133. Eid Warmth

1.7K 242 29
                                    

"Iya. Kinal nggak bisa pulang dulu ke Bandung. Bisa sih, tapi kan jaga-jaga. Nggak enak juga sama kantor kalau aku pulang dari luar kota terus kerja kayak biasanya."

Aku sedang menghubungi ibuku sehubungan lebaran tahun ini. Biasanya aku bisa pulang mudik setidaknya tiga sampai empat hari di Bandung. Gara-gara pandemik, terpaksa aku tidak pulang ke Bandung lebih dulu.

"Yakin kamu?" Veranda bertanya seusai aku memutuskan sambungan teleponku dengan ibuku.

Aku mengangguk pelan, "Takut aja pulang bawa virus ke rumah Mami."

Veranda menata kue-kue kering di meja depan televisi. Aku tersenyum melihatnya yang berinisiatif untuk menyiapkan kue kering yang entah untuk siapa. Tawa kecilku menyadarkannya. Mungkin dia mengira bahwa aku berpikiran kalau dia aneh.

"Latihan. Siapa tau kapan-kapan punya tamu pas lebaran."

Aku semakin tertawa mendengarnya. Beberapa hari lalu Veranda memang memesan beberapa kue yang biasanya banyak beredar di musim lebaran.

"Aku mau baking sendiri nggak sempat. Sebelum libur lebaran, closing rapet banget."

Kuraih kue yang masih terletak dalam box dan kupindahkan secara rapih ke dalam toples yang Veranda punya entah sejak kapan ia membelinya.

"Besok kamu sholat Eid nggak?" tanya Veranda sembari fokus pada kuenya.

"Mas Robby bilang nanti di musholla apartemen bakalan diadain jamaah. Tapi ya gitu, harus ikut protokol kesehatan. Shaf-nya jadi nggak rapat. Nggak masalah sih. Better then nothing."

Veranda hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.  Ia tiba-tiba saja menjulurkan kue nastar ke depan bibirku dan mengisyaratkan aku untuk membuka mulut.

"Enak?" tanyanya, seperti penasaran menunggu jawabanku yang masih mengunyah kue.

"Kalau ada topping keju kayaknya jadi makin enak."

Veranda terkekeh, "Nanti kalau Natal, Mamaku pasti buat. Aku bilang ah, biar dibikinin lebih buat kamu."

Senyumku merekah sebelum kuteguk segelas jeruk peras yang Veranda buat sore tadi.

"Besok selesai sholat, kamu antar aku ya."

"Ke mana?"

Veranda senyum, "Gereja."

"Hah?" Aku sedikit terkejut.

Ia kemudian menggeleng sambil tertawa kecil, menampakkan deretan gigi kelincinya yang lucu.

"Bercanda. Itu mah kalau nggak ada Covid-19. Besok kan minggu, harusnya aku ibadah. Tapi karena gini, ya udah aku ibadah di sini aja kayak biasanya."

Aku ikut senyum-senyum tak jelas sambil lalu kembali meneguk jeruk perasku.

"Mau?" tawarku pada Veranda.

"Mau." kataku, sebelum mendekat ke arahnya dan mencium bibirnya lembut.

Rasa asam dari jeruk peras masih terasa tapi ini bibir Veranda, jadi tak ada alasan untuk tidak menyukainya. Sayang sekali kami tidak berencana untuk berlama-lama dengan semua ini mengingat seharusnya masih banyak kegiatan yang akan dilakukan.

Sedih sekali rasanya bila harus melewati waktu pandemik seperti ini karena seharusnya kami bisa pergi kemana pun kami mau. Tapi yang bisa dilakukan tetap tinggal di apartemen dan makan kue lebaran bersama penghuni apartemen yang merayakan hari raya ini.

Kyla bersama adik dan kakaknya bersalaman denganku di lobby, begitu juga Mas Robby. Seusai sholat Eid, kami mengobrol bersama dan bercanda untuk menertawakan betapa tidak beruntungnya kami sekarang.

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang