107. Untitled Song

1.7K 345 26
                                    

Maliq & d'Essential - Untitled

Sayup-sayup suara Angga Puradiredja, vokalis band Maliq & d'Essential berdengung di sekitar ruangan kantor.

Musik instrumental akustik itu mendayu pelan. Lagu hits pada zamannya dulu. Sampai sekarang juga masih enak didengar. Lagu galau masa-masa sekolah kalau kata orang.

Dan lagu itu dari cubicle Mbak Dinda pasti. Dia adalah penggemar musik sejenis ini. Mengingat dulu dia pernah hadir di beberapa acara musik untuk jadi staff atau sekedar motret. Mbak Dinda anaknya indie banget juga sepertinya. Agak heran makanya ketika tau dia menyimpan alat musik sejenis piano klasik di apartemennya.

Tapi, lagu favorit yang diputarnya ini kenapa...

Salahkah ku bila
Kaulah yang ada di hatiku?

Sebentar lagi jam pulang kantor. Tapi Mbak Dinda sama sekali tidak terlihat sedang siap-siap. Padahal yang lain sudah mulai menata barang mereka, bersiap pulang.

"Adakah diriku, Oh singgah di hatimu~"

Mas Agung yang lewat, barusan ikut nyanyi. Dan sialannya, gara-gara itu Mbak Dinda memergokiku yang dari tadi memperhatikannya tanpa berkedip sama sekali.

Things getting awkward!

Mbak Dinda menyadarinya. Aku langsung nunduk lagi dan pura-pura sibuk dengan layar komputerku. Entah, buka file apalagi padahal semua pekerjaanku hari ini sudah selesai sejak tadi.

Lagu ini diputar secara loops. Sudah hampir setengah jam lamanya, yang terputar hanya lagu ini berkali-kali. Mbak Dinda masih betah di kursinya. Pekerjaannya mungkin sedang menumpuk hari ini?

"Dan bila kah kau tau, Kau lah yang ada di hatiku~"

"Udah tau!"

Mataku membulat waktu Mbak Dinda mendadak berdiri, nutup layar MacBook-nya. Lalu dia dengan sembarangan memasukkan laptop mahal itu ke dalam sling bag nya.

Tadi Mas Agung lewat lagi, dan nyanyi-nyanyi. Mbak Dinda teriak membalasnya, kemudian Mas Agung ketawa-tawa. Aku bingung... selalu bingung tepatnya.

Mau berdiri, tapi takut. Mau diam, Mbak Dinda begitu. Jadi merasa serba salah. Kemudian otakku menyentuh satu hal untuk dipikirkan.

"Pacar aku lagi apa ya?"

Sudah waktunya jam pulang kantor sih. Jadi kupikir aku harus telepon Veranda. Menanyakan apa dia sudah siap pulang atau masih ada kegiatan lain.

Baru saja mau meraihnya, ponselku sudah bergetar lebih dulu. Veranda yang telepon ternyata. Ampun deh, kalau jodoh memang begini!

"Halo, Ve?"

"Sayang kamu di mana?"

Astaga, damai langsung perasaanku bila sudah dengar suaranya. Kerisauanku akibat lagu tadi lenyap begitu saja. Apalagi, dipanggil 'sayang' sama pacar. Lemah!

"Masih di kantor. Kenapa?"

Dia menggerutu dari seberang, "Kok kenapa sih? Jemput dong. Emangnya kamu belum jam pulang? Belum kangen aku? Nggak pengen datengin aku cepet-cepet? Kamu kelamaan jemput, aku minta jemput abang gojek aja deh gak mau tau!"

Aku tertawa mendengar suaranya yang manja. Tumben?

Tapi tidak apa. Veranda seperti ini adalah favoritku. Gemas!

Setelah bicara cukup lama sambil membereskan barang bawaanku, sambungan telepon dengan Veranda kuputus. Bergegas aku menuju lift saat seseorang tiba-tiba saja menyela ikut masuk.

Seorang perempuan yang tampangnya asing dan tidak pernah kulihat sebelumnya, mengenakan blouse putih rapih dengan celana bahan kain berwarna hitam. Pasti calon karyawan baru.

Kami berdua diam sampai pintu lift terbuka lagi, dan Mbak Dinda yang berdiri di dekat koridor disapa lantang oleh gadis di sebelahku tadi.

"Mbak Dinda!"

Aku mengernyit, memperhatikan Mbak Dinda yang melirikku sesaat sebelum ia membalas sapaan gadis tadi.

Entah mengapa suasananya jadi canggung. Tapi aku harus tetap seperti biasanya. Aku menyapa Mbak Dinda, pamit untuk pulang lebih dulu.

"Mbak Dinda! Gue duluan ya!" pamitku.

Mbak Dinda mendongak dan tersenyum lebar dengan kacamatanya yang selalu bertengger di wajah kecilnya itu.

"Yoi! Hati-hati, Nal!"

"Sip, sip!"

Heran, harusnya biasa saja kalau hanya seperti itu sama Mbak Dinda. Tapi tadi aku jadi gugup gara-gara lagu si Maliq itu.

Lalu, mungkin telingaku salah dengar. Tapi aku bisa menangkap suara seseorang yang di samping Mbak Dinda tadi, bertanya pada Mbak Dinda.

"Itu siapa, Mbak? Kok... lucu juga?"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang