96. Reception

2.5K 404 18
                                    

Jumat pagi aku dan Veranda sudah berangkat. Berharap bahwa jalanan tidak macet karena liburan long weekend kali ini.

Pada awalnya aku dan Veranda sedikit memikirkan nasib Nink yang kami tinggal disaat ia ada di titik rapuhnya. Namun aku ingat bahwa masih ada Mbak Dinda yang sering menemani Nink kemana-mana.

Langsung kuhubungi Mbak Dinda supaya mampir ke apartemen kami dan ajak Nink berlibur hari ini. Atau, minimal supaya Nink ada teman mainnya pas lagi galau.

Dalam perjalanan, aku sedikit membicarakan soal Nink yang nasibnya cukup menyedihkan itu. Dia seorang diri di negeri orang, dan sedang galau sehabis putus cinta. Sulit pasti buatnya untuk menghadapi masalahnya sendirian.

"Gak tega sebenernya aku. Gimana yah?" tanya Veranda, khawatir.

"Iya. Tapi udah ada Mbak Dinda. Bisa tenang sedikit lah. Seengganya ada temen mainnya dia." tuturku.

Veranda cuma mengangguk pelan usai menarik napasnya.

Kami berdua mengobrol ringan lagi. Ditemani dengan lagu-lagu diputar oleh radio favorit. Kadang Veranda akan ikut nyanyi dengan suaranya yang pelan. Beda denganku yang kadang akan menyanyi sambil teriak-teriak, kalau lagunya asyik.

"Udah bilang Mami kan kamu ya?"

Aku tertawa atas pertanyaan Veranda, "Udah atuh. Masa iya gak ngabarin duluan. Ntar kalau mendadak, Mami bisa bete. Jadi gak bisa siap-siap dulu katanya. Makanya sekarang bilang."

"Hahahah! Jadi ngerepotin Mami kamu ini ya?"

"Ah, enggak. Kamu kayak baru pertama kali kenal aja deh."

Veranda senyum tipis, lalu menunduk. Dia jarang bertemu dengan Mami memang, mungkin yang dipikirkannya adalah soal kedekatan mereka. Tidak seperti dekatnya Mami dengan Citra dulu.

Aku baru ingat tujuan utama kami ke Bandung adalah untuk pergi ke acara resepsi pernikahan Citra dengan suaminya.

Mengingatnya, membuatku berdebar-debar. Seperti merasa telah kehilangan sesuatu yang pernah jadi kesukaanku, hal yang pernah kumiliki.

Siang sebelum benar-benar terik, aku dan Veranda sampai di depan rumah. Mami menyambutku dengan pelukan hangat, ditambah cipika-cipiki gemas. Pada Veranda juga demikian. Beliau langsung menggiring kami berdua masuk ke dalam kamarku yang sudah rapih disiapkan Mami.

"Emang acara resepsinya jam berapa?" tanya Mami sembari bantu-bantu Veranda merapihkan barang bawaan kami.

"Nanti jam 7 malem sih Mam. Mau ikut sekalian nggak?" tawarku.

Mami langsung melambaikan tangannya cepat, "Ah, nggak usah. Kalian aja yang dateng. Nanti Mami biar main sendiri ke tempat ibunya Citra, buat ngasih kado pernikahan ke mereka."

Setelah itu, aku dan Veranda memutuskan untuk beristirahat dulu. Tidak sampai tidur siang sih, cuma sekedar tiduran dan bersantai sambil mengecek beberapa akun media sosial kami.

Begitu pada awalnya, sampai Veranda nyerah dengan tidur lebih dulu. Diikuti aku yang tidak tahan untuk tidur sementara Veranda sudah terlelap. Memang ini adalah hari libur, baiknya dimanfaatkan untuk istirahat.

Sore harinya, Mami membangunkan kami berdua. Didahului Veranda yang pergi mandi, baru aku bangun merenung di depan lemari dengan cermin besar di dalam kamarku.

Dalam pikiranku, muncul berbagai kenangan masa lalu yang mungkin tidak sanggup untuk kulupakan. Ketika bersama Citra yang dulu sering buat aku bahagia, senang, bahkan ia tak pernah sekali pun mengecewakanku.

Tidak ada hal minus dari Citra dulu. Yang kurang adalah hatiku saja saat itu. Hatiku milik orang lain yang bahkan untuk aku temui saja, mungkin nyaris tidak mungkin. Sebab itu aku melepas Citra. Tak ingin ia melihatku gila akan harapan semuku dulu.

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang