sering kulakukan saat masih tinggal di kantor dulu, jadi tentu saja aku setuju dengan ide Veranda yang satu ini.

"Kinal, udah belum?" teriak Veranda dari arah luar.

"Iya, sebentar Ve!"

Buru-buru aku bergegas menuju luar apartemen setelah memasang sepatu dengan terburu-buru.

Veranda memandangiku intens setelah aku hadir di hadapannya.

"Kenapa?" tanyaku.

Gadis yang sedang berkacak pinggang di hadapanku ini, tiba-tiba saja merundukkan tubuhnya dan menyentuh tali sepatuku.

"Buru-buru memang nggak papa, Nal. Tapi kan nggak sampai tali sepatunya berantakan gini juga. Nanti kalo pas lari kamu jatoh, gimana? Hmm?!"

Seperti seorang ibu yang sedang menasihati anaknya, Veranda mengomel sambil mengikatkan tali sepatuku. Rasanya malu sekali diperlakukan seperti anak kecil.

"Makasih ya?" ujarku.

Veranda tersenyum dan mengangguk cepat. Ia menjulurkan tangannya, meminta tanganku untuk ia genggam.

Kami berdua meninggalkan apartemen dan berlari kecil sepanjang jalan yang ternyata kondisinya tidak sepi.

Banyak orang yang juga sedang berolahraga dan berlarian di sekitar kami. Beberapa di antaranya adalah kumpulan keluarga, pasangan muda maupun tua, anggota komunitas, dan anak-anak remaja yang sedang bermain bersama temannya masing-masing.

Selang lebih setengah jam kami jogging, Veranda mulai mengeluh lelah. Keringatnya bercucuran di sekitar pelipis. Rambutnya yang diikat pun ikut basah oleh keringat.

"Capek, Nal..." gerutunya, memegangi lenganku.

Aku pun memelankan laju lariku. Akhirnya, kami berdua sama-sama berjalan sambil mengambil nafas.

"Haus ya?" tanyaku memastikan.

Veranda mengangguk pelan. Kulihat sekitar dan kudapati seorang penjual minuman tak jauh jaraknya. Aku pun mengajak Veranda mendekati penjual itu. Namun sayang sekali, saat aku sampai di tujuan, baru kuingat bahwa aku lupa membawa dompet.

"Yah, Ve. Dompetnya ketinggalan. Tadi buru-buru sih..." ujarku.

Veranda pun menekuk bibirnya dan menatapku sedih. Kami pun terpaksa meninggalkan penjual tadi. Menahan haus dan hanya melihat-lihat jalanan.

Tak jauh kami berjalan, di ujung trotoar dekat taman, terlihat sebuah stant kecil. Awalnya kukira itu adalah sebuah stant penjual minuman, ternyata saat kami dekati, itu adalah stant yang membagikan minuman gratis di hari Car Free Day.

Sontak aku melompat heboh dan menjerit senang karenanya. Langsung saja kutarik Veranda menuju stant tersebut.

"Mas, boleh minta tehnya dua nggak?"

"Oh iya boleh mbak. Bentar ya?"

"Sip!" ucapku sambil mengacungkan jempol untuk mas-mas penjaga stant.

Veranda tersenyum lega melihatku mengantarkan secangkir plastik teh dingin padanya.

"Nih, minum dulu. Lumayan, gratis! Hahahaha!" ujarku sebelum menyodorkan secangkir teh untuknya.

Ia mengangguk pelan dan menerima tehnya dengan senang. Aku pun tersenyum melihatnya bahagia.

Lekas kuteguk teh dingin di tanganku dengan cepat tanpa melihat Veranda sedikit pun. Saat hendak membuang gelas plastik kecil bekas minumanku ke tempat sampah, aku tak sengaja mendapati Veranda mengernyit memandangi minumannya.

"Tehnya agak hambar yah..." keluh Veranda.

Langsung kudekati dia yang masih memandangi tehnya meski sesekali juga menyeruputnya sedikit demi sedikit -efek haus.

"Kenapa Ve?" tanyaku.

"Hambar, Nal..." jawabnya singkat.

"Coba minun lagi deh?" kusuruh ia meminum tehnya lagi.

Kemudian, aku menarik nafas pelan dan berancang-ancang menyiapkan sesuatu untuknya.

Kulemparkan sebuah senyuman terbaikku pagi ini untuknya cukup lama. Ia yang meneguk tehnya langsung memandangiku heran.

"Gimana? Tehnya udah manis belum?" tanyaku lagi, masih dengan senyuman lebarku yang kuyakini sangat manis dan tulus ini untuknya.

Veranda mengerjapkan kedua matanya dengan lucu. Ia masih heran dengan kelakuanku sampai sadar sendiri dan mendorong wajahku menjauh darinya dengan tangan kanannya.

"Pfffttt, hahahahahahaha! Dasar kamu tuh yaaaaah! Sok manis banget deeeh!"

"HAHAHAHAHAHAHA!!!"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang