137. Radio Song

1.5K 196 31
                                    

Kemarin saat semuanya menjadi buruk karena prasangkaku sendiri, rasanya hati tak pernah tenang barang sedetik pun. Kemudian aku sadar bahwa seharusnya aku tidak memikirkan ini semua terlalu larut.

"Kalau dia bukan seseorang yang lasting buat lu, ya berarti dia bukan orangnya, Nal."

Aku mengangguk saat Mbak Dinda mengucapkannya sembari meneguk sekaleng bir hitam.

"Mau?" tawarnya.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meraih kaleng bir yang Mbak Dinda julurkan padaku. Kuteguk beberapa kali sebelum minuman ini nyaris habis.

Kami berdua sedang sibuk di ruang editing, tengah malam.

Benar memang beberapa hari ini kami sibuk work from home, tapi jika ada sesuatu yang darurat harus segera menuju kantor tak kenal waktu. Apalagi terkadang ada kegiatan syuting malam hari di studio.

"Aneh ya, Nal?"

"Apanya, Mbak?"

Mbak Dinda terkekeh, "Gue malah jadi penasehat cinta padahal jelas-jelas mau jadi pelakor aja gampang."

Tawaku meledak, "Kenapa sih, Mbak? Aneh banget idenya!"

"Loh, memangnya menurut lu dari segi apa lagi kurangnya gue? Untuk jadi pelakor mah gue masuk kualifikasi kali. Nggak ada nilai minusnya. Coba lu kasih tau sini? Jarang-jarang tau gue jumawa begini."

Kupandangi wajah Mbak Dinda yang manis. Rambutnya dikuncir cepol ke belakang. Kacamata seperti biasa bertengger di tulang hidungnya yang mancung. Poni yang sudah panjang terbelah dua di sisi wajahnya.

"Lo cantik sih, Mbak."

Kedua alis Mbak Dinda terangkat, ekspresinya seperti keheranan. Kemudian aku tersenyum tipis.

"Mana ada sih pelakor cantik, pinter, baik, sukses alias settled banget?!"

Mbak Dinda tertawa, "Emang lo tuh palbis, Nal!"

"Apaan palbis?"

"PALING BISA!"

Aku tertawa lagi. Mbak Dinda ini adalah manusia yang super random dan pandai sekali menciptakan bahasa-bahasa baru, dia seperti mempunyai kamusnya sendiri.

"Tapi seriusan. Gue aja heran. Mana mungkin lo jadi pelakor? Gue taunya dimana-mana tuh pelakor ya jelek iya, bego juga, terus ya udah miskin. Makanya mereka rebut punya orang. Ujung-ujungnya kan nanti cuma manfaatin orang yang direbut dari orang lain sama dia."

"Astaghfirullah, mulut lu jahat juga ya tapi."

Senyum mirisku terbit. Teringat kisah pahit keluargaku sendiri. Dimana ayahku sendiri yang direbut oleh perempuan lain saat aku masih kecil. Saat itu yang kuingat wanita yang merebut Papi sama sekali tidak lebih cantik dari Mami. Terlebih lagi, wanita itu juga yang merebut banyak hak Mami dulu.

"Gue nggak suka sama pelakor, Mbak."

Mbak Dinda menatapku dalam diam, "Gue nggak berniat juga kok, Nal."

"Hahaha, ya gue juga nggak anggap lo akan begitu sih, Mbak."

"Ini bukan kali pertama gue. Tapi tentu aja gue tetap berpegang pada prinsip gue. Kalau cinta itu nggak bisa dipaksain. Dan sesuatu yang didapatkan dari cara merebut, nggak pernah baik."

Aku mengangguk pelan. Rasanya banyak hal yang menggelitik saat Mbak Dinda menceritakan sesuatu secara samar dari sorot matanya yang seperti sedang mengenang sesuatu.

"Ya. Lo bahkan pantas dapatkan seseorang yang lebih dari gue, Mbak."

Mbak Dinda tertawa. Ia kemudian berdiri dan membuang kaleng bir di tempat sampah kecil dekat pintu ruangan.

"Yuk, Nal? Balik. Gue anterin."

Aku berdiri dan berjalan di belakang Mbak Dinda. Pekerjaan kami memang sudah selesai, dan itulah mengapa kami berdua sempat minum-minum.

Memandangi punggung Mbak Dinda dari belakang selalu menyenangkan. Seperti berjalan dengan anak kecil. Terkadang aku menyimpan perasaan ingin memeluknya erat-erat. Bukan karena rasa yang tidak biasa, tapi lebih ke rasa kepedulian terhadapnya.

Wanita kepala tiga ini terlihat sangat kesepian meski tiap ia bicara, semua orang akan mendekat ke arahnya. Ia bagai magnet, tapi tak ada orang yang benar-benar sanggup mengerti akan dirinya.

Aku tau pembicaraan kami tadi sebenarnya sangat menyakiti perasaannya. Aku paham bahwa tak ada hati manusia yang sanggup dijadikan lelucon. Tapi Mbak Dinda malah tertawa saat kami membahas perasaannya padaku.

Dan saat aku sampai di depan pintu lobi apartemenku, Mbak Dinda menghentikan mobilnya.

Aku memang mengantuk dan sempat tertidur tadi karena playlist lagu dini hari radio Jakarta adalah lagu-lagu yang sendu dan pengantar tidur yang nyaman. Tapi sepertinya Mbak Dinda betah nyetir dan mengiraku masih terlelap. Kudengar pergerakan badannya yang seperti sedang membuka sabuk pengaman dan menggerakkan badannya menghadapku.

Saat aku hendak membuka mata, kudengar suara hela napas Mbak Dinda.

Bisa kurasakan tangan lembutnya menyentuh lembut rambut poniku. Jemarinya bergerak pelan menuju tulang pipiku dan ia menjauhkan tangannya setelah itu.

Sayup-sayup aku mendengar gumamannya,

"Fal... lagi-lagi seseorang bilang kalau aku pantas dapatkan orang yang lebih baik daripada dirinya sendiri. Kalau terus begini, sebenarnya siapa yang pantas untuk aku? Atau sebenarnya aku yang nggak pantas untuk siapapun?"

Tiba-tiba saja dadaku berdebar kencang. Suara radio yang mengalun pelan makin mengaduk suasana. Lagu Chrisye yang berjudul 'Andai Aku Bisa' terdengar sangatlah emosional saat bercampur dengan gumam sedih Mbak Dinda.

Dan aku tak punya hati untuk menyakiti dirimu
Dan aku tak punya hati 'tuk mencintai
Dirimu yang selalu mencintai diriku
Walau kau tahu diriku masih bersamanya

Aku masih bisa mendengarnya terisak di kursi kemudi. Rasanya sakit, seakan-akan aku bisa ikut merasakan perasaan Mbak Dinda. Aku adalah sosok yang membuatnya patah. Mengapa aku masih beruntung bisa berada di sampingnya dan menjadi teman dekatnya? Bahkan ia selalu memberiku saran terbaiknya tentang hubunganku dengan Veranda.

"Kapan, orang yang pantas untuk aku itu datang? Aku nggak ingin patah terus, Fal... sakit. Aku takut, kalau ternyata sebenarnya aku yang nggak pantas untuk seseorang yang aku benar-benar sayang. Semuanya pergi, Fal. Semuanya nggak pernah bisa aku miliki... Fal, aku sakit..."

***

halo teman-teman readers!
terimakasih sudah membaca part ini, and let me kasih pengumuman lagi, hahaha.
yep, Drabbles been published on WEBTOON!
tapi aku post di Webtoon Discovery dengan preferensi bahasa Inggris ya. jadi kalau ada yang ingin baca, make sure dulu untuk setting bahasanya jadi bahasa Inggris.
kemarin sempat mikir ini post di Webtoon Indonesia tapi ngeri-ngeri sedep. jadi aku post di English aja. dan ada perubahan nama tokoh karakternya. bisa dicek langsung di Webtoon aja dengan judul yang sama, "Drabbles".

 bisa dicek langsung di Webtoon aja dengan judul yang sama, "Drabbles"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang