77. 14th of December

3.5K 420 35
                                    

Tidak weekend, tapi aku dan Veranda berjanji untuk sama-sama meluangkan waktu kami berdua usai jam kerja hari ini.

Pukul lima sore tepat, aku sudah berdiri dari kursi cubicle-ku. Keningku agak mengkerut, memperhatikan meja dan kursi kosong di depanku. Biasanya mbak Dinda duduk di sana dan sibuk war di jam pulang seperti ini. Tapi sejak pamit pergi kemarin, dia tak ada dan hari ini pun tak masuk kerja.

"Mbak Dinda ke mana sih mas?" tanyaku pada mas Agung yang blok cubicle-nya bersebelahan dengan blokku cubicle-ku dan mbak Dinda.

"Kan kemarin udah dibilangin dia survey ke cabang. Di Surabaya."

"HAH?! KOK GAK BILANG-BILANG GUE?!" kagetku.

Memang mbak Dinda juga sama sekali tak memberi kabar padaku sejak pamit kemarin. Update di media sosial saja tidak, membuatku berpikir aneh-aneh.

"Ya emang lau sokap, Nal? Emaknya?"

"Gue anaknya." jawabku cuek, sebelum beranjak pulang.

Aku harus buru-buru menjemput Veranda di kantornya sebelum kami pulang larut nantinya. Karena kami tak ingin waktu yang bisa kami pergunakan untuk hari penting ini jadi berkurang. Maka dari itu aku mempercepat laju mobil, mumpung sedang weekdays.

"Bisa gak sih kalo gak ngebut abal-abal gini nyetirnya? Kubalikin ke dealer lagi nih mobilnya!" marah Veranda yang menampakkan tampang kesalnya di samping kursi kemudi.

"Ya dari pada kemaleman?"

"Dari pada kita nggak selamat trus gajadi pergi, gimana?"

Aku pun menurut, tak ingin berargumen lagi dengannya karena bisa memperpanjang debat kami sore ini.

Kami merencanakan bahwa malam ini, pukul tujuh malam kami sudah harus berangkat pergi lagi menuju tempat yang sudah aku ingin tuju tanpa Veranda ketahui ke mana kami pergi.

Sudah siap pergi lagi setelah mandi dan memilih outfit menawan namun simple untuk malam ini.

"Emang mau ke mana sih? Kalo jauh, mending pending pas weekend aja sih. Tanggung sekarang udah kamis. Besok kan jumat, sore udah bebas."

Aku menggeleng, dan mempercepat langkahku dengannya saat keluar dari lift dan menuju luar lobi.

"Mau ke mana kak?" suara gadis muda menghambat langkahku dengan Veranda.

"Anak kecil nggak usah kepo." sahutku pada Kyla yang hobinya nongkrong di lobi dan bergosip sama mas Roby sambil main Mobile Legend.

Veranda tertawa kecil melihat ekspresi bete dari Kyla yang disahuti cuek olehku. Tanganku masih menggenggam tangan Veranda supaya ia tak terlalu lamban berjalan.

"Buru-buru amat sih? Ini jangan bilang kamu mau ngajak aku ke Bogor lagi ya?" tanya Veranda keheranan karena aku terburu-buru memasangkan safety belt untuknya.

"Iya, soalnya jam setengah sepuluh udah tutup tempatnya."

Veranda mengernyit, dia pasti menambah tanya lagi dalam kepalanya berkat perkataanku barusan.

"Now i'm curious." gumamnya dengan ekspresi berpikir.

"We'll see it soon." ujarku sembari mengusap gemas kepalanya.

Ia langsung menangkap tanganku dan memeganginya erat. "Aku lebih tua tiga tahun dari kamu loh?"

"Dan aku cinta sama kamu udah enam tahun loh?" balasku, menirukan gaya bicaranya.

Veranda tertawa, kemudian ia mengusapkan tanganku di pipinya, sesekali menciumnya lembut.

"Dasar centil!"

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang